ARTIKEL Penggembalaan Digital
Oleh: Pdt. Wahyu Pramudya & Ibu Yulia Oeniyati
Saya ingin menceritakan sebuah pengalaman pelayanan digital. Begini ceritanya. Suatu kali, saya mendapati salah satu follower yang saya follow mengunggah gambar pergelangan tangan dengan goresan-goresan luka. Lalu, saya melakukan reverse image untuk gambar tersebut, untuk melihat apakah itu gambar yang diambil di internet atau itu gambar asli yang diunggah oleh orang yang bersangkutan. Dan, saya kaget ketika menemukan bahwa gambar itu tidak ditemui di Google, yang berarti gambar itu diunggah langsung oleh orang tersebut. Kemudian saya menghubunginya, memperkenalkan diri saya, bertanya tentang gambar yang terlihat seperti percobaan bunuh diri tersebut, dan bertanya apa yang saya bisa bantu.
Beberapa jam kemudian, saya menerima sebuah jawaban. Dia menceritakan bahwa dia tidak punya tempat lain untuk bercerita, sudah menjadi yatim piatu, sudah bekerja, dan sering berpindah-pindah gereja. Kemudian, kami membuat janji bertemu di sebuah restoran cepat saji di Surabaya dan dia menceritakan masalahnya. Dia sudah lama berpacaran kemudian bertunangan dengan seorang pria. Lalu, mereka jatuh dalam dosa seksual sampai dirinya menjadi hamil. Dia menjadi bingung, tetapi merasa agak tenang karena dia sudah bertunangan. Dan, ketika ia meminta pertanggungjawaban, tunangannya menjadi kaget meski dapat menerima situasi itu. Namun, ketika mereka berdua datang menghadap orang tua dari laki-laki tersebut, ibunya marah dan mengusir perempuan calon menantunya. Padahal, anak laki-lakinya sudah mengaku bahwa dialah yang membuat tunangannya hamil. Akan tetapi, ibu laki-laki ini tetap tidak setuju, bahkan mengancam kalau anaknya memilih pergi bersama tunangannya, maka ia tidak boleh kembali lagi ke rumah selamanya. Dan, di luar dugaan, laki-laki itu membiarkan tunangannya pergi demi mengikuti perkataan ibunya. Saat itulah perempuan ini merasa tidak tahu harus berbuat apa dan beberapa kali sampai mencoba bunuh diri.
Inilah salah satu contoh nyata bahwa media sosial sudah berubah menjadi buku harian pribadi. Orang-orang yang aktif menggunakan media sosial adalah kerumunan baru masa kini, yang eksis melalui platform digital. Tentunya, ada banyak pencitraan dan upaya mencari perhatian di sana, tetapi kerap kali semua yang dibagikan adalah kenyataan hidup seseorang.
Ketika Tuhan Yesus berada di dunia, Ia sering dikerumuni oleh banyak orang. Bahkan, dalam Markus 6:34 disebutkan bahwa kerumunan itu menggerakkan belas kasihan dalam hati Yesus. Yesus menggambarkan mereka seperti kawanan domba yang tidak mempunyai gembala, mudah tersesat, mudah diserang hewan buas, dan kesulitan mencari makanan sendiri. Begitu pula yang dialami oleh kerumunan saat itu. Mereka akan binasa jika Yesus tidak turun tangan melakukan mukjizat bgai mereka, baik untuk memenuhi kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani mereka.
Dalam konteks penggembalaan digital maka diperlukan cara atau metode yang berbeda, yaitu dengan menggunakan piranti dan platform digital. Kerumunan yang dilayani pun berbeda, yaitu kerumunan digital. Terdapat tiga prinsip dalam penggembalaan digital, yaitu:
1. Kehadiran Digital (Digital Presence)
Kehadiran hamba Tuhan di tengah-tengah kerumunan digital adalah mutlak dan merupakan permulaan sebuah relasi. Hal ini menjadi jantung dari penggembalaan digital. Para hamba Tuhan jangan sampai menghindari berbagai platform media sosial. Namun, saya perlu ingatkan bahwa pada awalnya mungkin ini akan menjadi pelayanan yang sunyi. Tidak ada yang merespons kehadiran Anda. Kalaupun ada, biasanya hanya menanyakan konsistensi kita dalam membuat konten. Tidak masalah, jangan berkecil hati.
2. Kehadiran dengan hati tertuju pada orang lain, bukan untuk kepentingan diri.
Satu hal yang perlu diingat adalah tujuan terjun ke dalam platform digital. Tak jarang kita akan berebut perhatian kerumunan digital ini dengan para influencer lain yang membuat konten untuk keuntungan mereka sendiri, sehingga mereka sengaja membuat konten-konten provokatif, click bait, bahkan yang memanipulasi opini publik. Sementara, kita sebagai hamba Tuhan harus menerapkan prinsip penggembalaan Yesus. Dia datang memberikan hidup-Nya, Dia tidak datang memanipulasi orang lain, dan tidak mencari keuntungan untuk diri-Nya sendiri dari konten-konten viral. Penggembalaan digital tidak pernah bertujuan mencari popularitas. Tujuan penggembalaan digital adalah transformasi kehidupan. Kita hadir di sana untuk meraih, menjangkau, dan mengubahkan kehidupan orang.
3. Kehadiran yang tidak menghakimi, tetapi mengupayakan solusi.
Hal ini pasti akan menyentuh hati. Saya tidak menyarankan hamba Tuhan terjun dalam penggembalaan digital seorang diri. Sebab, akan ada begitu banyak orang yang perlu dilayani, yang menghujani Anda dengan pesan, pergumulan, permintaan, dan lain sebagainya. Diperlukan tim untuk menolong menjawab pesan, melayani permintaan doa, konseling, dan lain sebagainya.
Saat melayani dalam penggembalaan digital, kita perlu mengingat firman Tuhan dalam Lukas 9:1 (AYT): "Kemudian, Yesus memanggil kedua belas murid-Nya lalu memberi mereka kuasa dan otoritas atas roh-roh jahat, dan juga untuk menyembuhkan penyakit. Dia mengutus mereka untuk memberitakan tentang Kerajaan Allah dan memulihkan."
Berdasarkan ayat tersebut, kita perlu sadar bahwa Tuhan Yesus telah memberikan dua hal kepada kita yang terlibat dalam pelayanan penggembalaan:
1. Dunamis (tenaga/kekuatan/kuasa).
2. Eksousia (wibawa).
Terdapat perbedaan antara kekuatan dan wibawa. Jika ada sebuah truk sedang berjalan kencang ke arah kita, kita bisa saja mencoba menggunakan dunamis (kekuatan) kita untuk menghentikannya. Akan tetapi, lain halnya jika kita adalah polisi dan punya eksousia (wibawa) untuk memberhentikannya.
Dari ayat di atas kita bisa lihat bahwa kita akan menghadapi hal yang terlihat (orang sakit/kerasukan) dan tidak terlihat (kuasa jahat/setan). Alkitab mengatakan bahwa peperangan kita bukan melawan darah dan daging, tetapi melawan penghulu-penghulu dan roh-roh jahat di udara. Penggembalaan digital adalah bagian dari peperangan rohani zaman ini. Di balik konten-konten yang merusak, mencemari, menurunkan kualitas kehidupan, menghancurkan, memberi inspirasi orang untuk melakukan yang jahat dan salah, di belakangnya ada kuasa jahat yang tak terlihat. Itu sebabnya kita harus hadir dalam dunia digital karena di sanalah medan peperangan rohani yang baru.
Dalam Lukas 4:18-19 (AYT), Tuhan Yesus berkata, "Roh Tuhan ada pada-Ku, karena Ia telah mengurapi Aku untuk memberitakan Kabar Baik kepada orang-orang miskin. Ia mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada para tawanan, dan pemulihan penglihatan kepada orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, dan untuk mengabarkan bahwa tahun rahmat Tuhan sudah datang."
Sebagai pelayan penggembalaan digital, konten media sosial kita haruslah mencakup setidaknya satu dari empat hal yang disebutkan dalam ayat di atas:
1. Kabar baik bagi orang miskin.
Miskin di sini bukan hanya berarti miskin secara finansial, tetapi juga secara pengetahuan, sosial, bahkan miskin pengalaman pribadi dengan Tuhan.
2. Memberitakan pembebasan pada para tawanan.
Banyak orang di media sosial sedang mencari jawaban untuk adiksi atau kecanduan mereka, baik itu pornografi, game, dan bahkan mencari solusi/jawaban bagi pergumulan hidup mereka sehari-hari.
3. Penglihatan bagi yang buta.
Zaman sekarang, banyak orang mencari info/pengetahuan apapun melalui media sosial. Banyak orang yang ingin memahami atheisme, deisme, teisme, dan lain sebagainya. Namun, bagaimana mereka bisa mendapatkan wawasan dari sudut pandang kekristenan jika tidak ada content creator Kristen yang memberi perspektif kebenaran untuk menilai segala sesuatunya?
4. Membebaskan orang tertindas.
Hal ini berbicara tentang membebaskan: mendengarkan dan mendoakan orang-orang yang punya beban berat di dalam hidupnya.
Banyak orang mencari jawaban di dunia digital. Hadirlah bukan untuk memanipulasi, tetapi untuk memberi diri. Dan, bukan hanya hadir dan memberi diri, tetapi hadirlah untuk menyatakan kasih dan kuasa Kristus yang mengubahkan hidup.
Lima Tugas Gembala
Tugas gembala yang terutama terdapat dalam Yohanes 21:17 (AYT):
"... Apakah kamu mengasihi Aku? .... Gembalakanlah domba-domba-Ku!"
Dari ayat di atas sangatlah jelas bahwa motivasi dalam menggembalakan haruslah dilandasi karena kita mengasihi Kristus. Satu-satunya cara untuk menjadi gembala yang baik adalah dengan mengasihi Yesus, Sang Gembala Agung. Kita dapat melihat secara jelas apa yang dilakukan gembala untuk domba-dombanya melalui penggambaran Daud akan Allah di dalam Mazmur 23.
1. Memberi Makan: Firman
Membaringkan aku di padang rumput hijau dan ke air yang tenang (ay.2).
Begitu pula para gembala harus memberi makan rohani jemaat/orang percaya dengan firman Tuhan melalui khotbah-khotbahnya.
2. Mengajar dan Menasihati
Menuntun ke jalan yang benar (ay.3).
Para gembala harus mengajar dan melayani konseling jemaat/orang percaya yang mungkin sedang berjalan menyimpang dari kebenaran firman Tuhan.
3. Melindungi
Tidak takut berjalan dalam lembah kekelaman (ay.4).
Para gembala melindungi jemaat/orang percaya dari penyesat dan lingkungan yang menghambat pertumbuhan iman.
4. Mengutus
Mengurapi kepalaku dengan minyak (ay.5).
Para gembala harus sadar tugasnya untuk mendewasakan jemaat/orang percaya sehingga mereka menangkap pesan dari Amanat Agung Tuhan dan bersedia diutus untuk menjangkau jiwa-jiwa.
5. Memberkati
Kebajikan dan kemurahan mengikuti aku (ay.6)
Sebagai orang tua rohani, para gembala juga perlu secara aktif memberkati, mendoakan, dan memberi dorongan semangat kepada jemaat/orang percaya yang dilayaninya.
Kelima tugas pokok gembala tersebut telah dilakukan secara konvensional sejak dulu. Namun, seiring dengan perubahan zaman ke era digital, kelima tugas pokok gembala itu juga mengalami pergeseran.
Pergeseran ke Zaman Digital
Teknologi sungguh telah mengubah dunia! Sebagaimana hal-hal lainnya, teknologi juga perlu ditinjau dengan menggunakan metode SWOT agar kita dapat melihat semua sisi secara objektif.
Mari kupas satu persatu akronim dari SWOT berikut ini.
STRENGTHS: Dengan teknologi yang semakin canggih, semua hal menjadi semakin mudah diakses/dijangkau. Dari tiket pesawat, belanja kebutuhan sehari-hari, dan kemudahan-kemudahan lainnya. Banyak informasi dapat dicari di internet dan tidak perlu menumpuk banyak koran atau berkunjung ke perpustakaan untuk dapat mendapatkan wawasan. Hampir semua jenis pekerjaan atau kegiatan sudah memiliki aplikasi atau software atau situs yang dapat menolong kita mengerjakannya.
WEAKNESS: Ada efek ketagihan (adiksi) dan ketergantungan pada alat-alat digital dan informasi yang mudah diperoleh. Terdapat pula aspek yang merusak moral karena tayangan-tayangan yang tidak sesuai etika mudah disebar dan viral di internet tanpa bisa dikendalikan secara penuh oleh pihak berwenang. Konten-konten kekerasan juga mudah diakses oleh pemirsa yang belum cukup umur, sehingga memicu peniruan tindakan itu dalam kehidupan generasi muda.
OPPORTUNITIES: Dunia digital membuka banyak kesempatan dan kemungkinan dalam hidup kita yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Dulu, gereja hanya bisa menyelenggarakan ibadah dengan pertemuan tatap muka yang terbatas tempatnya, dan dengan demikian membatasi jumlah jemaat yang datang. Untuk menampung jemaat yang semakin banyak, gereja harus membangun kembali gedungnya atau menambah jumlah ibadah. Sekarang, itu semua tidak menjadi persoalan besar. Persembahan juga lebih mudah diberikan, dan jemaat tidak perlu menyediakan uang tunai dengan jumlah dan pecahan tertentu dengan maraknya uang dan dompet digital. Berbagai kesempatan lain juga terus terbuka dengan semakin canggihnya teknologi zaman ini.
THREATS: Tantangannya terangkum dalam satu kalimat berikut ini, "Go Digital or Die!" Jadi, bagi yang tidak mau mengikuti perkembangan zaman, pasti tidak akan bisa bertahan. Jika usaha restoran tidak membuka akun digital untuk pemesanan yang lebih mudah, maka bisa dipastikan usaha tersebut akan kalah bersaing. Atau, bagi lansia yang sudah tidak bisa belajar lagi tentang dunia digital, maka bisa dipastikan bahwa mereka akan kesulitan menyesuaikan diri dengan zaman yang semakin canggih.
Beberapa lembaga survei mendapati bahwa Gen Z menganggap khotbah tidak relevan bagi mereka karena mereka merasa pendeta tidak tahu apa yang mereka alami. Selain itu, mereka menganggap relasi di dalam gereja tidak sehat/palsu karena mereka merasa yang bisa datang ke gereja hanyalah mereka yang hidupnya selalu "baik dan luar biasa" dan selalu siap melayani. Alasan lainnya adalah mereka merasa Yesus tidak ada di gereja. Ketika datang di gereja, mereka merasa dihakimi, dituduh, dianggap pemberontak, dan tidak diterima apa adanya. Dan, dari survei ini juga terbukti banyak sekali Gen Z yang meninggalkan gereja, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk itu, mari kita lihat lebih jelas apa sebenarnya yang menjadi masalah bagi gereja pada era digital:
1. Dalam hal memberi makan rohani kepada jemaat, sudah banyak makanan di luar sana yang dapat diakses kapan saja, di mana saja. Bahkan, bisa dikatakan terlalu banyak pilihan untuk mereka. Dengan ibadah daring, mereka tidak perlu lagi jauh-jauh datang ke gedung gereja, cukup duduk di rumah masing-masing dan bisa memilih siaran langsung maupun tunda dari gereja yang mereka mau.
2. Dalam hal mengajar dan menasehati, gereja harus bersaing dengan informasi yang membludak di internet. Apa saja dapat dicari di internet, dan jika jemaat belum dibekali dengan kemampuan memilah informasi yang benar dan salah, maka hal tersebut akan sangat berbahaya. Apalagi, jika jemaat lebih memilih mendengarkan atau melakukan nasihat yang menyenangkan dirinya sendiri.
3. Dalam hal melindungi, gereja juga mungkin akan kewalahan. Namun, bukan kewalahan dalam hal melindungi jemaat dari ajaran sesat saja, melainkan juga kewalahan menjaga agar jemaat tidak lari dari gereja. Ada banyak pilihan yang lebih menarik bagi jemaat, sehingga mereka rentan terpengaruh dengan hal-hal yang tidak sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.
4. Dalam hal mengutus, gereja pasti kesulitan untuk melakukan pembinaan dan memuridkan jemaat jika tidak mengikuti teknologi informasi yang berkembang. Bagaimana bisa memuridkan apalagi mengutus jemaat untuk pergi mengabarkan Injil jika gereja atau gembala sudah sibuk untuk mengembalikan mereka yang pergi dari gereja?
5. Dalam hal memberkati, gereja dan gembala akan sulit mendoakan dan memberikan semangat/dorongan jika tidak tahu apa yang dialami oleh jemaat. Dan, bagaimana gereja/gembala bisa tahu apa yang dialami jemaat, jika jemaat tidak lagi datang ke gereja/gembala untuk meminta nasihat dan didoakan? Pada akhirnya, doa dalam gereja mungkin akan berfokus supaya ada yang peduli dengan gereja.
Perubahan Cara dan Metode
Dari semua permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa mau tidak mau gereja harus berubah untuk dapat melakukan tugas penggembalaan yang baik di era digital.
Berikut adalah hal-hal yang perlu dilakukan gereja dalam Penggembalaan Digital:
1. Solusi dalam hal memberi makan firman.
Gereja/gembala perlu berbesar hati dan mengakui bahwa terkadang makanan di tempat lain lebih enak daripada makanan di gereja sendiri. Misalnya, khotbah kurang eksposisi dan eksegesis, tetapi lebih banyak mengungkapkan berbagai kesaksian. Kita memang perlu memberi kebebasan kepada jemaat untuk makan dari mana saja, tetapi bukan berarti mereka dilepas begitu saja. Lakukan evaluasi bersama jemaat tentang khotbah-khotbah yang mereka dengar. Ajak mereka untuk memilah mana yang penting dan perlu dibagikan kepada saudara-saudari yang lain. Terkadang juga dari proses ini, gembala dapat belajar banyak dari jemaat yang benar-benar suka mendalami dan mempelajari firman Tuhan.
2. Solusi dalam hal mengajar dan menasihati.
Bagaimana jika jemaat tidak datang kepada gembala untuk meminta pengajaran dan nasihat? Berbesar hatilah dan terbuka untuk berdiskusi mengenai nasihat atau pengajaran yang jemaat terima dari sumber lain. Berikan rasa aman dan bebas penghakiman kepada jemaat untuk bercerita apa saja. Dengarkan baik-baik, dampingi mereka dlam mengambil sikap/keputusan. Dan, jika memang sumber lain tersebut tidak memberikan pengajaran/nasihat yang alkitabiah, maka berikan saran mengenai bagaimana pandangan firman Tuhan.
3. Solusi dalam hal melindungi.
Melindungi di sini bukan berarti melindungi jemaat agar tidak melihat ke gereja lain, melainkan untuk menjauhkan jemaat dari berhala-berhala modern. Perlu diingat bahwa sesama hamba Tuhan juga dipanggil untuk melayani, jadi jangan ada sikap bersaing. Berfokuslah untuk melindungi jemaat dari roh-roh dan gerakan-gerakan si jahat yang bermaksud membunuh dan membinasakan.
4. Solusi dalam hal mengutus.
Melibatkan dan mengeksplorasi bersama dengan jemaat bagaimana memaksimalkan pelayanan digital. Membentuk tim-tim penjangkauan digital sesuai dengan karunia masing-masing jemaat. Secara tidak langsung, ini adalah pengutusan jemaat untuk bermisi tanpa perlu mereka berpindah tempat tinggal. Mereka dapat menjadi penjala manusia dalam dunia digital.
5. Solusi dalam hal memberkati.
Dalam era digital ini, hal yang perlu didoakan adalah kesatuan tubuh Kristus. Saat ini banyak bermunculan perdebatan tentang benar dan salah, bahkan di antara sesama orang percaya dan pelayan Tuhan. Perbedaan doktrin juga semakin runcing karena bisa menjadi viral di media sosial. Mari kita berdoa kesatuan tubuh Kristus terus terpelihara, sehingga lebih banyak jemaat yang terberkati dan terlayani dengan baik.
Alat Penggembalaan Digital
Teknologi telah banyak memberi manfaat untuk menolong penggembalaan. Kegiatan-kegiatan penggembalaan yang dulunya selalu dilakukan secara konvensional, kini dapat dilakukan secara digital. Teknologi yang ada dapat digunakan sebagai alat komunikasi, berelasi, edukasi, hiburan, dan juga berbagi. Secara digital, kita bisa bertemu dengan orang lain yang hendak kita layani melalui Zoom, WhatsApp Video Call, Google Meet, dsb. Jadi, tidak harus menunda bertemu karena hujan, atau sedang berada di luar kota.
Alat digital yang hendak dijelaskan kali ini adalah Alat digital untuk belajar Alkitab bersama sebagai berikut:
1. BASIC: Alkitab digital dan aplikasi Alkitab yang sudah terdiri dari berbagai macam versi terjemahan. Jika dalam bentuk cetak konvensional, bayangkan berapa tebal keseluruhannya.
2. A.L.A.T.: Memakai alat-alat biblika digital yang tersedia di internet. Dengan alat dan bahan biblika ini, jemaat dapat semakin dewasa dalam kebenaran firman, bahkan bisa menjadi rekan diskusi para hamba Tuhan.
3. Kelas Online: Terdapat pula beragam kelas online yang dapat disarankan kepada jemaat, contohnya kelas-kelas SABDA MLC yang bersifat inter-denominasi dan berfokus pada kebenaran firman Tuhan. Melalui kelas-kelas online ini, kita berdiskusi dengan orang-orang di tempat jauh yang mungkin memiliki pandangan dan pelayanan sangat berbeda sehingga kita dapat saling belajar dan memperkaya satu sama lain.
Yang paling menggembirakan adalah bahwa alat-alat ini memiliki fitur bagikan yang memudahkan kita dalam membagikan berkat yang kita peroleh kepada orang lain. Alat-alat digital ini juga dapat digunakan untuk melakukan pendalaman firman Tuhan secara pribadi maupun berkelompok. Hal ini dapat menjadi alat penggembalaan yang sangat efektif. Kita hanya perlu menjelajahi semua fitur yang disediakan.
Jadi, apa yang harus dilakukan?
1. Belajar. Hamba Tuhan tidak perlu malu untuk belajar dari awal, bahkan jika harus belajar dari internet, dari jemaat, bahkan dari mereka yang lebih muda sekalipun.
2. Berbagi. Bersama jemaat, eksplorasilah alat-alat digital yang ada, dan berdayakan jemaat yang tertarik dalam pelayanan digital. Jika belum ada yang mampu, jangan ragu untuk membagikan apa yang sudah kita ketahui.
3. Evaluasi. Lakukan penilaian untuk kelebihan dan kekurangan alat teknologi yang ada. Lakukan evaluasi bersama penggunaannya dalam gereja, mana yang cocok dan menjawab kebutuhan jemaat saat ini.
4. Kolaborasi. Bersukacitalah dan bekerjalah bersama-sama dengan jemaat dalam melayani Tuhan!
Satu hal yang menjadi catatan adalah bahwa sebagian besar tugas penggembalaan konvensional memang bisa digantikan atau dipermudah dengan penggunaan teknologi, tetapi ada satu hal yang tak tergantikan, yaitu kasih Kristus. Itu tak tergantikan dan tak bisa dipalsukan. Jadi, sehebat apa pun gereja/gembala dapat mengikuti semua kemajuan teknologi yang ada untuk melayani jemaat, tetap miliki dan tunjukkan kasih Kristus kepada jemaat.
Akhirnya, seperti yang telah dikatakan sebelumnya dalam Yohanes 21:17: syarat untuk melakukan pelayanan penggembalaan adalah mengasihi dan mengalirkan kasih Kristus. Oleh karena itu, jadikanlah dasar kita dalam mengasihi Kristus untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Amin.