Mari kita ingat bahwa hakikat gereja itu ada lima. Saya merujuk kepada firman Tuhan dan juga apa yang disampaikan oleh para pendidik Kristen maupun pakar-pakar gerejawi. Hakikat gereja adalah menyelenggarakan liturgi atau ibadah. Jadi, pasti ada ibadah atau penyembahan kepada Tuhan. Lalu, juga ada melaksanakan pengajaran tentang Tuhan dari setiap kegiatan-kegiatan yang diadakan melalui ibadah dan lain sebagainya. Kemudian, juga memungkinkan adanya persekutuan. Walaupun saat ini adalah masa pandemi COVID-19 dan persekutuan kita dilakukan secara virtual, tetapi saya kira tetap dapat dilaksanakan karena kita dapat saling mendoakan dan lain sebagainya.  Ada pula pelayanan atau diakonia. Jadi, tidak hanya memperhatikan dukungan saja, tetapi juga memperhatikan saudara-saudara lain yang membutuhkan pelayanan sosial. Dan, kemudian juga penginjilan. Namun, bagian yang kelima ini kerap kali tidak atau sedikit yang melaksanakannya.

Nah, kita akan lihat bersama-sama definisi dari Injil itu apa. Ketika kita bertanya, mungkin kepada anak-anak, guru-guru sekolah minggu, atau orangtua, mereka akan menyebut kitab Matius, Lukas, Markus, atau Yohanes atau keempat Injil dalam Perjanjian Baru.

Melihat dari akar katanya: Injil itu aadalah berita indah atau Euangelion. Kemudian, ada juga yang mengatakan Injil itu adalah penggenapan janji Allah seperti kita lihat dalam Perjanjian Lama, di mana Tuhan menyatakan janji-janji keselamatan-Nya melalui pernyataan para nabi-Nya dan itu digenapi dalam diri Tuhan Yesus. Di bagian yang keempat, Firman menjadi manusia, seperti yang kita lihat dalam Roma 1:3-4, dan juga Yohanes 1:1-5, yang menunjuk kepada Tuhan Yesus Kristus. Kemudian juga, Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan, Roma 1:16. Dan, ini dipertajam oleh Rasul Paulus dalam 1 Korintus 5:4 bahwa Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan karena Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan yang tertulis dalam Kitab Suci atau nubuatan para nabi.

Mengapa Injil itu harus disampaikan kepada anak-anak, bukan hanya kepada orang dewasa? Apa sebabnya? Kita akan lihat dulu dasar teologisnya.

1. Karena sesuai dengan Amanat Agung Matius 28:18-20. Di sana dijelaskan ada satu mandat yang sangat penting, yaitu pergilah, selamatkanlah orang atau setiap orang yang kita beritakan itu untuk menjadi murid Kristus. Lalu, dalam Markus 16:15 Tuhan Yesus sendiri memberikan tugas yang sangat penting ini kepada kita. Jadi, kalau kita percaya kepada Tuhan Yesus, kita akan melakukan amanat tersebut. Banyak orang berkata, "Saya ingin melakukan kehendak Allah," tetapi kalau terkait dengan penginjilan, memberitakan Yesus yang telah menyelamatkan, ini kerap kali tidak kita lakukan.

2. Karena Penginjilan kepada anak adalah kehendak Allah. Matius 18:14 mengatakan bahwa Bapa di surga tidak menghendaki satu anak pun terhilang. Artinya, Bapa di surga tidak mau satu anak pun tidak memiliki hidup kekal di surga. Kalau satu anak saja tidak dikehendaki oleh Allah terhilang, tidak masuk dalam Kerajaan Surga, apalagi kalau jumlahnya 10, 50. Biasanya anak-anak di sekolah minggu kita jumlahnya lebih dari 5 ya. Walaupun saya pernah melayani sebuah perintisan dan jumlah yang saya layani memang hanya sedikit sekitar 4-5 anak, tetapi satu pribadi saja sangat berharga dan kita harus melayankan Injil kepada mereka.

3. Karena setiap anak terhilang. Kita tahu, dalam Mazmur 51:7 menyatakan bahwa keberadaan setiap orang adalah berdosa ketika ia masih berada dalam kandungan. Ketika sudah ditanamkan seorang janin pada rahim ibu, maka di situlah mulai terjadi kehidupan dan di situlah mulai diwarisi dosa dari Adam dan Hawa. Dan, diperjelas lagi dalam Roma 3:23 dan Roma 5:12-19, bahwa semua orang telah berbuat dosa. Bukan hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Bukan hanya yang sudah lahir yang kita layani di sekolah minggu, tetapi juga yang masih dalam kandungan.

4. Karena sudah menjadi tugas umat dewasa, tugas orangtua, tugas guru-guru sekolah minggu, tugas para pendeta untuk membimbing setiap anak mengenal siapa Tuhan yang kita sembah. Kemudian, anak itu akan mengimani dan mengingat Tuhan seumur hidupnya. Inilah yang dilakukan oleh para orangtua sesuai dengan Ulangan 6:4-9. Orang Yahudi melakukan hal ini. Mereka memperkenalkan anak-anak kepada Tuhan, kapan saja. Di mana? Ketika dalam pembaringan, mereka bercerita tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang besar. Ketika dalam perjalanan, ketika sedang duduk, segala sesuatu yang dibicarakan difokuskan kepada Tuhan. Dan, masa pandemi COVID-19 ini merupakan suatu kesempatan besar bagi para orangtua  untuk ngobrol-ngobrol soal Tuhan kepada anak-anak.

   Bicara soal COVID, katakan kepada anak-anak, bahwa kita takut tertular. Akan tetapi, kita bisa membawa dan meyakinkan mereka bahwa Tuhan Mahakuasa, Tuhan sanggup menolong kita, dan lain sebagainya. Efesus 6:4 serta 2 Timotius 3:15 menjelaskan tentang bagaimana para pemimpin gereja yang dipercayakan untuk memimpin jemaat, salah satu syarat adalah anak-anaknya merupakan anak-anak yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.

5. Ada dalam 1 Korintus 2:14 dan 2 Korintus 3:5-6 yang menjelaskan tentang status anak. Ada tiga status yang dijelaskan oleh Rasul Paulus. Orang yang masih duniawi artinya dia masih belum mengenal Tuhan Yesus. Kalau digambarkan dalam lingkaran, orang tersebut masih berada di luar lingkaran, dan kita beritahukan kepada anak-anak kita bahwa supaya dia bisa masuk dalam lingkaran tersebut, terhisap sebagai warga Kerajaan Allah, adalah karena percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat. Sehingga, statusnya dari manusia duniawi akan berubah menjadi manusia rohani. Jadi, itu adalah dasar mengapa kita mewartakan Injil atau melayankan Injil kepada anak.


Nah, yang menjadi pertanyaan adalah apakah bisa? Saya sering menanyakan hal ini kepada para pemimpin gereja atau orang dewasa. "Menurut Anda, kalau kita menyampaikan karya penebusan bahwa Yesus menderita disalib untuk menghapus dosa, tepatnya disampaikan pada usia berapa?" Dan, rata-rata menjawab 12 tahun ke atas serta 15 tahun ke atas. Nah, kita akan melihat apa yang disampaikan oleh Tuhan Yesus. Ajaran Tuhan Yesus tentang hal ini ada dalam Injil Matius 18:1-14, juga dalam Markus 9-10. Dapat kita lihat dalam pasal 10, saat Tuhan Yesus hidup dan melayani di dunia, Tuhan Yesus juga mengajar murid-murid-Nya tentang pentingnya melayani anak-anak. Itu dikatakan-Nya agar murid-murid-Nya tidak abai. Oleh karena itu, saat orangtua membawa anak-anak, lalu murid-murid-Nya berusaha untuk menghalangi-halangi mereka,  Tuhan Yesus berkata, "Biarkanlah anak-anak itu datang kepadaku, jangan menghalang-halangi mereka."  

Jadi, ada kuliah khusus. Ada mata kuliah khusus yang disampaikan oleh Tuhan Yesus tentang pentingnya memperkenalkan anak-anak kepada Tuhan. Mengapa? Sebab, Tuhan Yesus datang juga untuk mencari dan menyelamatkan anak-anak. Mengapa? Di awal kita sudah melihat bahwa anak-anak juga terpisah dari bagian orang-orang yang terhilang. Juga, setiap anak mempunyai potensi sebagai pewaris Kerajaan Surga. Itu sebabnya Tuhan Yesus memakai atau mengambil seorang anak kecil. Barangsiapa yang ingin masuk ke dalam Kerajaan Allah, ia harus seperti anak-anak, bukan kekanak-kanakan, tetapi seperti anak-anak.

Anak-anak memiliki tiga sifat dasar dan tiga sifat dasar ini sering kali sudah hilang dari orang dewasa, seperti saya dan Anda.

1. Rendah hati
   Artiya sadar sebagai orang berdosa dan butuh kasih karunia. Rendah hati ini saya hubungkan dengan bagaimana dia merespons ketika kita menyampaikan tentang Kabar Keselamatan. Secara khusus, saya meyakini  bahwa saya dipanggil dalam bidang penginjilan. Itu sebabnya, setiap kali bertemu dengan orang, baik dewasa maupun anak-anak, saya selalu upayakan untuk menanyakan soal pemahaman dia tentang Tuhan Yesus, dan apakah dia sudah paham statusnya di dalam Tuhan.

   Ketika saya bertanya kepada orang dewasa -- baik yang beragama Kristen maupun bukan -- dan ketika saya sampaikan tentang keselamatan di dalam Tuhan Yesus, orang-orang dewasa ini mengatakan bahwa mustahil dengan percaya kepada Tuhan Yesus dosa mereka bisa dihapuskan. "Jadi, menurut Kakak, menurut Mbak, menurut Usi, menurut Bapak, Ibu bagaimana caranya bisa diselamatkan?" "Saya harus berbuat baik", "Saya harus banyak beramal." "Saya harus menjadi pelayan atau aktif terlebih dahulu dalam gereja" Namun, respons anak-anak sangat berbeda. Dalam pengalaman saya, mulai dari tahun 95 sampai sekarang, anak-anak lebih cepat merespons dan mereka menyaadari bahwa, "Ya, saya orang berdosa, Kak." Mereka sebutkan contoh-contoh dosanya, walaupun saya tidak minta untuk mereka sebutkan, tetapi mereka percaya dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati.

2. Mudah diajar

   Mudah menerima informasi sebagai kebenaran mutlak. Oleh sebab itu, dalam pembinaan guru-guru Sekolah Minggu untuk mengajar kreatif atau manajemen kelas, saya sering kali mengingatkan terutama kepada guru-guru yang mengajar di kelas batita, kelas bayi, agar mereka berhati-hati ketika menyampaikan informasi. Sebab, apa yang kita sampaikan itu dianggap sebagai sebuah kebenaran. Oleh karena itu, persiapannya harus matang, jangan sampai kita berpikir, "Ah, saya mau menyampaikan berita keselamatan kepada anak balita, jadi nanti lebih gampang karena mereka tidak akan banyak tanya dibandingkan usia yang selanjutnya."  Kita harus memiliki persiapan yang sungguh-sungguh.

3. Mudah percaya

   Hakikat anak secara alamiah ialah bergantung kepada orang dewasa. Kalau anak-anak susah makan, biasanya ibu-ibu menakut-nakuti, "Saya panggilkan dokter ya supaya disuntik," "Saya panggilkan dokter ya supaya ditangkap," dan anak-anak percaya. Nah, kesempatan ini kita gunakan untuk menyampaikan informasi-informasi kebenaran tentang Injil.


Kalau tadi kita berbicara tentang ajaran Tuhan Yesus. Kini, kita bandingkan dengan ajaran Rasul Paulus. Surat-surat yang ditulis oleh Rasul Paulus ditujukan kepada jemaat, tidak hanya orang dewasa, tetapi juga untuk seluruh umat, termasuk anak-anak. Yang menarik, misalnya surat yang dibuat untuk Timotius. Rasul Paulus juga mengingatkan kepada Timotius bahwa, "Sejak kecil engkau telah mengenal Kitab Suci yang menuntun engkau kepada keselamatan di dalam Yesus Kristus." Di sini, kita bisa melihat bagaimana Rasul Paulus melihat. Walaupun saat itu Timotius masih kecil, tetapi melalui ajaran dan iman yang disampaikan oleh Eunike dan Louis maka Timotius percaya kepada Sang Juru Selamat.

Sekarang, kita masuk pada caranya. Ini sudah masuk ke dalam hal praktis. Ketika kita menyampaikan kabar keselamatan ini adalah berita khusus atau ajaran khusus. Jadi, Injil itu adalah berita tentang karya keselamatan. Saya sering mengajak anak-anak menghafal dan memahami dari Roma 1:16 yang menyatakan bahwa Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan. Mengapa disebut menyelamatkan? Dalam 1 Korintus 15:3-4, di sana disebutkan Kristus telah mati karena dosa-dosa kita. Bukan karena kehabisan darah, bukan karena tidak sanggup menanggung derita, tetapi karena dosa-dosa saya, dosa Bapak Ibu, dosa adik-adik yang ditanggung-Nya. Yesus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, yaitu sesuai dengan janji-janji dalam kitab Perjanjian Lama. Yesus benar-benar mati menggantikan saya, Ia menggantikan kita semuanya. Tuntutan bahwa kalau kita berdosa maka hukumannya adalah maut seperti yang dinyatakan dalam Roma 6:23, maka Tuhan Yesus yang menanggung hukuman itu, sehingga Ia telah dikuburkan. Namun, kemudian Ia bangkit, dan itu adalah bukti bahwa Dia benar-benar hidup dan mengalahkan maut. Ia mengalahkan dosa.
 
Yohanes 6:25 juga menjadi salah satu ayat yang biasanya saya gunakan untuk melatih para guru-guru atau orang tua dalam penginjilan anak. "Akulah kebangkitan dan hidup, barangsiapa percaya kepada-Ku ia akan hidup walaupun ia sudah mati." Kalau kita menyembah kepada Allah yang hidup, kita punya jaminan. Walaupun nanti kita meninggal, kita akan diberikan kehidupan kekal. Oleh sebab itu, kita sepakati bahwa Injil adalah Kabar Baik, berita keselamatan yang isinya adalah Yesus Kristus yang mati disalib dan bangkit untuk menghapus dosa. Lalu, bagaimana caranya kita menyampaikannya? Poin-poinnya sudah saya tulis di sini.

1. Memperkenalkan kasih Allah bahwa Allah itu Allah pencipta langit dan bumi, Ia Mahakudus, dan tidak ada satu dosa yang ada dalam diri-Nya. Ia juga Mahakasih. Itu sebabnya walaupun Adam dan Hawa manusia pertama berdosa dan semua kita pun berdosa termasuk anak-anak. Kalau kita sedang menghadapi anak-anak, kita bisa jelaskan bahwa mereka adalah orang berdosa, tetapi Tuhan tetap mengasihi mereka. Karena Tuhan sayang, maka Tuhan ingin menyelamatkan mereka, menghapuskan dosa mereka. Lalu, kita bisa tanya supaya anak paham dosa itu apa.

   Biasanya kalau anak-anak usia balita bicara soal dosa, maka kita perlu memberikan penjelasan. Sebab, kalau kita tanya misalnya, "Menurut Joseline, dosa itu apa?" Anak-anak balita akan menyebutkan contohnya: bohong, tidak taat, dsb. Jadi, mereka belum bisa mendefinisikan. Saya akan menanggapi, "Oh ya betul sekali Kak Yeni juga pernah bohong, Kak Yeni juga pernah tidak taat. Jadi, dosa itu adalah yang kita ucapkan, yang kita lakukan, bahkan yang masih kita pikirkan, itu yang disebut dosa kalau melanggar perintah Tuhan." Namun, berbeda kalau kita bertanya kepada anak kelas satu ke atas, biasanya mereka sudah bisa mendefinisikan. Dosa itu adalah perbuatan yang melanggar perintah Allah dan lain sebagainya. Nah, kita akan masuk dari sini. Kita perlu berdialog kepada anak supaya anak sadar bahwa dia adalah orang berdosa. Penginjilan tidak bisa dilanjutkan kalau anak tidak menyadari bahwa dia berdosa. Kegiatan ini kemudian bisa dilanjutkan lain waktu. Atau, kita bisa menyampaikan berita tersebut saat itu juga, tetapi respons dari mereka akan kita minta seminggu lagi, dua minggu lagi, atau ketika kita nanti bisa berjumpa atau memiliki waktu secara khusus untuk melayani mereka lagi.

   Mengingat efektivitas penginjilan ini adalah jika dilakukan dalam kelompok kecil atau per pribadi, maka kita perlu melakukan penginjilan kepada satu anak per satu waktu. Kadang kala, dalam satu kesempatan saat saya pergi ke daerah dan kemudian tidak memungkinkan untuk dilakukan satu per satu dengan banyaknya jumlah anak, biasanya yang saya lakukan adalah membuat kelompok kecil lima anak dan nanti bergantian dilakukan penginjilan kepada mereka. Ini dilakukan supaya kalau anak-anak masih bingung dan lain sebagainya, kita bisa berdialog dengan mereka.

2. Menyampaikan karya Allah. "Jadi, karena kamu berdosa, ini yang dilakukan oleh Tuhan Yesus untuk menolongmu. Ia mati disalib, Ia datang ke dunia, Ia melakukan banyak mukjizat. Namun, yang paling utama adalah Ia mati disalib dan bangkit untuk menghapus dosa."

   Kemudian dari situ, kita meminta respons anak. Jika dia menjadi percaya, maka nanti kita ajak berdoa secara khusus. Doanya adalah doa pengakuan dosa. "Tuhan Yesus, saya mengaku, saya orang berdosa." Yang kedua, doa pengakuan percaya. "Saya percaya Engkau sudah mati disalib dan bangkit untuk menghapus dosa saya. Terima kasih Tuhan."  Jadi, itu adalah doa yang dilakukan ketika kita melakukan penginjilan anak.

3. Jaminan yang akan dimiliki

   Ketika anak sudah selesai berdoa, kita akan menjelaskan tentang jaminan yang dimiliki oleh anak ketika dia percaya kepada Tuhan Yesus. Ada beberapa jaminan yaitu pertama adalah jaminan pengampunan. Dosanya sudah diampuni oleh Tuhan. 1 Yohanes 1:7b misalnya, "dan darah Yesus Anaknya itu menyucikan kita dari segala dosa," semua dosa. Yang kedua adalah jaminan penyertaan. Kita tidak nunggu-nunggu, "Aduh nanti saya masuk surga tidak ya?" Tidak. Surga itu sudah kita miliki, sudah kita nikmati karena kita disertai oleh Tuhan Yesus selama berada di dunia. Kemudian, yang ketiga adalah jaminan hidup kekal. Kapan saja kita dipanggil oleh Tuhan, kita tahu bahwa Tuhan Yesus sudah memberikan jaminan kepada kita untuk masuk surga.

   Untuk bisa seperti itu, bagaimana caranya? Jangan lupa bahwa kita punya Roh Kudus ketika kita mewartakan Injil.  Prinsipnya sama seperti memberitakan Injil kepada orang dewasa. Ketika kita memberitakan Injil, kita hanyalah alat, tetapi Roh Kudus itulah yang akan menghidupkan berita yang kita sampaikan. Jadi, kita menyampaikan dan benih firman Tuhan akan dihidupkan oleh Roh Kudus, karena Roh Kudus memiliki fungsi menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran, dan penghakiman. Ia juga menerangi hati dan pikiran manusia sehingga dapat menerima kebenaran.

   Itulah poin yang paling utama. Roh Kudus akan menjalankan peran-Nya bagi anak atau orang yang belum percaya secara pribadi kepada Tuhan Yesus. Dan, setelah menjadi percaya, Roh Kudus menjadi meterai dan akan tinggal selama-lamanya bersama dengan kita. Dan, yang terakhir, Roh Kudus memampukan setiap kita, termasuk anak-anak sebagai pewarta Injil. Saya sangat senang dengan pengalaman melayani anak-anak dalam kelompok tumbuh bersama, di mana kami melayani dan memuridkan mereka, dan salah satu hasilnya adalah mereka senang menceritakan Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat.


Mengapa kita perlu mengajar dengan kreatif? Mari kita melihat Allah Bapa saat Ia memperkenalkan Diri-Nya dan Firman-Nya. Itu adalah hal yang kreatif yaitu dengan banyak cara. Bagaimana Ia memperkenalkan diri kepada Musa, itu kisah yang kita ketahui bersama. Kadang-kadang, Ia juga datang dalam bentuk seperti malaikat, kadang-kadang, Ia juga datang dalam mimpi, dan lain sebagainya. Kadang-kadang, Tuhan Yesus menjadi model pengajar bagi kita juga. Ia mengajar dengan kreatif, menggunakan benda-benda sekitar, Ia melihat pintu, Ia melihat terang, "Akulah terang dunia," dan lain sebagainya. Ia melihat burung, Ia gunakan itu untuk mengajar berbagai perumpamaan juga. Lalu, Roh Kudus adalah sumber hikmat dan wahyu. Inilh mengapa kita harus mengajar dengan kreatif karena Yesus sudah terlebih dahulu memberikan contoh kepada kita.

Ada beberapa unsur kreativitas dalam melayankan Injil kepada anak, seperti:

1. Pribadi (pribadi-Nya)

   Artinya imajinatif, inisiatif, dan tidak monoton. Itu sebabnya, kalau kita mengajar, kita jangan menggunakan cara yang itu-itu saja. Harus imajinatif dan lain sebagainya. Proses kerjanya tidak selalu linier, tidak lurus-lurus terus. Biasanya, orang-orang yang menyampaikan orasi-orasi ilmiah, berpikirnya cenderung lurus, sistematis. Akan tetapi, orang-orang kreatif biasanya lateral. Ini adalah model seniman. Guru-guru Sekolah Minggu juga banyak yang berpikiran lateral, ide-idenya sering kali muncul, tidak harus selalu seperti yang sudah ditentukan.

2. Produk

   Produknya harus kreatif, beragam model. Saya bisa menunjukkan banyak alat peraga yang kami buat atau dibuat oleh teman-teman jaringan pelayanan anak dari lembaga-lembaga mitra yang berfokus di penginjilan anak. Mereka membuat berbagai macam alat-alat media pembelajaran sebagai pendukungnya. Lalu, pada masa pandemi ini justru kita akhirnya dipaksa untuk memunculkan kreativitas. Gadget-gadget yang selama ini hanya digunakan untuk bermain medsos, FB, WA, dan lain sebagainya akhirnya justru dimaksimalkan menjadi alat-alat pendukung yang kita miliki dan bisa digunakan.

   
Ada berbagai metode melayankan Injil misalnya, cerita. Ada banyak cerita yang saya buat juga. Kemudian, ada ayat hafalan, lagu, permainan, dan aktivitas. Kalau bercerita, bisa menggunakan alat bantu buku tanpa kata. Ini adalah metode pembelajaran tertua yang diadakan oleh Black Dekker pada abad ke-17, yaitu buku tanpa kata. Kalau teman-teman mengingat para penginjil besar pada abad ke-17, misalnya Charles Spurgeon dan D.L. Moody, mereka ini menggunakan buku tanpa kata, buku yang warna-warni tanpa ada gambar atau kata-katanya untuk menjelaskan tentang karya keselamatan Tuhan Yesus.  Dan, buku ini juga kemudian dibawa oleh Missy Kid, pendiri persekutuan evangelisasi anak pada tahun 1963 di Indonesia. Lalu, berdirilah PEA, dan kemudian LPA sebagai lembaga pertama di dunia yang melayankan Injil kepada anak-anak. Dari buku tanpa kata ini, ada banyak media-media pembelajaran yang dikembangkan. Misalnya teman kami, Bapak Priano Stanio membuat roda Injil, di mana ada warna kuning yang dilengkapi dengan gambar, kemudian juga hitam, merah jadi bisa diputar-putar. Ada juga dalam bentuk hati, hati Injil.  Kemudian, saya dan persekutuan evangelisasi anak di PEA dulu juga mengembangkan kotak-katik Injil seperti ini, dan berbagai macam alat. Nah, dari sini, kita juga bisa belajar bahwa jika kita mau repot, kita bisa menggunakan berbagai media.

Pada masa pandemi ini, saya juga akan mengajak para orangtua. Karena pada saat ini kita tidak bisa keluar ke mana-mana, maka kita bisa menggunakan alat-alat yang ada di rumah. Tempat makan dan gelas bisa kita pakai untuk bermain. Dan, dari permainan itu, kita bisa menjelaskan tentang Injil. Lalu, kita juga bisa memakai daun-daun. Kita bisa menggunakan apa saja dengan memanfaatkan alat-alat atau benda-benda yang ada di sekitar kita. Untuk menjadi kreatif itu tidak selalu membutuhkan biaya yang besar. Sebagai contoh, banyak orangtua tempat saya memimpin retreat di salah satu gereja berkata,"Kak selama ini saya tidak pernah melayani anak, dan tidak pernah juga diajar bagaimana kreatif. Karena itu, saya menggunakan benda-benda di sekitar." Pada masa pandemi ini, banyak ibu-ibu yang membuat kue, maka saya tunjukkan juga bahan-bahan pewarna makanan yang berwarna hijau yang memiliki rasa pandan, atau yang berwarna kuning rasa durian.  Itu bisa kita gunakan untuk membuat botol-botol dari aqua bekas dan memasukkan warna-warna tersebut ke dalamnya. Kemudian, ada ayat-ayat hafalan yang kita gunakan juga dengan tangan dan lain sebagainya. Salah satu ayat yang saya gunakan untuk membimbing anak misalnya Ibrani 13:5C, "Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau," yang kita lakukan dengan menggunakan dengan jari-jari tangan.

Bisa juga lagu. Saya membuat lagu-lagu anak, termasuk juga lagu dari Roma 1:16 dan 1 Korintus 15:3-4 tadi. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya. Kristus telah mati. Jadi, semua ayat, persis dari Alkitab, dijadikan sebagai lagu untuk bisa mewartakan Injil.

Juga ada permainan-permainan dan berbagai macam aktivitas. Nah, salah satunya yang saya gunakan untuk membimbing anak saya adalah dari SABDA. Jaringan Pelayanan Anak juga pernah memperbanyak materi ini untuk guru-guru yang pergi ke berbagai daerah. Mereka dapat mewartakan Injil dengan menggunakan buku-buku ini. Oleh karena pada saat ini kita tidak bisa bertemu langsung dengan anak-anak, tentu saja kita menggunakan teknologi yang ada. Ada guru-guru yang merasa fungsi gadgetnya terbatas, sehingga hanya merekam suaranya, lalu diberikan kepada anak-anak. Itu bagus. Ada yang membuat konten-konten di podcast. Ada juga yang membuat berbagai macam video, dan saya kira cara ini harus dimaksimalkan.

Lalu, ada video games, permainan buku tanpa kata yang dibuat oleh Bapak Igrea Siswanto (beliau adalah bagian IT di jaringan pelayanan anak). Ini adalah contoh-contoh yang dibuat dalam bentuk permainan agar dapat lebih optimal. Sebab, dengan melayani melalui media, kita bisa lebih luas menjangkau. Memang, yang efektif untuk penginjilan adalah jika bisa langsung ditindaklanjuti atau dibimbing dalam kelompok-kelompok kecil. Akan tetapi, ketika bahan-bahan itu kita letakkan di media sosial itu juga akan dibaca, akan dilihat banyak anak. Dan, kita yakin bahwa Roh Kudus sanggup berbicara atau menghidupkan berbagai konten anak di media sosial untuk membimbing mereka mengenal Tuhan Yesus.