Kenal Allah, Kenal Diri, Tahu Diri!
Oleh: Pdt. Rahmiati T.

Pencarian kehendak Allah dalam hidup kita sebenarnya adalah sesuatu yang hitam putih. Orang sering berpikir bahwa menemukan kehendak Allah berarti ada banyak pilihan, yaitu kehendak Allah dan kehendak yang lain. Lalu, kita harus memilah dan menemukan mana yang merupakan kehendak Allah. Jadi, apakah anak Tuhan tidak tahu kehendak Allah?

Sebenarnya, kehendak Allah tidak perlu dicari karena sudah jelas dan sudah diberitahukan kepada kita. Persoalannya adalah apakah kita mau melakukan kehendak-Nya atau tidak. Contohnya, ketika membeli barang elektronik seperti TV pasti dilengkapi dengan panduan penggunaannya. Hal itu agar kita dapat mengoperasikan TV itu secara optimal sesuai dengan tujuan pabriknya. Panduan penggunaan itu spesifik untuk TV sehingga ketika kita coba terapkan untuk radio tentu tidak akan bekerja.

Demikian juga kita sebagai manusia yang diciptakan Tuhan, pastilah memiliki tujuan berada di dunia ini. Alkitab adalah buku panduan khusus yang menyatakan tujuan Tuhan menciptakan kita. Jadi, untuk mengetahui jelas posisi kita dalam hal ini mari perhatikan Kejadian 1:1 saat Tuhan berkata "sungguh amat baik" setelah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Padahal, pada saat itu manusia belum melakukan apa-apa, belum memberikan apa-apa kepada Tuhan. Akan tetapi, Tuhan sudah mengasihi manusia dan menganggap manusia berharga dan amat sangat baik.

Kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Dengan mengenal Allah, kita akan dapat mengenal diri kita sendiri. Sebagai pencipta, Allah adalah Pemilik semua ciptaan-Nya. Ibarat produk, pasti hak ciptanya dipegang oleh orang yang menciptakan produk tersebut. Lalu, sebagai Pencipta, melalui firman Tuhan, Dia memperkenalkan diri-Nya sebagai Tuan dan kita sebagai hamba pengelola. Pengelolaan taman Eden, dunia, dan segala isinya dipercayakan Allah kepada manusia. Oleh sebab itu, kita sebagai manusia perlu tahu diri karena kita semua adalah ciptaan dan milik kepunyaan Tuhan. Semua yang kita miliki adalah pemberian Tuhan untuk kita kelola dengan bertanggung jawab dan sesuai kehendak Tuhan.

Jadi, sebelum kita mencoba mengenal siapa diri kita, kita harus mengenal Allah terlebih dahulu. Dalam Roma 11:33-36 (AYT) dikatakan: "Oh, alangkah dalamnya kekayaan dan kebijaksanaan dan pengetahuan Allah! Betapa tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan tidak terduga jalan-jalan-Nya! Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau, siapakah yang dapat menjadi penasihat-Nya? Atau, siapakah yang pernah memberi hadiah kepada-Nya, sehingga Ia harus membalasnya kembali? Sebab, segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin." Terlihat jelas dalam ayat ini bahwa segala sesuatu milik-Nya dan Ia tidak berutang kepada siapa pun.

Beberapa poin penting yang terkandung dari ayat tersebut adalah bahwa Allah:
1. Mandiri. Keberadaan-Nya tidak bergantung kepada siapa atau apa pun juga. Dia tidak harus diadakan oleh yang lainnya. Allah adalah penyebab dari segala sesuatu, dan Dia bukan akibat. Keberlangsungan-Nya juga tidak bergantung pada apa pun. Allah tidak bergantung pada persembahan kita dan pelayanan kita. Tanpa itu semua, Dia tetap Allah. Pengetahuan Allah juga mandiri. Dia tahu segala sesuatunya, tidak perlu ada sumber informasi, tidak perlu diberitahu, dan Dia tahu segalanya sampai ke detail terkecil.
2. Utuh. Dalam berpikir, memutuskan, dan bertindak, Allah sepenuhnya utuh. Allah adil sekaligus penuh kasih. Jadi walaupun terkadang mustahil bagi manusia untuk memahaminya, tetapi sangat mungkin bagi Allah untuk Maha Tahu, Maha Hadir, Maha Kasih, dan Maha Adil secara bersamaan.
3. Sempurna. Keberadaan-Nya, pengetahuan-Nya, dan sifat-Nya sempurna. Oleh sebab itu semua yang Tuhan ciptakan dan rencanakan adalah sempurna, baik itu aturan main, tujuan, makna, maupun nilai dari segala sesuatunya.

Jadi, apa tujuan Tuhan menciptakan manusia dengan rupa dan gambar Allah? Tujuannya adalah agar manusia merefleksikan Penciptanya. Jadi sederhananya, ketika orang lain melihat dan memperhatikan kita, maka mereka akan melihat kemuliaan Tuhan, Sang Pencipta kita. Begitu pula ketika kita membuat sesuatu dengan kreativitas yang diberikan Tuhan maka orang akan memuji Tuhan. Seperti tertulis dalam Roma 11:36 bahwa segala puji dikembalikan kepada Tuhan.

Oleh sebab itu, ketika dikatakan 'sungguh amat baik' berarti kita seharusnya berfungsi sesuai dengan tujuan Allah menciptakan kita. Jadi, karena Dia yang memberi tujuan dan aturan main bagi seluruh ciptaan-Nya, maka seharusnya aktivitas dan keberadaan kita difokuskan untuk menyenangkan Tuhan.

Masalah muncul ketika manusia jatuh dalam dosa dan memilih untuk tidak taat. Manusia ingin menjadi seperti Allah dan fokusnya dialihkan kepada dirinya sendiri. Sejak saat itu, keinginan daging untuk memuliakan diri sendiri juga selalu ada dalam diri manusia. Ironisnya, meski manusia awalnya sudah sangat baik dalam pandangan Allah serta mempunyai wibawa ilahi karena diciptakan menurut gambar Allah, tetapi karena fokusnya teralih pada diri sendiri maka manusia pun mulai merasa serba kurang sempurna. Kemudian, berbagai upaya pun dilakukan untuk mendandani dirinya dengan berbagai hal yang menurutnya dapat menutupi kekurangannya.

Manusia ingin tampil baik dan sempurna agar mendapat pujian dan dipermuliakan oleh orang lain. Pujian dan hormat yang seharusnya dikembalikan kepada Allah justru dinikmati sendiri. Akhirnya, aturan main, tujuan, makna, dan nilai segala hal ditentukan sendiri oleh manusia dan pada umumnya itu semua berorientasi pada dirinya sendiri. Natur manusia sudah jatuh dalam dosa seperti tertulis dalam Roma 3:12, "Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak."

Semakin manusia mengejar 'gambar ideal' dirinya sendiri maka semakin jauhlah dirinya dari tujuan Tuhan dalam hidupnya. Kita menjadi ciptaan 'rusak' yang tidak lagi menjalankan fungsinya dengan seharusnya. Jika Pencipta kita mau, Dia bisa saja membinasakan ciptaan rusak ini, kemudian membuat ulang semuanya dari awal. Akan tetapi, "karena Allah sangat mengasihi dunia ini, Dia memberikan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan memperoleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Allah tidak membuang kita hanya karena kita tidak lagi taat pada-Nya, Ia berinisiatif untuk menyelamatkan kita dan mengembalikan kita kepada fungsi kita semestinya, yaitu hidup sesuai kehendak dan tujuan-Nya serta memuliakan Dia.

Inilah mengapa di awal sudah ditekankan bahwa mengenal Allah, mengenal diri, dan tahu diri itu adalah perkara hitam putih. Hiduplah sebagaimana ciptaan baru, karena yang lama sudah berlalu. Sudah sangat jelas apa yang dikatakan dalam 2 Korintus 5:15, "Dan, Dia mati untuk semua supaya mereka yang hidup tidak lagi hidup untuk diri mereka sendiri, melainkan untuk Dia, yang telah mati dan dibangkitkan demi mereka."

Dalam Kolose 3:1-4 juga telah ditegaskan bahwa, "Jika kamu telah dibangkitkan bersama Kristus, carilah hal-hal yang di atas, tempat Kristus berada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah hal-hal yang di atas, bukan hal-hal yang di bumi. Sebab, kamu sudah mati dan hidupmu tersembunyi bersama Kristus dalam Allah. Ketika Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri-Nya, kamu juga akan dinyatakan dalam kemuliaan bersama-sama dengan Dia." Oleh sebab itu, Paulus berani berseru bahwa hidupnya bukanlah tentang dirinya lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalamnya. Ini tentang hidup yang sudah dipersembahkan untuk Tuhan dan segala keinginan daging yang berfokus pada diri sendiri telah dimatikan untuk bisa hidup sesuai kehendak Allah.

Jadi, apabila Kristus yang adalah hidup menyatakan diri-Nya, kelak kita pun akan dibawa oleh Dia ke dalam kemuliaan. Janji-Nya dalam Mazmur 23 benar-benar akan terwujud dalam hidup setiap orang yang bersandar pada-Nya, "TUHAN adalah gembalaku. Aku tidak kekurangan apa pun. Dia membaringkanku di padang rumput hijau. Dia menuntunku, ke tepi air yang tenang."

Benarkah kita sudah merasa cukup dan tak kekurangan apa pun dalam mengikut kehendak Tuhan? Apakah kita sudah punya sikap hati yang benar jika duri dalam daging tidak diangkat seperti yang dialami Paulus? Apakah kita rela hidup hanya dengan makanan yang cukup untuk hari ini seperti dalam doa Bapa Kami? Apakah semuanya itu cukup asalkan Tuhan selalu dekat dan kehendak-Nya nyata dalam dan melalui hidup kita?

Tuhan tidak selalu memberikan mukjizat untuk kenyamanan hidup kita di dunia. Ia menyatakan kedaulatan dan kemuliaan-Nya juga melalui hal-hal yang tampaknya buruk dan penuh derita bagi kita. Maka, kita perlu ingat bahwa kita tidak lagi hidup bagi dunia. Dunia ini tidak laik bagi orang-orang yang merindukan Tuhan dan hidup seturut dengan kehendak dan tujuan-Nya. Amin.