Materi ini akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pendahuluan, pentingnya PA, dan gereja yang akan dilihat dari tiga sisi, yaitu sisi iman, pengajaran, dan ketaatan. Kemudian, kita juga akan membahas tantangannya, tantangan gereja dalam melakukan kegiatan PA ini.

Jadi, tujuan dari materi ini adalah untuk menolong pembaca supaya mereka memahami pertumbuhan iman dan pertumbuhan rohani mereka. Pertumbuhan iman kita secara keseluruhan sangat bergantung pada pendalaman Alkitab (PA). Saya merasa bahwa ada banyak nilai atau hal-hal penting yang bisa dibagikan kepada kita semua supaya kita mendapatkan berkat dan juga lebih mampu lagi untuk mengadopsi nilai-nilai yang SABDA pegang. Dengan demikian, kita bisa membawanya kepada kehidupan kerohanian kita dan kehidupan gereja kita.

Sebagai staf SABDA yang melayani di bidang media, khususnya dalam bidang komik, saya sangat mencari tahu mengapa SABDA sangat mengusahakan agar terjemahan-terjemahan Alkitab dan bahan biblikanya -- sekarang ditambah lagi dengan bahan multimedia -- yang begitu banyak itu tersedia bagi tubuh Kristus di Indonesia.

Kita sudah belajar tentang IT4GOD, falsafah yang dipegang oleh YLSA, dan juga bagaimana SABDA berusaha mengimplementasikan teknologi dalam pelayanannya. Kita juga tahu bahwa SABDA juga terpanggil dalam visi misinya untuk memperlengkapi tubuh Kristus secara digital. Akan tetapi, bagaimana kita tahu tentang cara SABDA memandang Alkitab dan Pendalaman Alkitab itu sendiri? Mengapa SABDA juga begitu giat dalam mendorong pendalaman Alkitab sampai membuat gerakan #Ayo_PA! dan mengusahakan ekosistem pendalaman Alkitab yang begitu lengkap untuk mendukung upaya itu?

DNA itu saya temukan di situs ylsa.org pada bagian tentangnya (halaman muka), yaitu pada satu paragraf di atas, akan saya parafrasakan, "Alkitab adalah firman Tuhan yang berotoritas dan satu-satunya Penyataan Allah yang tertulis yang tidak mungkin salah." Jadi, ini adalah pandangan SABDA terhadap Alkitab, yaitu sebagai firman Tuhan yang otoritatif dalam kehidupan manusia, terutama orang Kristen. Kemudian, pandangan YLSA terhadap pendalaman Alkitab juga terdapat dalam paragraf di bawahnya. Itu berbunyi demikian: "Mengerti firman Tuhan dengan benar adalah kebutuhan utama bagi setiap orang Kristen agar dapat bertumbuh ke arah kedewasaan dalam Kristus".

Jadi, dari dua kalimat tersebut, kita bisa memahami mengapa SABDA begitu antusias, begitu mencurahkan energi yang sangat besar ke dalam upaya penyediaan bahan-bahan Alkitab, karena Yayasan Lembaga SABDA memandang bahwa PA yang bertanggung jawab adalah kebutuhan utama seorang Kristen untuk bertumbuh dalam Kristus. Dari dua pernyataan itu, kita juga bisa melihat juga bahwa apa yang dipaparkan oleh Saudara Evie dan juga Saudara Ody, itu juga salah satu bentuk konkret dari core value yang dipegang oleh SABDA.  

Dalam mencari core value yang saya coba selidiki itu, ada satu hal yang juga muncul bahwa SABDA memandang membaca Alkitab dan pendalaman Alkitab itu bukan sesuatu yang lama. Membaca Alkitab dan pendalaman Alkitab adalah sama-sama adalah bagian dari Bible intake, tetapi dalam bagian yang berbeda karena Bible intake itu satu upaya untuk memasukan Alkitab atau kebenaran Firman ke dalam kehidupan kita. Nah, hal itu memiliki beberapa cara.

Yang pertama adalah membaca, mendalami, menghafal, merenungkan, dan mendengar. Kalau diibaratkan sebagai proses input output. Proses inputnya adalah kelima hal ini, sedangkan proses outputnya adalah perubahan cara hidup, perubahan hati, dan juga tindakan nyata dalam kehidupan orang Kristen.

Saya akan membahas sedikit tentang alat-alat pendalaman Alkitab yang juga diusahakan oleh SABDA. Begitu banyak yang diberkati oleh bahan-bahan ini, terutama yang dipakai dalam Pendalaman Alkitab, yaitu Alkitab bahasa asli, Ibrani, dan Yunani. Kemudian, Alkitab Multiversi yang berbicara tentang multibahasa dan multijenis. Multibahasa ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa jenis, dalam bahasa Inggris juga banyak jenisnya, dan juga dalam bahasa suku juga.

Nah, sementara ketika kita berbicara dengan multijenis, berarti berbicara tentang model penerjemahannya, bentuk penerjemahannya, apakah harfiah dan juga formal, ataukah  lebih dinamis atau parafrasa. Kemudian, kita juga membutuhkan bahan-bahan biblika, yaitu literatur pendukung seperti kamus, tafsiran, bahkan peta untuk menolong kita memahami bagian Alkitab yang sedang kita pelajari. Dan, yang tidak lupa adalah catatan pribadi. Kita dapat melakukannya dengan mencatat di buku atau jurnal atau dilakukan dan disimpan secara online. Kita juga memiliki cloud, entah itu rekaman berupa audio atau teks, sebab kita membutuhkan catatan pribadi untuk merekam apa yang kita pelajari. Dengan demikian, apa yang kita pelajari itu bisa kita mendarah daging dalam kehidupan kita, atau membumi. Jadi, itu semua tidak hanya berfungsi sebagai satu pengetahuan, tetapi benar-benar kita jaga sebagai satu harta karun yang berharga.

Nah, bukan hanya alat-alat bantu yang kita butuhkan dalam pendalaman Alkitab, melainkan juga sebuah metode. Metode pendalaman Alkitab ini secara sederhana definisinya adalah cara memahami Alkitab agar kita dapat hidup sesuai dengan kebenarannya. Ada begitu banyak metode pendalaman Alkitab, dan melalui situs ayo-pa.org, SABDA mendaftarkan sekitar 11 metode yang dipakai untuk mendalami Alkitab yang juga memiliki berbagai tujuan.

SABDA mempunyai dua metode yang unik, yaitu metode S.A.B.D.A. dan metode A.L.A.T..  SABDA memiliki Anda Punya Waktu, yang berbasis pada audio. Juga ada metode-metode lain yang menolong kita untuk mencari aspek-aspek tertentu dalam Alkitab supaya kita pelajari, dan menjadi satu bagian dalam diri kita sehari-hari. Kita bisa hidup sesuai dengan kebenaran Alkitab.

Nah, kita akan masuk ke dalam pentingnya PA dan gereja. Ketika saya mengatakan tentang PA, PA itu adalah satu semangat untuk hidup sesuai dengan firman Tuhan. Kita berusaha menggali, mendalami, dan menghidupinya dalam kehidupan sehari-hari. Itu adalah semangat sebagai orang Kristen untuk hidup ke arah kedewasaan dalam Kristus.

Dan, ketika saya bicara tentang gereja, gereja adalah satu wadah tempat orang-orang Kristen berkumpul. Orang-orang percaya, orang-orang berdosa yang diselamatkan dan disucikan oleh Kristus yang berkumpul dalam satu komunitas untuk saling mendukung dan saling belajar supaya kehidupannya saling terjaga. Dan, terlebih lagi tidak hanya terjaga dalam satu lingkungan, tetapi mereka juga akan keluar, akan menjangkau, akan menarik orang-orang di sekitarnya untuk mengenal Kristus yang menyelamatkan mereka.

Nah, kita akan melihat dari sisi pertumbuhan iman.

Pentingnya PA dan gereja dari sisi pertumbuhan iman yang pertama-tama adalah mengukuhkan iman. Kita tahu bahwa kita sudah diselamatkan oleh Kristus, kita sudah tahu bahwa kita ditebus oleh darah Kristus, tetapi sering kali kita lupa, sering kali kita goyah akan keadaan, akan banyaknya pengajaran di luar sana yang menggoyahkan iman. Nah, gereja dan PA akan menolong kita untuk tetap firm, tetap teguh dalam pengajaran itu.

Yang kedua, menanamkan bahwa keselamatan hanya ada dalam Kristus. Kita tidak membutuhkan perantara yang lain, kita tidak membutuhkan pribadi yang lain, bahkan kurban yang lain untuk membayar dosa-dosa kita. Hanya Kristus, dan itu hanya bisa dilakukan di dalam gereja. Mungkin, satu orang bisa bertahan ketika dia menghadapi terpaan dan godaan ketika berada di luar sana. Akan tetapi, untuk berapa lama? Ketika dia dalam gereja, dalam persekutuan, dalam komunitas, dia memulai perjalanan yang tidak hanya menolong dirinya sendiri, tetapi juga menolong orang lain.

Nah, yang terakhir mendidik orang dalam kebenaran. Ini juga termasuk menegur dan mengingatkan, dan itu juga berbasis pada Alkitab. Bukan sekadar menegur karena melanggar norma atau melanggar kesopanan, tetapi juga melanggar apa yang sudah diperintahkan oleh Tuhan. Kalau kita tidak punya satu komunitas yang berdiri di atas pengajaran dan kebenaran Alkitab, kita tidak hanya melepaskan satu sauh, satu tembok pelindung yang aman. Jika kita bersikap seenaknya sendiri, juga tidak ada yang akan mengingatkan kita. Kita tidak menjadi orang Kristen yang bertanggung jawab.

Kemudian dari sisi pengajaran.

Pertama-tama, PA dan gereja sangat menolong untuk membangun "familiarity" terhadap firman Tuhan, keterbiasaan. Ketika orang Kristen berada dalam satu komunitas, mereka akan terbiasa mendalami Alkitab, mereka akan memiliki satu keterbiasaan dan itu akan membangun suara Roh Kudus dalam hati mereka. Ulangan 6:6-9 mengajarkan bahwa Firman yang diulang-ulang ketika berdiri, ketika duduk, ketika dalam perjalanan, itu semata-mata bukan hanya sekadar mengulang, tetapi memberi satu familiaritas terhadap firman Tuhan itu. Sehingga, ketika hal itu dibutuhkan dalam hal genting, itu bisa langsung keluar, itu bisa langsung melindungi orang Kristen dalam pencobaan mereka sehari-hari.

Kemudian, dari sisi pengajaran, hendaknya PA dan gereja kritis terhadap Alkitab sebagai standar tertinggi. Dalam Kisah Para Rasul 17:11-12, kita bisa melihat ketika bahwa saat Paulus sudah sudah bertobat dan menerima Kristus, dia datang kepada jemaat di Berea. Dia memperlakukan jemaat di Berea itu berbeda dari jemaat-jemaat yang lain. Mereka dengan sukacita menerima pengajarannya, tetapi mereka membandingkannya dengan Kitab Suci, dengan apa yang dikatakan nabi-nabi dan apa yang dikatakan kitab Perjanjian Lama.  Dan, mereka tahu bahwa pengajarannya itu benar sesuai dengan apa yang dikatakan Kitab Suci. Jadi, ketika kita menegur atau membuat satu standar bukan berdasarkan pengertian atau hikmat seseorang, tetapi pada satu entitas atau Alkitab sebagai standar tertingginya. Bukan berdasar pada satu orang saja atau pemikiran seseorang.

Kemudian, pada sisi pengajaran. PA dan gereja menolong dan meluruskan pengajaran yang salah. Dalam Titus 1:9 dikatakan bahwa kalau kita hidup benar, kita hidup dalam pengajaran yang sehat, kita bisa memberi jawaban yang baik terhadap pengajaran yang bengkok, yang salah. Itu dari sisi pengajarannya.

Kemudian, dalam dari sisi ketaatan, PA dan gereja akan menolong kita untuk mengaplikasikan firman Tuhan. Dalam Yakobus 1:22-23 dikatakan ketika orang selesai membaca firman Tuhan, kemudian dia meninggalkannya, seperti orang yang setelah melihat cermin kemudian lupa dengan refleksinya sendiri. Akan tetapi, kalau kita berada dalam satu lingkungan, atmosfer PAnya kuat, atmosfir kebenaran firman Tuhan menjadi otoritas, kita seperti melihat cermin di diri orang lain, di diri anggota jemaat yang lain. Jadi, kita memiliki satu akuntabilitas untuk melakukan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Kita bisa "tertegur", atau mungkin tidak secara langsung ditegur. Akan tetapi, dari melihat sikap orang lain, cara hidup mereka sehari-hari, kita jadi bisa berpikir, "Oh, aku seharusnya hidup seperti mereka. Aku seharusnya belajar seperti mereka." Jadi, mendorong aplikasi firman Tuhan itu adalah suatu bentuk akuntabilitas dalam jemaat.

Kemudian, dari sisi ketaatan, kita juga melihat bahwa PA dan gereja penting untuk meneguhkan setiap orang dalam melakukan kebenaran. Itu berguna untuk meneguhkan saat  kita merasa bahwa melakukan kebenaran itu adalah sesuatu yang berat dan tidak ada hasilnya. Alkitab mengajar bahwa melakukan PA di gereja menolong kita untuk tetap berpegang pada kebenaran itu. Kita tidak bisa sendirian, kita membutuhkan orang lain. Kita membutuhkan Tuhan dan  Roh Kudus untuk tetap berpegang pada kebenaran, apa pun risikonya.

PA dan gereja juga menolong kita meneguhkan bahwa kita adalah murid Kristus, dan untuk hidup sebagai murid Kristus. Identitas kita adalah identitas yang sudah dimeteraikan dalam Kristus dan kita harus hidup sesuai dengan perintah-Nya, yaitu mengasihi. Mengasihi bukan hanya sekadar menerima, bukan hanya sekadar menoleransi, tetapi juga menegur dalam kasih, mengingatkan dalam kasih, bahkan "memberi hukuman dalam kasih" supaya orang tidak jatuh dalam pencobaan, supaya orang tidak jatuh ke dalam dosa mereka secara terus menerus, tetapi untuk mulai bertumbuh di dalam Kristus. Bertumbuh dalam kedewasaan. Dengan demikian, pada akhirnya, mereka juga boleh menolong orang lain.

Sekarang, bagaimana pandangan gereja terhadap pendalaman Alkitab?

Ketika mengajukan pertanyaan ini, saya mengajukannya kepada beberapa orang teman, baik di dalam SABDA maupun di luar. Secara umum, jawaban mereka itu bervariasi. Bervariasi dalam arti spektrumnya beragam.
 
Ada yang menganggap itu sebagai kebutuhan, ada yang menjadikannya program rutin, tetapi ada juga yang menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak penting. Akan tetapi, yang menarik adalah ketika saya menanyakan lebih jauh lagi, dan mereka ada yang menjawab bahwa PA sebagai kebutuhan dan program rutin. Banyak dari mereka bilang bahwa "di tempat kami, PA itu seperti persekutuan biasa". Maksudnya, berlangsung dalam satu arah. Lalu, PA yang diadakan juga tidak mengajarkan untuk menggali Alkitab, untuk membandingkan dengan terjemahan yang lain, bahwa ada buku-buku yang lain. Bahwa kita membutuhkan kamus, biblika, dan tools yang lain untuk ber-PA sehingga tidak hanya bersifat satu arah. Saya rasa, PA yang dijelaskan oleh teman-teman saya tadi tidak sama dengan definisi kita di awal. Bahwa menggali Alkitab itu membutuhkan banyak hal dan juga belajar untuk membangun keterampilan kita dalam menggali Alkitab itu.

Nah, ini membawa kita kepada tantangan yang dihadapi oleh gereja dalam melakukan PA.

Seperti yang saya bilang tadi bahwa gereja yang memandang sebagai kebutuhan atau memandang sebagai satu program rutin yang ujung-ujungnya seperti dikatakan teman-teman saya, yang hanya dipegang oleh satu orang. Meski, mungkin ada juga tantangan-tantangan yang membuat mereka mengambil solusi seperti itu. Dan, inilah tantangannya.

Yang pertama adalah tantangan dari dalam sendiri, yaitu kurangnya kesadaran tentang pendalaman Alkitab. Jadi, seperti teman saya yang menyamakan pendalaman Alkitab dengan kegiatan gereja biasa, seperti kulintang, paduan suara, atau bahkan kegiatan futsal. Jadi, kalau itu tidak diadakan pun, tidak masalah. Kemudian, yang kedua menjadi program rutin, tetapi tidak diperlengkapi untuk mempelajari Alkitab. Tidak diperlengkapi dengan berbagai tools dan skill yang perlu dipelajari sehingga kegiatan pendalaman Alkitab menjadi lebih bertanggung jawab.

Bahkan, ada teman-teman yang merasa bahwa mereka tidak memerlukan keterampilan pendalaman Alkitab karena sudah cukup dengan khotbah pendeta setiap minggu. Kasus lain, ada yang mengatakan bahwa gap pengetahuan firman Tuhan antar jemaat yang cukup jauh. Jadi, dalam satu gereja, ada yang sama sekali tidak memahami firman Tuhan, sementara pada sisi lain ada pula mahasiswa teologi yang tahu tentang Alkitab. Nah, keduanya ini akan dikelompokkan seperti apa? Itulah beberapa tantangan yang menjadi persoalan dalam membuat PA di gereja.

Kemudian, sumber daya yang tidak memadai. Gereja tidak memiliki pengerja yang cakap dan cukup. Jadi, tidak cukup orang untuk memberikan pengajaran. Tidak cukup orang memberikan kegiatan pendalaman firman Tuhan. Gereja juga tidak punya dana untuk memberikan, untuk menyediakan bahan yang dibutuhkan guna aktivitas ini.  Tantangan eksternalnya termasuk biblical poverty. Ini beberapa kali dibahas di SABDA. Yang dimaksud kemiskinan bahan biblika: ketiadaan bahan-bahan biblika yang baik dalam bahasa setempat. Kita sering kali lupa ketika menerjemahkan bahan biblika, kita menerjemahkannya dalam bahasa Indonesia.

Kita juga melihat ada gereja-gereja yang kebanyakan jemaatnya tidak berbahasa Indonesia, yaitu mereka yang berbahasa Jawa, berbahasa Ambon, berbahasa Papua, dsb.. Banyak Alkitab berbahasa daerah yang tidak memiliki bahan-bahan biblika. Lalu, bagaimana mereka bisa ber-PA dengan baik kalau mereka tidak mengerti bahasa yang tersedia?

Lalu, ada pula masalah tentang mahalnya bahan-bahan biblika. Buku-buku yang baik, buku-buku yang tebal-tebal, mahal harganya. Kemungkinan banyak gereja tidak tahu bahwa itu sudah banyak tersedia di SABDA atau di tempat lain secara digital. Jadi, ketiadaan anggaran untuk tidak memiliki bahan-bahan biblika yang mahal jadi alasan banyak gereja atau orang yang tidak memilikinya.

Kemudian, tidak adanya akses bahan-bahan biblika yang lengkap, baik akses internet maupun ketika gereja berada di tempat terpencil. Selain tidak memiliki akses internet, mereka juga tidak memiliki sumber daya yang memadai. Itulah yang menjadi tantangan eksternal bagi gereja.

Ada pula tekanan dari dunia terhadap iman Kristen. Hal ini sudah kita bahas sebelumnya. Ketika kita hidup dalam mindset yang salah, kita akan menganggap bahwa PA itu tidak penting, Alkitab itu tidak penting. "Aku orang Kristen dan aku sudah diselamatkan, maka aku tidak perlu baca Alkitab," adalah salah satu mindset yang menghalangi kegiatan PA di gereja.

Yang kedua, ketidaksukaan oknum-oknum tertentu terhadap kekristenan secara umum, yang bahkan menjurus kepada tindak kekerasan. Hal ini bisa dilakukan oknum pribadi, bisa oleh lingkungan, bahkan bisa pemerintah. Ada banyak tempat ketika menjadi orang-orang Kristen berarti bertaruh nyawa. Semua itu menjadi faktor-faktor yang menghambat kegiatan PA di gereja atau dalam satu komunitas. Jika tidak secara daring/online, mungkin tidak bisa dilakukan. Bahkan, mungkin online pun bisa dilacak. Nah, itu menjadi tantangan bagi gereja untuk memperlengkapi dan menyediakan asupan makanan rohani bagi orang-orang di tempat-tempat seperti itu.

Ada satu lagi tantangan yang terbaru. Ada satu momen yang terjadi kepada kita semua, saat banyak gereja sudah menyiapkan program-program gereja dan program pelayanan untuk tahun 2020. Akan tetapi, pada Maret 2020, tiba-tiba semuanya berubah begitu saja. Ini menjadi tantangan yang tidak hanya bersifat lokal, tetapi global. Seluruh gereja di dunia menghadapi hal yang sama. Tidak hanya orang Kristen, orang-orang dalam dunia bisnis, orang-orang di pemerintahan, semua tergagap-gagap ketika berhadapan dengan masalah ini. Akan tetapi, bagi gereja, ini seharusnya menjadi hal yang tidak begitu asing. Sebab, kita melihat dalam Kisah Para Rasul bahwa dalam krisis apa pun, gereja dipanggil untuk tetap memberitakan Injil. Di tengah situasi yang buruk, gereja dipanggil untuk memberitakan Kabar yang Baik. Bahwa ada satu Pribadi, ada satu Kebenaran yang akan membebaskan kita. Mari kita baca dalam Kisah Para Rasul 8:1 dan 4, "Pada hari itu, suatu penganiayaan yang besar terjadi terhadap semua jemaat di Yerusalem, dan mereka semua terpencar ke wilayah-wilayah Yudea dan Samaria."

Demikian juga halnya dengan kita hari ini. Kita berada di rumah masing-masing, kita berada di tempat masing-masing, terpisah satu sama yang lain. Lalu, apa yang dapat kita lakukan?  "Lalu, mereka yang telah terpencar itu berkeliling sambil memberitakan Injil." (ayat 4) Ini adalah satu tantangan bagi kita. Bukan satu tantangan yang menghambat, tetapi suatu ajakan bagaimana reaksi gereja terhadap situasi ini. Apakah kita cukup menjadi satu "penyedia" konten bagi yang lain saat kita berada dalam masa-masa seperti ini? Apakah kita harus berkompetisi dengan dunia yang sudah terbiasa memberikan video, entertainment, edutaiment, bahkan religitaiment, kadang-kadang. Apakah gereja harus menjadi penyedia konten yang lain? Apakah kita harus mengikuti arus dunia?

Ya. Saya akhiri materi ini dengan satu pernyataan serta pertanyaan. Pernyataannya, gereja Tuhan sedang berada dalam buku sejarah. Kita akan dibaca oleh orang-orang kristen 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun yang akan datang. Pertanyaannya, apakah yang akan ditulis tentang kita pada saat ini?