Di zaman sekarang ini, begitu banyak orang yang sudah menikah sering kali mengalami masalah dalam pernikahan. Sehingga kemudian orang-orang sering menyalahkan diri sendiri, menyalahkan pasangan, dan juga menyesalkan pilihannya atas pasangan hidup. Akan tetapi, bagi yang masih pacaran, sering kali ingin cepat masuk ke dalam pernikahan. Hal ini juga umum terjadi pada orang-orang percaya.

Perlu diperhatikan bahwa kita sebagai orang percaya, hendaklah tidak mengikuti norma-norma dunia ini. Biarkan Allah membuat pribadi kita menjadi baru agar kita dapat mengetahui kehendak Allah -- yaitu apa yang baik, yang menyenangkan hati-Nya dan yang sempurna. Jadi saat orang Kristen berpacaran, tentu saja tidak boleh mengikuti norma dunia ini. Kita harus mengikuti citra diri kita sebagai manusia yang baru, mengikuti kemauan Allah yang baik, yang menyenangkan hati-Nya dan yang sempurna. Jadi walaupun hidup kita tidak bisa dipisahkan dari segala peristiwa yang terjadi di dunia atau lingkungan sekitar kita, tetapi kita dapat menjalani hidup dengan cara yang berbeda, termasuk soal pacaran dan mencari pasangan hidup.


5 Persepsi yang Salah Tentang Pacaran Kristen:

1. Konsep pacaran tidak ada di Alkitab.
Pacaran adalah prodak budaya masa kini. Memang benar bahwa pacaran tidak ada di dalam Alkitab. Budaya pada zaman Alkitab ditulis berbeda dengan budaya di zaman sekarang. Pada zaman itu, pernikahan dilakukan antar keluarga atau saudara jauh. Kedua mempelai dipertemukan dan ditetapkan oleh keluarga untuk menikah. Sementara di zaman sekarang, salah satu cara untuk orang saling mengenal satu sama lain adalah dengan berpacaran. Satu hal yang harus dipahami adalah bahwa produk budaya tidak selalu buruk. Dalam banyak hal, kita sebagai orang percaya juga menggunakan produk budaya lain, seperti internet. Apakah hanya karena bukan merupakan produk budaya pada zaman Alkitab ditulis, maka kita menolak semua hal yang sebenarnya dapat digunakan untuk kemuliaan Tuhan juga? Produk budaya hanyalah alat, kita dapat menggunakannya dengan bertanggung jawab atau juga sebaliknya.
2. One and only
Ketika berbicara tentang pasangan hidup, Alkitab hanya memberikan 2 prinsip umum. Pertama harus seiman, hal ini tidak bisa ditawar. Kita tidak pernah dipanggil untuk pacaran dalam rangka penginjilan. Jadi jika pacaran dalam konteks untuk persiapan pernikahan, maka pastikan pasangan kita seiman. Dan yang kedua, firman Tuhan dalam kitab Kejadian mengharuskan pasangan kita sepadan. Sepadan yang dimaksud juga jelas harus berbeda gender.
Maka yang disebut jodoh adalah orang-orang yang berada di ruang temu antara kehendak Tuhan dan selera manusia. Sesuai kriteria yang Tuhan tetapkan, seorang percaya akan mencari pasangan yang seiman, sepadan, dan berbeda gender. Akan tetapi setiap orang memiliki preferensi masing-masing mengenai pasangan yang diinginkan. Jadi, kehendak Tuhan masih memberikan ruang bebas yang luas bagi kita untuk memilih. Maka dari itu, jodoh kita kemungkinan tidak hanya terpaku pada satu orang saja. Pasti ada beberapa orang dengan yang cocok dengan kriteria Tuhan dan preferensi kita. Terutama jika pergaulan kita cukup luas, kita akan menemukan orang-orang yang mencintai Tuhan, berbeda gender dengan kita, dan kita merasa cocok dengannya. Karena itu kita harus memilih baik-baik tanpa tergesa. Kita juga harus memperluas pergaulan. Lakukan banyak kegiatan-kegiatan yang baik dan membangun dalam hidup kita, agar kita juga bertemu dengan calon pasangan yang baik.
3. Love at the first sight
Sangat sulit dibayangkan bahwa kita dapat jatuh cinta pada pandangan pertama. Yang mungkin terjadi adalah kita suka pada pandangan pertama, tetapi suka tidak berarti cinta. Awalnya kita hanya tertarik dan terpesona saja, tetapi kita belum mengenal orang tersebut. Setiap kita juga harus waspada ketika berelasi jarak jauh, berkenalan lewat medsos. Hal ini dikarenakan interaksi yang terjadi tidak disertai proses perkenalan yang natural.
Jika suatu hubungan digambarkan sebagai rumah, maka setiap orang yang baru berkenalan dengan kita, kita persilakan untuk duduk di teras. Jika sudah semakin kenal dan merasa cocok, barulah kita ajak untuk masuk ke dalam ruang tamu, ruang keluarga, dsb. Hampir tidak mungkin kita membuka seluruh rumah kita untuk orang yang baru kita kenal. Betapa banyak ruang pengenalan yang diloncati jika kita memutuskan dengan tergesa untuk membina hubungan serius dengan orang yang baru kita kenal. Jika waktu untuk saling mengenal ini dilewatkan, akan ada banyak hal yang terungkap di akhir dan berujung pada penyesalan. Jadi, dalam mencari pasangan, carilah dengan sikap menunggu yang sabar. Perlu diingat bahwa pernikahan bukanlah drama seumur hidup, pernikahan adalah persahabatan seumur hidup. Jangan sampai kita menikahi/memacari orang yang bahkan tidak bisa jadi sahabat kita.
4. Pacaran hanya satu kali dan lalu menikah.
Terdapat dua resiko serius terkait prinsip semacam ini. Resiko pertama adalah belum tentu orang yang pacaran dengan kita merasa cocok dan akhirnya mau menikah dengan kita. Resiko yang kedua adalah jika prinsip semacam ini dipegang teguh ketika berada dalam hubungan yang tidak sehat (penuh pertengkaran, bullying, dan bahkan kekerasan fisik), maka hal itu tidaklah benar. Dalam hal ini, sangatlah tidak dibenarkan untuk bertahan dalam hubungan yang tidak sehat hanya karena prinsip pacaran sekali seumur hidup.
Tentu saja hal ini bukan berarti membenarkan kita untuk gonta-ganti pacar terus menerus. Kembali ke poin ke-3 di atas, manfaatkan waktu yang ada untuk saling mengenal sebelum memutuskan pacaran/menikah. Proses saling mengenal ini juga terbagi menjadi beberapa bagian/wilayah:
   a. Pertama, wilayah rasional. Apakah dalam berkomunikasi "nyambung". Secara rasional, pasangan yang sepadan harus dapat bertukar pikiran dan gagasan. Hal ini bukan berarti bahwa gelar akademiknya harus setara.
   b. Wilayah kecocokan yang kedua adalah emosi. Apakah kedua pihak merasa saling nyaman saat bersama. Ataukah salah satu atau keduanya merasa terancam dan tidak menjadi diri sendiri. Ada banyak orang yang berkata bahwa selama pacaran merasa ketakutan. Takut salah, takut kurang sempurna dan takut membuat pasangannya marah. Ketakutan ini banyak macamnya, dan Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa di dalam kasih tidak ada ketakutan. Kasih dan ketakutan tidak bisa berada di ruang yang sama. Jadi, jika dalam suatu hubugan, kita merasa nyaman untuk menjadi diri kita sendiri, maka kriteria ini terpenuhi.
   c. Kriteria yang lain adalah cocok secara sosial. Apakah komunitas kita menilai bahwa pasangan kita cocok dengan kita. Komunitas adalah orang-orang yang lama mengenal kita, jadi mereka adalah orang-orang yang dapat mengafirmasi kecocokan kita dengan pasangan kita. Jika 9 dari 10 orang di komunitas berkata bahwa kita dan pasangan kita tidak cocok, maka perlu hati-hati. Akan tetapi jika hanya 1 orang yang berkata tidak cocok, maka harus diselidiki. Mungkin dia adalah mantan yang sakit hati. Jadi, memiliki pasangan yang cocok secara sosial akan memperluas pergaulan kita. Teman-temannya menjadi teman kita, teman-teman kita juga menjadi temannya. Dalam hubungan, pasangan juga tidak akan melarang kita untuk bergaul dengan siapa saja. Ada rasa percaya yang terbangun, dan tidak cemburu ketika kita sedang bersama dengan teman-teman kita. Pasangan yang cocok secara sosial juga akan melibatkan dirinya di komunitas kita. Dia akan ingin mengenal teman-teman kita dan menghargai teman-teman kita karena mereka adalah bagian penting dari hidup kita juga.
   d. Kecocokan spiritual. Apakah hubungan pacaran kita dapat membawa kita lebih dekat kepada Tuhan? Kita dapat tahu apakah pasangan kita mengasihi Tuhan dan menghargai kita dengan melihat apakah ia dapat mengendalikan dirinya. Kualitas spiritual pasangan kita menentukan hubungan apakah dia membawa kita lebih dekat kepada Tuhan.
   e. Yang terakhir, adalah cocok secara fisik. Yang dimaksud di sini bukan berarti dia harus cantik atau tampan. Yang dimaksud di sini adalah bahwa kita tidak merasa malu berjalan di sebelahnya. Jika ada ketidaknyamanan berada di dekatnya, dan jika kita merasa terganggu karena penampilan fisiknya, berarti ada ketidakcocokan dalam hal fisik dan hal ini berpotensi untuk menimbulkan masalah dalam hubungan.
   Kelima kecocokan ini harus dipertimbangkan matang-matang. Kecocokan ini tidak bisa diketahui tanpa masa pengenalan yang cukup. Jadi berteman dan bersahabatlah dengan baik, karena kandidat terbaik untuk pasangan hidup kita adalah salah satu dari sahabat kita. The best things we can do in our marriage adalah ketika kita berkata hari ini bahwa, "Saya menikahi salah satu sahabat saya." Ingat pernikahan adalah persahabatan seumur hidup, bukan drama seumur hidup.
5. Salah persepsi tentang pacaran yang terakhir adalah ketika kita berpikir bahwa seks adalah bagian yang tak terhindarkan dari pacaran, dan kecocokan dalam hal seksual harus terkonfirmasi selama pacaran. Peringatan Alkitab sudah sangat jelas bagi setiap orang percaya. Jangan merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya. Dalam 1 Korintus 13 juga kita belajar bahwa kasih tidak melakukan yang tidak sopan, dan tidak mencari keuntungan sendiri. Dengan kata lain masih ada pengendalian diri selama masa pacaran. Jadi keintiman selama masa berpacaran harus dibatasi agar kemudian di masa pernikahan tidak ada penyesalan.


Bagaimana membedakan antara cinta dan nafsu?

Nafsu bekerja dengan 3 prinsip:
1. Nafsu membesarkan ego diri sendiri dan mengecilkan kehadiran orang lain.
Orang lain dilihat seperti barang pemuas dari keinginan hawa nafsu. Nafsu tidak melihat orang lain sebagai pribadi yang setara dengan kita.
2. Nafsu selalu ingin mendapatkan pemuasan, dan tidak memuliakan Tuhan.
Nafsu selalu ingin dipenuhi, tidak hanya tidak memandang orang lain penting dan berharga, namun juga tidak peduli apakah tindakannya dapat memuliakan Tuhan atau tidak.
3. Nafsu selalu ingin dipuaskan sekarang juga.
Penundaan menyebabkan rasa tidak nyaman. Sehingga nafsu yang egois itu akan memaksa untuk dipuaskan saat ini juga. Nafsu tidak mau menunggu.


Apa yang hilang jika seks dilakukan pra-nikah?

1. Kemurnian tujuan berpacaran yaitu proses saling mengenal.
2. Kepercayaan pada pengendalian diri sendiri dan pasangan.
3. Rasa hormat kepada pasangan.

Oleh sebab itu, ingatlah prinsip yang mendasar ini: Apapun yang kita lakukan, kita makan atau minum, lakukanlah semuanya itu untuk memuliakan Tuhan. Tujuan hidup kita jelas, selama masa pacaran pun jelas yaitu untuk memuliakan nama Tuhan.