Dalam artikel sebelumnya, kita sudah membahas tentang Digital Quotient, yang dalam arti sekulernya adalah kebutuhan utama identitas budaya manusia pada zaman ini. Mengapa dikatakan demikian? Karena segala sesuatu yang kita hadapi sekarang ini, baik di dunia maya maupun dunia nyata, tergabung menjadi satu, yang disebut dengan dunia digital. Digital Quotient adalah gabungan antara kecerdasan literasi dan kedewasaan dalam menggunakan digital.

Dalam artikel setelahnya, kita juga membahas tentang Biblical Digital Quotient. Yang di dalamnya kita membahas tentang nilai-nilai IQ, EQ, SQ, dan DQ yang harus dimiliki oleh seorang Kristen. Nilai-nilai tersebut tidak berasal dari dunia dan diri sendiri, tetapi berasal dari Allah, yang dianugerahkan bagi kita. Segala sesuatu yang kita dapatkan, yang kita miliki untuk bernavigasi, untuk hidup, dan beroperasi dalam dunia digital, semuanya itu harus dikembalikan kepada Allah, yang merupakan pusat dari segalanya.

Christian Digital Quotient mengharuskan kita untuk mempunyai kedewasaan dan kecerdasan. Mengapa? Karena kita dituntut juga untuk melayani Tuhan di dunia digital ini. Kita tidak mungkin bisa melayani dengan efektif kalau kita tidak memiliki CDQ. Yayasan Lembaga SABDA mempunyai satu falsafah yang mewakili CDQ, yaitu IT4GOD. Tujuan dari falsafah ini adalah menggunakan segala platform teknologi untuk Kristus dan demi Kristus, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan pelayanan, semuanya ditundukkan kepada Kristus.

1. Biblical living
Sebagai orang Kristen, kita harus membaca Alkitab, beribadah, menumbuhkan iman, dan menumbuhkan kerohanian sehingga kehidupan kita tidak hanya berdasarkan tentang hal-hal teknologi, tetapi juga berdasarkan Alkitab yang ada di dalam digital tersebut. Jadi, kita harus membangun fondasi yang kukuh supaya bisa hidup sebagai orang Kristen yang sejati.

2. Biblical church
Pemuridan bukanlah tentang program gereja, melainkan bagaimana kita dapat mentransfer pengetahuan, pengalaman, dan teladan hidup dalam suatu relasi. Dan, relasi inilah faktor yang paling besar dalam pemuridan. Sebagai acuannya, kita bisa baca 1 Korintus 11:1; Yohanes 6:66-69, dan memakai konteks kehidupan sebagai sarana pemuridan, baik konteks per orang maupun konteks publik.

3. Biblical mission
Meskipun gereja sudah kehilangan seni pemuridan, Tuhan dapat memakai teknologi masa kini dan COVID-19 sebagai kesempatan untuk membangkitkan kembali seni pemuridan dalam tubuh gereja. Seperti yang dijelaskan dalam artikel sebelumnya, beberapa orang atau pendeta mengatakan bahwa pemuridan yang mereka lakukan saat ini bisa melalui WA, Zoom, dan Telegram, yang bahkan jadi membuka jalan-jalan baru, pengertian baru bagi orang-orang yang mereka pimpin sehingga pada masa pandemi ini, mereka tetap dapat bertumbuh dalam Kristus.

Teknologi pada era digital ini berbicara tentang keberanian untuk mengambil risiko, tidak hanya melihat sisi pelayanan di dunia nyata, kita harus berani melihat keluar, meregenerasi, dan terus belajar. Yang artinya harus ada sinergi di dalam gereja, keterhubungan antara generasi yang satu dengan generasi yang lain. Yang paling penting adalah fondasi dari semuanya adalah gereja yang alkitabiah dan aplikatif.

Ada 4 parameter untuk kita dapat mengukur kesehatan dari gereja:

1. Word and worship
2. Instruction
3. Fellowship
4. Evangelism

Baik itu word, instruction, dan fellowship, semuanya pasti berujung pada evangelism. Dan, itu tidak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga dilakukan secara digital, yang biasa disebut digital ministry dan digital mission.

Sebelum kita bahas lebih dalam "Misi + Gereja Pada Era Digital", pertama kita akan melihat kembali ciri-ciri dari gereja yang terbuka.
1. Gereja yang terbuka itu adalah gereja yang pertama.
2. Sadar bahwa dirinya tidak memiliki tujuan apa pun selain bermultiplikasi atau berbuah bagi Kristus dan buahnya tersebut dapat kita lihat di gereja kita masing-masing. Apakah buah dalam gereja kita hanya dalam artian secara fisik, gedung, atau fasilitas? Kita bisa menilai dari hal-hal tersebut.
3. Gereja yang terbuka, juga harus bisa melihat dunia yang terhilang dengan mata dan hati Kristus, bukan melihat dengan rasa takut, menutup diri, eksklusif, dll..
4. Dapat melihat kesempatan untuk melayani lebih jauh, memperlengkapi diri untuk melayani Kristus.
5. Gereja yang terbuka tidak takut berkolaborasi di dunia digital untuk melayani Kristus. Dari ciri tersebut, gereja yang terbuka pasti akan melakukan misi yang terbuka. Tidak hanya fokus pada biblical mission, yang serta merta menjadi hanya sebuah program, terus menjadi ciri khas dari sebuah gereja. Perlu kita ketahui, semuanya itu saling berkaitan dan saling memengaruhi.

Kalau kita bicara tentang misi, secara klasik misi selalu identik dengan lintas budaya, bahasa, batas, geografis, lokasi, generasi, usia, dan demografi sosial. Secara klasik, pengertiannya bagaimana kita melihat misi tersebut dalam dalam dunia digital, pada zaman sekarang ini.

Apa yang menjadi motivasi kita dalam bermisi dalam dunia digital?

1. M (Menyampaikan)
Di sini kita berbicara tentang apa yang kita sampaikan. Di atas, kita sudah membahas pelayanan misi identik dengan menjangkau secara lintas budaya, bahasa, lokasi, dll.. Semakin jauh jarak budaya, semakin banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Seperti memahami budaya, kita juga harus melihat bahwa, di dalam dunia digital ada begitu banyak hal yang bisa menolong kita untuk melakukan misi, menyampaikan apa yang Tuhan ingin sampaikan kepada orang-orang yang belum mengenal Dia.

2. I (Injil)
Kita bicara tentang apa yang kita sampaikan, yaitu kabar baik tentang karya Kristus, bukan misi atau tujuan kelompok kita sendiri atau gereja sebagai organisasi. Selain itu, kita juga berbicara tentang kabar baik dalam multiformat dan multimedia. Kalau dahulu kita bicara tentang Injil kepada orang secara lisan akan cepat hilang, dan kalau ditulis di kertas bisa rusak. Masuk ke zaman berikutnya, kertas sudah tidak terlalu menarik. Butuh gambar, suara, dll.. Kabar baik dalam multiformat dan multimedia adalah jalan untuk kita menyampaikan Injil kepada orang-orang yang belum mengenal Kristus.

3. S (Seluruh)
Ini berbicara tentang, kepada siapa Injil tersebut disampaikan. Ketika teknologi masih belum banyak dipakai, misionaris yang pergi menginjili misalnya dari Eropa ke Afrika, dari Eropa ke Asia, mereka perlu berpuluhan tahun mengalami keterasingan di tengah-tengah bangsa yang asing. Mereka tidak mengerti bahasa dan budaya mereka, hingga kadang berakibat stres. Akan tetapi sekarang, kita bisa melihat bahwa Tuhan memberikan teknologi supaya kita dapat menyampaikan Injil kepada seluruh bangsa, bahasa, dan suku dengan berkolaborasi supaya mereka mengenal Kristus.

4. II (Indonesia dan Internet)
Ini berbicara tentang ke mana dan di mana. I yang pertama adalah Indonesia. Kita orang Indonesia dan kita juga tahu bahwa Indonesia sekarang sudah digital, segala macam hal bisa kita bagikan dan akses di digital. Tahun 2020, pengguna internet di Indonesia membludak dan melebihi dari yang diperkirakan pada tahun 2018. Jadi, berbicara tentang mengabarkan Injil seluruh dunia dan bukan hanya ke Indonesia, kita sekarang sudah bisa menggunakan digital atau internet. Kita sudah bisa mengabarkan Injil, mencari tahu tentang suatu bangsa, dan mendoakan mereka. Semua sekarang sudah sangat mudah dilakukan melalui dunia digital. Dan, inilah yang menjadi misi kita, menyampaikan Injil ke seluruh Indonesia melalui internet atau dunia digital.

SABDA mempunyai e-Misi, yang sudah berdiri selama 20 tahun, yang artinya sudah 20 tahun yang lalu SABDA telah memikirkan misi dalam dunia digital. Platform ini dapat memperlengkapi, mengajar, dan menolong orang-orang melalui publikasi, situs, artikel, berita, dan doa, ketika ingin menyampaikan Injil.

Generasi digital yang sekarang adalah ladang terbesar untuk kita semua. Banyak orang yang tidak terjangkau, dan misi digital adalah salah satu cara untuk menjangkau mereka yang berada di dunia digital. Baik yang ada di dunia medsos dan gaming, kita perlu menjangkau mereka bagi Kristus.

Fokus misi digital juga berbicara tentang HP yang kita gunakan setiap harinya. HP merupakan alat yang dapat kita pakai untuk mengabarkan Injil. Selain untuk menonton film, kita juga dapat memakai alat ini untuk mendengarkan audio dalam bahasa suku. Supaya ketika kita duduk di samping seseorang dan kita mendengar logatnya berbeda, kita langsung bisa mencari tahu dia suku apa. Kemudian, itulah yang akan menjadi awal dari percakapan kita dengan orang tersebut, hingga kita dapat menginjilinya. Misi bagi gereja Tuhan belum berakhir, bahkan bisa dikatakan akan semakin sulit. Karena kita bukan lagi menginjil di satu dunia, melainkan ada dua dunia, yaitu dunia nyata dan dunia digital. Untuk itu, peran dari anak muda sangat kita butuhkan, sebagai generasi penerus dari gereja.

Anak muda yang dibutuhkan gereja saat ini:
1. Anak muda yang akan menjadi pewaris gereja.
Anak muda sekarang adalah orang-orang yang akan membawa gereja ke masa depan. SABDA biasa menyebut, pemuda adalah Daniel Generation. Mereka adalah anak-anak digital dan sudah sejak lahir hidup di dunia digital.

2. Anak muda yang alkitabiah.
Anak muda yang berdiri dalam kebenaran Alkitab, menghormati Alkitab, dan selalu belajar dari Alkitab.

3. Anak muda yang nasionalis.
Kita tidak hanya berbicara tentang Indonesia. Seperti yang tadi sudah kita bahas, ada dua kewarganegaraan, yaitu dunia nyata dan dunia digital. Namun, ada satu lagi yang menjadi tambahan, yaitu Kerajaan Allah. Orang-orang yang nasionalis dan yang memandang kepentingan Kerajaan Allah adalah anak muda yang sangat kita butuhkan saat ini.

4. Anak muda yang injili
Anak muda yang memandang Injil tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi bagaimana pada zaman ini, dengan skill yang ada, bisa dipakai untuk menyatakan Injil kepada orang-orang yang membutuhkan.

5. Anak muda yang excellent
Anak muda yang dalam kehidupannya sehari-hari skill-nya dipandang oleh dunia akan sangat dibutuhkan oleh gereja untuk membawa gereja ke masa depan.

6. Anak muda yang layak untuk melayani
Anak muda yang layak di sini maksudnya adalah anak muda yang learning leaders. Mereka mau belajar dari generasi tua, tetap mau diajar, mau melihat bahwa perubahan pasti terjadi, dan tetap berkomitmen melayani Tuhan.

Seperti yang tertulis dalam Yohanes 4:35, yang mengatakan bahwa musim menuai akan tiba, saat inilah maksud dari ayat tersebut. Saatnya telah tiba untuk kita membawa gereja dan nilai-nilai kekristenan itu ke masa depan, dengan cara digital dan tentunya tidak lepas dari peran kita semua.