Saya seorang yang menekuni bidang kepemimpinan Kristen, secara khusus kepemimpinan di bidang penggembalaan. Walaupun saya terlibat dalam mengajar dan juga organisasi, tetapi 'passion' atau panggilan Tuhan bagi saya adalah bagaimana memperlengkapi gembala sebagai teman sejawat dalam pelayanan. Itu sebabnya, saya banyak "travelling", keliling Indonesia menyampaikan pelatihan seminar. Dalam masa new normal ini, Tuhan memakai teknologi agar saya dapat berbicara di depan Anda. Izinkan saya membagikan apa yang menjadi pesan yang saya dapat dari Tuhan sendiri dan juga pengalaman ketika berjumpa dengan para gembala. Hari ini, saya mengajak kita melihat leadership development: strategies for the new normal. Bagaimana strategi kita menghadapi situasi yang baru ini?

Apa masalah dalam pengembangan kepemimpinan dalam kehidupan kita, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan dalam kepemimpinan di gereja? Saya rasa, ada dua masalahnya. Yang pertama, kita terlalu banyak ilmu kepemimpinan saat ini, sehingga kadang-kadang membingungkan mana yang harus dipakai. Sejujurnya, kita menemukan terlalu banyak definisi, terlalu banyak teori, terlalu banyak hal, sehingga Anda ingin mempelajarinya dan Anda bingung. Mengapa bisa membingungkan? Karena memang filosofi dasar dari materi-materi kepemimpinan itu berbeda-beda. Kebetulan saya seorang dosen dan asesor BAN-PT yang sering keliling Indonesia untuk melihat fakultas atau sekolah-sekolah. Saya melihat terdapat mata kuliah kepemimpinan di fakultas-fakultas mana pun di Indonesia ini. Namun, dasar dari nilai-nilai kepemimpinan itu adalah ilmu kepemimpinan. Mungkin namanya sama, tetapi basic-nya berbeda. Mereka mungkin berfokus pada profit oriented, "money oriented", orientasi kepada financial, keuangan. Sementara, basic kepemimpinan Kristen berbicara tentang ministry atau pelayanan. Kita harus memahami hal ini.

Ada perbedaan-perbedaan yang sangat mendasar dalam filosofi. Filosofi kepemimpinan yang lain mungkin berbicara tentang bagaimana fokus kita, tetapi kepemimpinan Kristen berbicara tentang pelayanan atau ministry. Membawa orang-orang itu kepada agendanya Tuhan. Inilah perbedaan-perbedaan itu. Oleh sebab itu, saya mengajak Anda untuk mulai discerning. Mulai memilih kepemimpinan mana yang harus dikembangkan dalam profesi dan apa yang menjadi panggilan dalam kehidupan Anda sekarang. Mungkin ada di sini yang fulltimer, ada yang aktivis gereja, ada yang manajer. Apa pun pekerjaannya, Anda harus mulai memilih ilmu-ilmu kepemimpinan itu.

Kemudian,masalah kepemimpinan. Pada satu ekstrem yang lain, banyak yang mengikuti ilmu kepemimpinan, tetapi pada ekstrem yang lain juga merasa tidak perlu karena mereka memiliki teori yang saya pernah baca, "Sebuah buku di Alkitab tidak berbicara kepemimpinan," katanya. "Hidup bicara tentang kehambaan," katanya. Jadi, dia menolak teori kepemimpinan karena merasa tidak perlu belajar kepemimpinan ini. Juga, ada ekstrem yang lain untuk tidak perlu melakukan continuing education atau pendidikan yang berkelanjutan dalam hidupnya sebagai seorang pemimpin. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pemimpin. Masalah-masalah ini akan coba kita kembangkan dulu sekarang. Apa yang harus kita lakukan?

Saudara, waktu kita bicara pengembangan kepemimpinan, hendaknya yang pertama-tama harus dilakukan adalah menguasai basic principles atau prinsip-prinsip dasar kepemimpinan. Ini penting sekali bagi Anda. Mungkin, Anda bukan fulltimer atau seorang hamba Tuhan, pendeta, tetapi Anda seorang profesional. Siapa pun Anda, yang menjadi pendengar hari ini, saya ingin mengatakan Anda harus menguasai prinsip-prinsip dasar kepemimpinan.

Saya menjadi pemberi seminar di Hagai Institut. Mereka juga hamba Tuhan, ada juga pebisnis, pegawai, karyawan, dan sebagainya, dan sekarang saya mengembangkan pelayanan, terlibat dalam pelayanan bersama dengan partner di Indonesia, namanya Internasional Leadership Institute yang bermarkas di Amerika Serikat. Kami akan mengadakan seminar bulan depan. Setelah berjumpa dengan para pemimpin dari berbagai level, kami menemukan satu fakta penting bahwa sebelum kita mengembangkan kepemimpinan yang ada pada diri Anda, yang Tuhan taruh pada diri Anda, Anda perlu menguasai dulu basic-nya.

Apa basicnya? Anda harus merumuskan dalam diri Anda, apa itu definisi kepemimpinan dalam hidup Anda sekarang. Mungkin, banyak dari Anda yang belajar kepemimpinan dipengaruhi oleh John Maxwell. Ia mengatakan leadership is influence. Saya senang menyaksikan John Maxwell dan di awal-awal pengembangan kepemimpinan, saya belajar dari dia. Namun, satu kata tidak cukup untuk menjelaskan definisi kepemimpinan influence, misalnya, karena tergantung orang yang mengisi definisi itu. Bisa jadi influence untuk apa? Untuk memengaruhi orang. Untuk apa? Untuk diri saya atau bagaimana memanfaatkan orang lain, memperalat orang lain, menjadikan anggota gereja, misalnya hanya sebagai alat untuk potensi, untuk mencapai keinginan kita, dan sebagainya. Bukan itu definisi kepemimpinan. Saya tidak menentang konsep pengaruh, tetapi saya hanya ingin menambahkan maknanya.

Bagi saya, Anda perlu terlebih dahulu memiliki personal definition. Definisi pribadi yang menjadi definisi Anda. Untuk saya pribadi, kepemimpinan saya dipengaruhi oleh Oswald Sanders yang sangat tua bukunya, tetapi cukup klasik sekali. Namanya kepemimpinan rohani atau spiritual leadership. Dan, ia mengatakan definisi kepemimpinan, yaitu sedang membawa orang yang dipimpin itu ke dalam agendanya Tuhan. Inilah yang disebut dengan kepemimpinan rohani; membawa orang kepada agenda Tuhan. Ini yang saya pegang sampai hari ini. Bagaimana saya menuntun orang-orang yang saya pimpin ke dalam agenda Tuhan? Apa karunia yang ada pada dia? Apa kelebihan yang Tuhan taruh dalam hidup dia? Saya sedang membawa dia, menuntun dia bersama untuk mencapai maksud- maksud Tuhan secara maksimal di dalam kehidupannya. Itu yang penting sekarang, yaitu definisi bagi diri Saudara.

Yang pertama, dasar kepemimpinan itu apa. Saya melihat ada audiens di sini yang adalah mantan murid saya. Dia sudah tahu pilar yang saya punya. Dalam kepemimpinan, kita harus mempunyai pilar, punya dasar. Bagaimana dasar seorang menjadi pemimpin yang kokoh, yang hebat, yang dipakai Tuhan? Pemimpin rohani itu adalah pemimpin yang spiritual, pemimpin yang rohani, spiritual leadership. Dia seperti Abraham, Musa, Daud, dan Paulus, semua memiliki kehidupan rohani yang sangat solid sekali. Inilah yang saya pelajari dan kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pilar dari kepemimpinan itu adalah spiritualitas. Abraham seorang pendoa syafaat ketika dia harus berdoa tentang Lot dan seterusnya. Ini hanya satu contoh yang saya bisa sebutkan. Saya tidak ada waktu banyak untuk menjelaskan spiritual leadership, tetapi nanti pada waktu pengembangan saya akan jelaskan.

Yang kedua, servant leadership. Kepemimpinan yang berdasarkan hamba. Yesus dengan jelas sekali berkata "Barangsiapa ingin menjadi besar, barangsiapa yang ingin menjadi terkemuka, barangsiapa ingin yang ingin dipakai Tuhan, maka dia harus menjadi pelayan." Dia menjadi hamba. Ini bicara soal karakter; karakter tentang siapa diri kita yang sesungguhnya. Nanti kita akan kembangkan itu.

Kemudian, yang ketiga adalah transformatif. Seorang yang mengatakan dirinya menjadi pemimpin, ia harus memiliki semangat berubah. Abraham dipanggil bukan agar dia berada di atas berkat dan mendapat berkat saja, tetapi dia pergi meninggalkan tanahnya menuju ke tanah Kanaan. Demikian juga Musa yang memimpin umat Israel dari perbudakan menuju ke tanah perjanjian, dan seterusnya. Ada misi besar untuk melakukan perubahan. Pemimpin yang diberkati, pemimpin yang hebat, di mana pun dia berada, di gereja maupun di dunia sekuler. Dia tetap memiliki panggilan untuk melakukan perubahan. Bukan hanya sekadar melanjutkan, best principle. Inilah prinsip-prinsip dasar kepemimpinan yang harus Anda miliki. Hari ini, sebelum memasuki bagaimana strategi new normal, maka saya titip pesan ini, yaitu agar Anda sebagai pemimpin selalu memiliki pertanyaan.

How itu bagaimana? Tentu itu adalah aplikasi untuk mereka yang mungkin adalah pemimpin gembala, yang akan mengerjakan itu. How ini, kalau Anda ketahui, Anda akan bagus dalam menjadi seorang manajer. Anda bagus menjadi seorang gembala. Akan tetapi, jika ingin menjadi pemimpin rohani yang hebat dan bertumbuh, maka pertanyaan yang penting adalah Why. Itu yang lebih dahulu. Mengapa misalnya, saat Anda ditaruh di suatu gereja yang memakai sistem penempatan -- ini saya pakai satu contoh gereja karena saya memang expertise-nya di gereja -- Anda melihat pada saat kebaktian pertama ada 100 kursi di gereja, misalnya. Namun, pada hari Minggu,yang duduk di kursi itu hanya 30 orang. Maka, pemimpin yang baik akan bertanya mengapa ada kursi 100, tetapi yang terisi hanya 30. Why? Hal ini penting. Tanyakan hal ini kepada orang-orang tua kita di gereja yang ada, terlebih dahulu pengurus gereja. Mungkin dia akan berkata, "Memang, jemaat kita hanya 30, tapi kita taruh 100 kursi supaya nanti bertumbuh." Berarti mereka ada ekspektasi atau harapan agar kita mengerjakan itu. Atau, dia berkata, "Pak, dulu memang ada 100 orang, tetapi sekarang berkurang karena ada konflik." Anda akan mengetahui bagaimana dapat menolong jemaat dalam menyelesaikan konflik tersebut.

Why is important. Penting sekali pemimpin punya satu pertanyaan mengapa. Setiap ada event dalam hidup, apa yang ada dalam kehidupan Anda. Anda harus bertanya why baru what, dan kembali how to do it.

Hal ini penting sekali. Misalnya, waktu Anda masuk di gereja, ada banyak kursi bekas yang di taruh di sudut ruangan di gudang. Anda melihat kursi-kursi bekas dan bertanya: Mengapa disimpan? Lalu, ada yang mengatakan mereka tidak tahu untuk apa disimpan, atau itu semua hanya agar tidak dibuang saja, tetapi tidak digunakan. Anda mulai menanyakan semua hal. Mengapa gereja tidak ada plangnya, dan sebagainya. Saya tidak bisa panjang lebar menjelaskan, tetapi saya titip pesan pertanyaan, bahwa bertanya "Mengapa?" adalah pertanyaan seorang pemimpin. Dia adalah pemimpin yang akan menjadi pemimpin besar, jika dia selalu bertanya "Why" dalam setiap event hidupnya.

Bagaimana kita mengembangkan kepemimpinan dalam era new normal? Berdasarkan basic pilar kepemimpinan yang saya miliki, saya mengembangkannya.

1. Pengembangan di bidang spiritualitas.

     Bagi Anda yang entah seorang fulltimer, kaum profesional di tempatnya masing-masing, Anda perlu memiliki disiplin dalam doa dan devosional Life kepada Tuhan. Mengapa ini penting? Sebab, setelah saya bertanya kepada para gembala di seluruh Indonesia dalam masa pandemi ini, ternyata permintaan jemaat terhadap doa ini sangat tinggi. Saya harus mengatakan kehadiran mereka di kebaktian-kebaktian online belum tentu minatnya tinggi, mungkin ada faktor masalah paket data dan sebagainya. Akan tetapi, minat kehadiran mereka, kebutuhan mereka untuk didoakan sangat tinggi. Ini yang perlu kita ketahui dalam masa new normal ini. Maka, para pemimpin harus bertanya, sudahkah kehidupan doa saya itu kualitasnya baik? Mengapa misalnya Anda punya kebaktian doa di gereja, sangat sedikit yang hadir? Anda harus memiliki pertanyaan itu. Bagaimana dengan kehidupan doa Anda? Ini harus menjadi perhatian penting karena di dunia sekuler Anda membutuhkan suatu wibawa.

   Misalnya, bagi orang-orang yang bekerja melayani di bidang asuransi. Saya pernah menjadi pembawa materi seminar di kalangan mereka yang terlibat dalam pelayanan asuransi. Mereka membutuhkan wibawa dalam berbicara. Saya katakan bahwa, "Wibawa itu tidak dapat diambil dari jimat atau dari apa pun, tetapi wibawa itu datang dari Tuhan, dari hubunganmu dengan Tuhan, dalam devosionalmu dengan Tuhan." Apalagi, seorang hamba Tuhan yang berbicara dengan wibawa surgawi diterima dalam pengajaran dan pemuridan, maka penting menyediakan pelayanan disiplin rohani. Pertanyaannya adalah bukan, "How many hour do you spend with God?" Pertanyaan yang lebih tepat adalah, "How many days do you spend with God?" Bukan soal berapa lama berdoanya, tetapi seberapa banyak Anda bersama dengan Tuhan sepanjang hari. Dalam hal apa?

   Bagaimana dengan membaca Alkitab? Bagaimana dengan devosi Anda? Bagaimana dengan membaca buku-buku rohani? Bagaimana dengan kegiatan-kegiatan platform di media sosial yang sekarang begitu banyak? Apakah Anda mau menyediakan waktu lebih banyak lagi sekarang? Sering kali dalam grup hamba Tuhan, sekarang hanya berdoa satu atau dua menit. Kami berharap itu bisa ditingkatkan mungkin menjadi 5 menit menjadi 10 menit, tetapi kemudian kita mendengarkan eksposisi membaca menjadi bagian penting. Para pahlawan iman dalam sejarah gereja minimal mereka menyediakan waktu 2 jam bersama dengan Tuhan setiap hari. Penting sekali kita memikirkan hal ini, karena kita bukan pemimpin-pemimpin yang lain, tetapi pemimpin rohani. Dan, kita harus ingat akan hal itu.

   Kemudian bagaimana dengan pelayanan mendoakan orang lain atau pelayanan pastoral? Ini juga penting dikembangkan. Saya selalu mengingatkan para gembala di seluruh Indonesia, pastikan agar mereka didoakan. Make sure itu didoakan, disebut dalam doa, dan itu menjadi suatu kekuatan yang besar dalam pelayanan kepemimpinan Anda. Anda mengembangkan pelayanan pastoral umum, Anda membuat doa syafaat yang panjang, itu keliru. Pelayanan sepanjang Minggu yang lain harus terus bisa mengembangkan pelayanan doa yang mapan dan mantap.

   Saya baru pindah 4 setengah tahun yang lalu ke Jakarta, lalu saya melihat gereja-gereja besar di Jakarta. Saya menemukan gereja-gereja itu bukan menekankan pada musiknya atau lampu-lampunya. Akan tetapi, waktu selesai ibadah gereja, ada anak-anak muda yang berdiri memasang plang, "Apakah ada yang bisa kami doakan?" Mereka ajak orang-orang berdoa dalam masa new normal ini. Penting sekali memasukkan doa pelayanan pastoral ini ke dalam pelayanan.

   Doa juga sangat penting dalam persiapan khotbah Anda. Dan, saya berharap Anda melakukan pergerakan doa. Jangan merasa, "Oh saya tidak mau ikut-ikutan." Buatlah gerakan doa, jangan sampai tidak membuat gerakan doa. Ini prinsip dasar yang saya tidak sempat jelaskan untuk membuktikan bagaimana para pemimpin rohani mementingkan doa, tetapi saya berharap Anda mengetahui prinsip doa ini dan mulai mengembangkan pelayanan kerohanian ini.

2. Pengembangan karakter

   Karakter berbicara tentang siapakah diri kita, baik ketika ada orang maupun tidak ada orang. Maka, dalam masa-masa pandemi ini, pada era baru ini, apakah kita akan bertemu dengan karakter Kristus yang ditunggu-tunggu oleh jemaat atau orang-orang di sekitar kita? Karakter di mana Anda memedulikan orang-orang di sekitar kita.

   Pengembangan karakter itu berada dalam hal apa?  Dalam hal speech. Bagaimana komunikasi dan perkataan Anda? Bagaimana cara Anda memasang status di media sosial? Adalah penting bagi seorang pemimpin bagaimana dia menampilkan komunikasinya. Perkataannya harus dikembangkan tidak boleh yang bersangkutan berkata, "Saya orang yang pemarah, saya orangnya memang begitu, tetapi hati saya baik."  Orang tidak melihat seperti itu lagi. Itu cara berpikir yang keliru. Kita harus samakan perkataan dengan perbuatan.

   Di dalam gereja sekarang dihadapkan dengan pemimpin-pemimpin yang memiliki gaya hidup yang mulai ditampakkan di media sosial. Kita harus mempertunjukkan gaya hidup yang berpadanan dengan gaya hidup seorang Kristen. Kita tidak mempertunjukkan kemewahan, atau pada sisi lain kita mempertunjukkan gaya hidup yang sembrono dan seterusnya. Kita harus mempertunjukkan gaya hidup kita sebagaimana dengan cinta kasih kita. Kasih kita ini harus dikembangkan. Demikian pula dengan iman kita, purity kita, kesucian kita, dan pertumbuhan dalam menghasilkan buah roh kita. Karakter bisa bertumbuh dan berkembang jika tidak stagnan. Karakter berbicara tentang pertumbuhan. Kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar, bertumbuh dalam kasih karunia dan seterusnya. Jadi, jika Anda sedang mengalami pertumbuhan, berkembanglah semakin dewasa, semakin penting, dan semakin baik dalam kehidupan. Sudah ada yang bertanya kepada saya, "Apakah pentingnya pengembangan karakter?"

   Saudaraku, ketika kepemimpinan dikerjakan maka orang memang senang dengan pencapaian-pencapaian yang Anda kerjakan, orang senang dengan kompetensi Anda, tetapi pada akhirnya orang akan melihat karakter Anda. Bagaimana karakter kehidupan Anda, integritas Anda menentukan kepemimpinan itu. Inilah saatnya pada masa era normal ini, Anda menunjukkan karakter Anda yang sesungguhnya. Jangan sampai Anda menjadi orang yang ketakutan. Ada pemimpin yang tahu ada ketakutan saat ini, yang sedikit-sedikit begitu ketakutan sampai akhirnya dia tidak berani keluar rumah dan sebagainya. Dia sendiri paranoid. Dia tidak mempertunjukkan iman. Kita harus hati-hati, tetapi kita tidak boleh menjadi seseorang yang begitu takut dan gemetar dengan situasi ini.

3. Pengembangan jejaring networking.

   Kembangkanlah reputasi pelayanan Anda pada era digital ini. Pelayanan Anda perlu diketahui. Bagikan dan rekam pelayanan-pelayanan dan tulisan-tulisan Anda agar dikenal sebagai pemimpin yang melayani. Semakin Anda dikenal, orang akan mudah menerima Anda. Anda akan memiliki pengaruh dan wibawa yang lebih tinggi lagi. Let's other know what you are doing.

   Saya beri tahu apa yang terjadi pada diri Anda. Saya ingin cerita tentang peristiwa pada tahun lalu. Saat itu di Bali, saya sedang memimpin pelatihan para gembala seluruh Pulau Bali. Ada seorang yang berdiri dalam sesi tanya jawab. Dia berkata, "Pak saya tinggal di daerah yang kering, saya menderita susah, saya diajar untuk hidup dengan iman, tapi saya sangat sedih sekali Pak, menderita sekali saya. Bagaimana ini pak? Saya punya tempat itu kering (tidak menghasilkan banyak uang - Red.), sedangkan teman-teman lain di tempat yang basah. Mereka enak bicara iman, Pak, tetapi bagaimana dengan saya ini?"  Saudara, dalam keluhannya, saya ingatkan, "Engkau punya HP. Apakah Bapak punya HP? Kenapa tidak membuat foto?" Dia bilang, "Saya tidak meminta-minta, saya hidup dari iman." "Saya menyuruh Anda meminta, bukan menjadi peminta-minta." Memang benar pemimpin bukan peminta-minta, tetapi cobalah sharingkan. Anda punya Facebook, minta doa supaya ada yang digerakkan Tuhan atas itu. Itu bukan karena meminta-minta, tetapi karena ada orang yang Tuhan gerakkan  sendiri. Sharingkan pelayanan Anda. Ceritakan apa yang terjadi dalam pelayanan Anda, entah ada pembangunan, entah ada orang yang Anda layani. Ceritakan menjadi semacam bagian doa. Manfaatkan jaringan media sosial yang ada. Pelihara Facebook itu dengan baik-baik. Jangan sembarang tambah teman tanpa tujuan, semua orang berteman. Ada wanita yang manis dimasukkan jadi teman, tidak usah. Lebih baik sedikit punya teman di media sosial, tetapi lebih baik lagi punya teman yang sudah kenal. Jadikan itu pokok doa, menjadi sharing doa untuk Anda doakan. Kalau saya punya Facebook, saya tidak pakai sembarangan untuk menambah teman. Kalau saya kenal dan saya tahu dia seorang yang terlibat dalam pelayanan dan sebagainya, akan saya tambahkan. Jadi, Anda harus riset jejaring sosial, analisa kegunaannya. Jangan sembarang dipakai, bangun relasi tanpa sekat. Apa yang Tuhan panggil bagi Anda, itulah platform yang Anda pakai. Ini hanya contoh, nanti kita bisa kembangkan saat tanya jawab.

4. Strategi transformatif

     Anda tidak boleh terus berpikir -- entah Anda sebagai bapak rumah tangga maupun kaum profesional -- Anda tidak bisa berkata bahwa asal hidup saja, cukuplah. Doakan berikanlah kami makanan kami yang secukupnya. Cara berpikir kita harus transformatif, kita harus berpikir tentang perubahan. Mengapa saya mengerjakan in? Apa yang Tuhan mau taruh untuk dikerjakan ke depan? Tantangan apa yang Tuhan sedang tunggu untuk saya buat? Saya harus mengevaluasi dan saya harus mengembangkan. Ingat, Anda harus berpikir perubahan, transformatif. Gereja tidak boleh begitu-begitu saja. Sekarang, anak muda sudah tidak tertarik kepada gereja. Mengapa? Kita harus bertanya.

   Tahukah Anda, sekarang ada riset dari Charine Newhock bahwa hari ini hanya 29% gereja di Amerika yang semakin banyak pemirsanya. Semakin banyak dan melimpah dari gereja-gereja yang melakukan pelayanan online 71%. Itu berarti stagnansi atau bahkan penurunan. Itu artinya apa? Berarti kita belum paham juga tentang apa itu digital. Kita memang membuat pelayanan digital, tetapi kita belum mengerti seluk beluknya. Pada new normal ini, pahami dunia digital. Misalnya, saya mulai memahami tidak mungkin orang akan mau menonton acara kita, jika kita tidak membagikannya, membagikannya secara personal. Taruh saja di YouTube, orang akan melihat. Itu memerlukan promosi agar bisa meledak YouTubenya. Maka, banyak yang undang wartawan untuk buat sensasi. Itu dunia digital sekuler. Tetapi, bagaimana dengan kita?

   Kita membutuhkan influencer-influencer, orang-orang yang berpengaruh di gereja. Kita latih mereka menjadi influencer. Anda tahu sekarang influencer adalah sebuah pekerjaan. Anda mungkin pernah membaca tentang Denny Siregar, atau orang-orang seperti Eko Kuntadhi, Ade Armando, dan sebagainya. Mereka disebut influencer. Gereja membutuhkan orang-orang seperti itu. Dalam era new normal ini, apa fungsi dari influencer itu? Untuk membuat orang bergerak, dan untuk menyampaikan konten yang kita punya. Meski konten yang kita miliki banyak, tetapi sering kali penontonnya sedikit. Sedikit, karena kita tidak memiliki orang untuk menjadi influencer dari gereja yang menceritakan tentang kebaikan Tuhan dan seterusnya. Kita hanya memakai cara lama, tidak memakai orang-orang untuk menceritakan kebaikan Tuhan.

   Hari ini dibutuhkan pelatihan-pelatihan untuk menciptakan influencer dalam gereja. Lalu, bagaimana kita mengembangkan pelayanan digital pada era visual?
   
5. Perfomance

   Penampilan atau citra itu menjadi penting. Oleh karena itu, Anda perlu bertanya kepada milenial. Bagaimana background dari sebuah pelayanan? Tanyakan semua teknologinya, karena sebelum melihat konten, orang-orang ingin melihat dulu performanya, citranya dan seterusnya. Ini era bungkus/packaging, era popculture, yang membutuhkan perhatian serius untuk masa pelayanan new normal ini.

   Saya memiliki podcast bernama Leadership Wisdom with Daniel Ronda yang baru 3 minggu dibuat. Ini praktis sekali, hanya berisi diskusi topik-topik 10-15 menit tentang tentang kepemimpinan dalam gereja, dan saya berharap Anda akan menikmatinya.