GoGrow! Bahasa Ibu, Digitally!
Oleh: Veni Setiawati
Bertepatan dengan Hari Bahasa Ibu Internasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari, mari kita melihat pelayanan Yayasan Suluh Insan Lestari (SIL) dalam pelayanan digital berbasis bahasa secara holistik yang dikerjakannya.
Yayasan Suluh Insan Lestari sendiri memiliki tagline "Transforming Life through Living Languanges" atau mentransformasi hidup melalui bahasa yang dekat di hati. SIL adalah salah satu organisasi Kristen yang menyediakan pelayanan berbasis bahasa secara holistik dalam berbagai bidang, yaitu bidang kebahasaan, bidang pendidikan, bidang kerohanian, dan juga bidang sosial. Pelayanan ini berpusat di Jakarta, tetapi juga terdapat di Papua, Sentani, Sulawesi, NTT, Sumba Timur, dan Palu.
Apa itu bahasa ibu? Dan, mengapa harus bahasa ibu?
Ada beberapa macam definisi bahsa ibu. Pertama, bahasa ibu adalah bahasa yang dipakai sebagai sarana komunikasi di rumah. Kedua, bahasa ibu adalah bahasa yang dipelajari secara informal sejak lahir. Ketiga, bahasa ibu diidentifikasikan sebagai bahasa asli atau kadang disebut identitas diri atau bahasa asli. Keempat, bahasa ibu adalah yang paling dimengerti. Kelima adalah bahasa yang paling sering digunakan. Kemudian, Wosenen menambahkan definisi yang keenam, yaitu bahwa bahasa ibu adalah bahasa yang dikuasai dengan baik agar anak-anak dapat belajar topik akademis pada tingkat yang cocok sesuai usianya. Definisi ini memiliki tujuan utama untuk pendidikan.
Di Indonesia sendiri, kita mengenal banyak sekali bahasa ibu. Mulai dari bahasa Indonesia, Jawa Ngoko, Jawa Krama, Batak, Dayak Kalimantan, Tiochiu, Mandarin, Manado, Sasak, Timor, Nias, Suroboyo, Ambon, dst... Kita hidup di tengah-tengah pluralitas dalam konteks multilingualisme sehingga mungkin kita mengusasi lebih dari satu bahasa dan sudah menjadi bahasa ibu kita. Karena itu, bahasa ibu yang kita gunakan bisa lebih dari satu. Bahasa ternyata juga membawa identitas lain, yaitu budaya, pakaian, cara bertutur, juga cara bernyanyi. Namun, mengapa bahasa ibu?
Mari kita lihat sedikit dari konteks Alkitab dan misi Allah melalui bahasa. Misi Allah dimulai dari peristiwa penciptaan. Penciptaan dimulai dari satu orang kemudian menjadi beberapa orang. Pada waktu itu, seluruh bumi adalah satu bahasa dan satu logatnya (Kejadian 11). Selanjutnya, adalah peristiwa menara Babel. Pada waktu itu, karena kesombongannya, manusia diserakkan ke berbagai belahan bumi. Di situlah Tuhan memberikan anugerah kepada kita dengan munculnya berbagai bahasa bagi umat manusia. Peristiwa selanjutnya adalah kedatangan Yesus yang terdapat dalam dunia Perjanjian Baru. Dalam kitab Lukas, Yesus datang ke dunia menjadi sama dengan manusia dan Ia ingin berbicara dalam bahasa manusia supaya kita mengenal Allah dalam wujud Yesus, yang datang dan berbicara dengan bahasa manusia.
Misi Allah berikutnya adalah peristiwa Pentakosta. Dalam peristiwa ini, para rasul berbicara dalam berbagai bahasa yang dapat dipahami oleh semua orang. Padahal, para rasul tidak dapat berbicara dengan bahasa-bahasa tersebut. Namun, pertolongan Roh Kudus membuat mereka bisa berbicara dalam bahasa yang mereka pahami. Dan, dalam Kisah Para Rasul 2 disampaikan bahwa mereka dapat berbicara dalam bahasa yang mereka mengerti dan mereka berbicara tentang perbuatan Allah yang ajaib, perbuatan Allah yang besar. Jadi, Tuhan punya tujuan melalui berbagai bahasa ini, yaitu untuk memuliakan Tuhan dan memperkenalkan Kristus kepada seluruh umat manusia. Yang terakhir, tujuan misi Allah terletak pada kesudahannya, di mana Ia ingin melihat bahwa nantinya ada sekumpulan besar orang yang tak terhitung jumlahnya dari segala bangsa, suku, kaum, dan bahasa datang menyembah Allah. Gambarannya adalah ada banyak suku bangsa dengan berbagai macam pakaian yang mereka kenakan dan bahasa yang mereka gunakan untuk datang menyembah Tuhan. Tuhan tidak akan menghilangkan suku dan bahasa, tetapi Ia ingin kita semua datang menyembah Tuhan dengan bahasa dan budaya yang kita miliki, yang juga merupakan anugerah Allah.
Jadi, Allah memiliki misi melalui bahasa yang Ia bawa bagi umat Israel. Dan, melalui bahasa, Tuhan ingin menyatakan bahwa Ia hadir bukan hanya untuk orang Israel, tetapi juga untuk seluruh bangsa. Tuhan sangat menghargai keanekaragaman bahasa dan budaya, dan ini sesuai dengan rencana Allah. Sebab, kerinduan Allah adalah agar misi-Nya hadir bagi segala bangsa. Bahasa adalah sarana untuk memperlihatkan dan memperkenalkan Allah. Tidak ada satu pun bahasa yang lebih unggul daripada bahasa yang lain dan tujuan dari bahasa sendiri sesungguhnya adalah menjadi sarana untuk meneruskan kebijaksanaan Allah.
Tuhan telah memberikan anugerah bahasa, dan kita melihat perjalanan panjangnya hingga sampai ke Indonesia. Berdasarkan etnolog atau daftar bahasa-bahasa di seluruh dunia versi yang paling baru, yaitu versi 25 tahun 2022, terdapat 723 bahasa di Indonesia. Bahasa di dunia sendiri terdiri dari sekitar 7000an bahasa atau kurang lebih 7.117 bahasa. Dengan perkataan lain, ada sekitar 10% bahasa dari seluruh bahasa di dunia ada di Indonesia. Fakta ini menjadi sesuatu yang patut kita banggakan. Selain itu, Indonesia menjadi negara terbesar kedua yang mempunyai bahasa di seluruh dunia. Yang berada pada urutan pertama adalah negara tetangga kita, Papua Nugini.
Mari kita lihat jumlah bahasa di setiap pulau di Indonesia. Di Sumatera ada 34 bahasa. Kemudian, di Jawa ada 11 bahasa, Kalimantan memiliki 74 bahasa, Sulawesi 113 bahasa, semakin banyak hingga ke arah timur, seperti NTT, NTB, dan kemudian Maluku, hingga ke Papua sehingga terdapat 723 bahasa. Namun, ada juga beberapa bahasa yang penuturnya lebih luas atau bahasa yang bukan asli Indonesia, seperti bahasa Mandarin, tetapi ini pun termasuk di dalam daftar bahasa di Indonesia. Ada sekitar empat bahasa yang bukan asli bahasa Indonesia atau bukan bahasa pribumi.
Di samping itu, terdapat juga bahasa isyarat di Indonesia yang dikenal dengan Bisindo dan beberapa bahasa isyarat lain yang masih dalam bentuk dialek, atau perlu penelitian lebih lanjut, karena beberapa perbedaan di antara bahasa-bahasa isyarat tersebut. Namun, syukurlah saat ini bahasa isyarat sudah semakin banyak menolong rekan-rekan Tuna Rungu, salah satunya dengan adanya juru bahasa isyarat atau JBI yang menolong mereka mengakses berita, informasi, dan dan banyak hal lainnya.
Ketahanan bahasa juga dapat dihitung dalam skala. Bahasa ibu kita terkadang lebih dari satu. Ketahanan bahasa dari level 1 sampai 10 disebut EGIDS (Expanded Graded Intergenerational Disruption Scale). Jadi, EGIDS merupakan skala ketahanan bahasa. Angka nol sampai 10 mendeskripsikan posisi ketahanan bahasa. Semakin ke atas, semakin besar gangguannya. Mulai dari angka nol hingga bahasa tersebut semakin menghilang pada angka ke-10. Posisi aman dilambangkan dengan warna hijau, kemudian posisi tidak aman ditandai dengan warna kuning, dan warna hitam berarti bahasa tersebut telah punah. Performa di Indonesia sendiri di mana terdapat 700-an bahasa berada paling banyak di posisi tidak aman. Dalam kurva EGIDS, generasi pertama masih menuturkannya, tetapi perlahan-lahan generasi kedua, yaitu anak-anak dan remaja, sudah mulai tidak menuturkannya. Karena itu, jika tidak dipelihara atau dikembangkan lagi, bahasa-bahasa ini akan punah. Ada 12 bahasa yang berpotensi punah. Kemungkinan, dari tahun ke tahun akan terjadi pergeseran dan ancaman kepunahan jika tidak ada yang menggunakan dan melestarikan bahasa tersebut.
Bahasa sebagai alat komunikasi memungkinkan kita untuk berpikir, mengekspresikan, melukiskan, dan mengungkapkan ide. Bahasa juga menjadi alat kita untuk belajar serta menjadi identitas kita. Bahasa kita tuturkan, tuliskan, atau isyaratkan. Kemudian, penggunaan bahasa dapat dikembangkan di berbagai bidang secara holistik, termasuk bidang pendidikan, bisa dalam bidang sosial, ekonomi, politik, pariwisata, rohani, dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk membawa perubahan hidup, termasuk memenuhi tujuan utama dalam misi Allah.
Menurut penelitian dari UNESCO tentang penggunaan bahasa di dunia pendidikan, ternyata 40% anak-anak tidak dapat mengakses pendidikan karena mereka tidak memahami bahasa yang digunakan di dunia pendidikan. Mengapa? Karena mereka berinteraksi dengan bahasa ibu di rumah, di pasar, dan di mana pun mereka berada. Setelah memasuki usia sekolah, mereka harus beradaptasi dengan bahasa Indonesia yang mungkin bukan bahasa pertama mereka, terutama di daerah-daerah yang anak-anaknya masih monolingual dan menuturkan satu bahasa ibu/lokal yang kuat. Mungkin, di atas 70% dari mereka berinteraksi menggunakan bahasa itu. Ketika masuk kelas, mereka cukup bingung karena harus mempelajari dua hal, mengenal bahasa pengantarnya dan juga memahami maksudnya. Hal ini sesuai dengan data yang ditunjukkan oleh penelitian UNESCO secara global yang menyebutkan bahwa ada
sekitar 575 anak terpinggirkan dan tidak bersekolah atau drop out. Angka putus sekolah ini cukup tinggi karena mereka kesulitan mengerti konteks pelajaran. Jadi, penelitian ini menunjukkan perlunya mengupayakan bahasa yang optimal digunakan untuk literasi dan pembelajaran selama di Sekolah Dasar sebagai bahasa pertama anak-anak.
Lantas, bagaimana cara mengatasinya?
Salah satu hal yang dapat kita lakukan dalam dunia pendidikan adalah dengan melaksanakan pendidikan multibahasa berbasis bahasa ibu. Di sini, penekanannya adalah multibahasa, tetapi dimulai dengan pembelajaran dalam bahasa ibu. Anak-anak perlu menguasai bahasa ibu sebagai bahasa pertama mereka dan bahasa yang mereka mengerti. Kemudian, secara perlahan akan pindah secara 100% ke Bahasa Indonesia. Proses ini dimulai dari usia PAUD hingga pada kelas 4, di mana saat itu mereka sudah menguasai bahasa Indonesia. Langkah ini menjadi salah satu pelayanan Yayasan Suluh dan yayasan-yayasan lain yang melakukan PMBBI atau Pendidikan Multibahasa Berbasis Bahasa Ibu, yaitu pendidikan berbasis bahasa ibu dan sebagai jembatan pendidikan dalam bahasa Indonesia atau bahasa lainnya.
Selama ini, dalam bahasa Indonesia kita mengenal abjad ABC, dst. Namun, di tempat-tempat tertentu terdapat jenis huruf yang melambangkan bahasa yang ada di situ. Karena itu, perlu dibuat suatu sistem abjad untuk memperkuat penggunaan bahasa tersebut. Selain digunakan untuk tujuan pendidikan, bahasa juga dapat dipakai untuk memperkuat ranah rohani. Salah satunya melalui adanya penerjemahan Alkitab. Untuk tujuan inilah dibuat ortografi atau sistem abjad. Sistem abjad ini akan membantu melambangkan lafal-lafal atau suara-suara yang tidak dapat direfleksikan dalam abjad bahasa Indonesia. Dengan demikian, penduduk lokal dapat belajar dengan bahasa, budaya, dan alfabet yang mereka kenal, termasuk dengan buku-buku dan gambar-gambar yang sesuai dengan adat budaya
mereka. Inilah yang disebut pendekatan kreatif dengan bahasa ibu.
Pendekatan bahasa ibu ini bukan berarti pendekatan yang kuno, tetapi juga sudah memanfaatkan teknologi. Dengan demikian, belajar bahasa ibu menjadi lebih menyenangkan. Pertama, pembelajaran bahasa ibu telah menggunakan perangkat lunak atau aplikasi khusus untuk melafalkan bunyi huruf dan setiap suku katanya dengan baik dan benar. Kedua, buku-buku digital yang sudah diciptakan, baik itu kurikulum maupun cerita-cerita, telah dimasukkan dalam satu aplikasi atau perangkat lunak, salah satunya menggunakan Bloom software. Ketiga, adalah pembelajaran menggunakan video tutorial. Di sini, anak-anak dapat mengakses video yang dapat dipakai untuk pembelajaran bahasa ibu. Berikutnya, adalah pembelajaran menggunakan media digital Bloom yang dimasukkan ke dalam perangkat tablet. Aplikasi ini dapat menerjemahkan pembelajaran ke dalam beberapa bahasa, termasuk bahasa daerah, bahasa lokal, dan bahasa Indonesia, hingga ke bahasa Inggris. Di samping itu, juga terdapat software Alfatiles untuk mempelajari keaksaraan menggunakan bahasa ibu melalui permainan yang sangat menyenangkan,. Melalui aplikasi-aplikasi ini, anak-anak akan belajar cara menulisnya, bunyinya, dan cara melafalkannya. Aplikasi ini dibuat sesederhana mungkin dan dapat digunakan secara offline, serta dapat dimainkan hingga 10 orang. Selain belajar menjadi lebih menyenangkan tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga orang dewasa, aplikasi ini juga semakin menumbuhkan minat membaca karena tersedianya buku-buku digital yang mudah diakses.
Penelitian UNESCO menunjukkan bahwa terdapat keuntungan dari pendidikan bahasa ibu sejak dini. Anak-anak menjadi lebih mungkin berhasil di sekolah, orang tua lebih mungkin berkomunikasi dengan guru, berpartisipasi dalam pembelajaran anak-anak mereka, dan anak-anak ingin tinggal lebih lama di sekolah atau lingkungan pendidikan. Selain itu, anak-anak dalam pendidikan multibahasa cenderung mengembangkan keterampilan berpikir yang lebih baik dibandingkan dengan teman-teman mereka yang hanya mampu menguasai satu bahasa.
Di beberapa tempat yang dilayani oleh Yayasan Suluh dapat dibuktikan bahwa kemampuan baca-tulis anak akan meningkat seiring dengan kemampuan multibahasanya, khususnya kemampuan untuk memahami konteks bacaan. Kadang, ada juga pelatihan untuk ibu membaca bersama anak dalam bahasa ibu sehingga memperkuat bonding/ikatan mereka. Adanya teknologi EGRA (Early Great Reading Assessment) juga sangat menolong. EGRA merupakan sebuah assessment untuk melihat kemampuan membaca anak melalui perangkat lunak atau aplikasi. Aplikasi ini biasanya dilakukan di awal sebelum program dilaksanakan untuk dapat melihat peningkatannya pada akhir program. Namun, ternyata teknologi ini juga dapat diaplikasikan di awal, di tengah, atau di akhir program. Kemampuan baca-tulis ini ditingkatkan melalui pembelajaran bahasa ibu dengan cara yang menyenangkan dan kreatif, melalui lagu-lagu dan cerita-cerita yang ada di sekitar mereka sehingga dapat mereka lihat dan rasakan karena itu bukan cerita budaya yang jauh dari mereka, tetapi yang mereka alami setiap hari. Terlebih lagi, dukungan teknologi digital membuka akses untuk mereka bisa membaca dan mengerti firman Tuhan yang membawa perubahan ke kehidupan yang lebih baik. Jadi, tidak hanya mampu membaca, tetapi juga dapat memahami apa yang dibaca.
Alat tersebut sebenarnya digunakan untuk menguji kemampuan membaca dan pemahamannya. Kadang-kadang kita bisa membaca, tetapi kita tidak mengerti maknanya. Kita bisa dengan cepat membaca bahasa Inggris, tetapi kita mungkin tidak langsung mengerti maknanya sehingga harus membaca ulang. Keunikan yang pernah ditemukan oleh pelayanan ini adalah ketika anak-anak diuji, seka
GoGrow! Bahasa Ibu, Digitally!
Oleh: Veni Setiawati
Bertepatan dengan Hari Bahasa Ibu Internasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari, mari kita melihat pelayanan Yayasan Suluh Insan Lestari (SIL) dalam pelayanan digital berbasis bahasa secara holistik yang dikerjakannya.
Yayasan Suluh Insan Lestari sendiri memiliki tagline "Transforming Life through Living Languanges" atau mentransformasi hidup melalui bahasa yang dekat di hati. SIL adalah salah satu organisasi Kristen yang menyediakan pelayanan berbasis bahasa secara holistik dalam berbagai bidang, yaitu bidang kebahasaan, bidang pendidikan, bidang kerohanian, dan juga bidang sosial. Pelayanan ini berpusat di Jakarta, tetapi juga terdapat di Papua, Sentani, Sulawesi, NTT, Sumba Timur, dan Palu.
Apa itu bahasa ibu? Dan, mengapa harus bahasa ibu?
Ada beberapa macam definisi bahsa ibu. Pertama, bahasa ibu adalah bahasa yang dipakai sebagai sarana komunikasi di rumah. Kedua, bahasa ibu adalah bahasa yang dipelajari secara informal sejak lahir. Ketiga, bahasa ibu diidentifikasikan sebagai bahasa asli atau kadang disebut identitas diri atau bahasa asli. Keempat, bahasa ibu adalah yang paling dimengerti. Kelima adalah bahasa yang paling sering digunakan. Kemudian, Wosenen menambahkan definisi yang keenam, yaitu bahwa bahasa ibu adalah bahasa yang dikuasai dengan baik agar anak-anak dapat belajar topik akademis pada tingkat yang cocok sesuai usianya. Definisi ini memiliki tujuan utama untuk pendidikan.
Di Indonesia sendiri, kita mengenal banyak sekali bahasa ibu. Mulai dari bahasa Indonesia, Jawa Ngoko, Jawa Krama, Batak, Dayak Kalimantan, Tiochiu, Mandarin, Manado, Sasak, Timor, Nias, Suroboyo, Ambon, dst... Kita hidup di tengah-tengah pluralitas dalam konteks multilingualisme sehingga mungkin kita mengusasi lebih dari satu bahasa dan sudah menjadi bahasa ibu kita. Karena itu, bahasa ibu yang kita gunakan bisa lebih dari satu. Bahasa ternyata juga membawa identitas lain, yaitu budaya, pakaian, cara bertutur, juga cara bernyanyi. Namun, mengapa bahasa ibu?
Mari kita lihat sedikit dari konteks Alkitab dan misi Allah melalui bahasa. Misi Allah dimulai dari peristiwa penciptaan. Penciptaan dimulai dari satu orang kemudian menjadi beberapa orang. Pada waktu itu, seluruh bumi adalah satu bahasa dan satu logatnya (Kejadian 11). Selanjutnya, adalah peristiwa menara Babel. Pada waktu itu, karena kesombongannya, manusia diserakkan ke berbagai belahan bumi. Di situlah Tuhan memberikan anugerah kepada kita dengan munculnya berbagai bahasa bagi umat manusia. Peristiwa selanjutnya adalah kedatangan Yesus yang terdapat dalam dunia Perjanjian Baru. Dalam kitab Lukas, Yesus datang ke dunia menjadi sama dengan manusia dan Ia ingin berbicara dalam bahasa manusia supaya kita mengenal Allah dalam wujud Yesus, yang datang dan berbicara dengan bahasa manusia.
Misi Allah berikutnya adalah peristiwa Pentakosta. Dalam peristiwa ini, para rasul berbicara dalam berbagai bahasa yang dapat dipahami oleh semua orang. Padahal, para rasul tidak dapat berbicara dengan bahasa-bahasa tersebut. Namun, pertolongan Roh Kudus membuat mereka bisa berbicara dalam bahasa yang mereka pahami. Dan, dalam Kisah Para Rasul 2 disampaikan bahwa mereka dapat berbicara dalam bahasa yang mereka mengerti dan mereka berbicara tentang perbuatan Allah yang ajaib, perbuatan Allah yang besar. Jadi, Tuhan punya tujuan melalui berbagai bahasa ini, yaitu untuk memuliakan Tuhan dan memperkenalkan Kristus kepada seluruh umat manusia. Yang terakhir, tujuan misi Allah terletak pada kesudahannya, di mana Ia ingin melihat bahwa nantinya ada sekumpulan besar orang yang tak terhitung jumlahnya dari segala bangsa, suku, kaum, dan bahasa datang menyembah Allah. Gambarannya adalah ada banyak suku bangsa dengan berbagai macam pakaian yang mereka kenakan dan bahasa yang mereka gunakan untuk datang menyembah Tuhan. Tuhan tidak akan menghilangkan suku dan bahasa, tetapi Ia ingin kita semua datang menyembah Tuhan dengan bahasa dan budaya yang kita miliki, yang juga merupakan anugerah Allah.
Jadi, Allah memiliki misi melalui bahasa yang Ia bawa bagi umat Israel. Dan, melalui bahasa, Tuhan ingin menyatakan bahwa Ia hadir bukan hanya untuk orang Israel, tetapi juga untuk seluruh bangsa. Tuhan sangat menghargai keanekaragaman bahasa dan budaya, dan ini sesuai dengan rencana Allah. Sebab, kerinduan Allah adalah agar misi-Nya hadir bagi segala bangsa. Bahasa adalah sarana untuk memperlihatkan dan memperkenalkan Allah. Tidak ada satu pun bahasa yang lebih unggul daripada bahasa yang lain dan tujuan dari bahasa sendiri sesungguhnya adalah menjadi sarana untuk meneruskan kebijaksanaan Allah.
Tuhan telah memberikan anugerah bahasa, dan kita melihat perjalanan panjangnya hingga sampai ke Indonesia. Berdasarkan etnolog atau daftar bahasa-bahasa di seluruh dunia versi yang paling baru, yaitu versi 25 tahun 2022, terdapat 723 bahasa di Indonesia. Bahasa di dunia sendiri terdiri dari sekitar 7000an bahasa atau kurang lebih 7.117 bahasa. Dengan perkataan lain, ada sekitar 10% bahasa dari seluruh bahasa di dunia ada di Indonesia. Fakta ini menjadi sesuatu yang patut kita banggakan. Selain itu, Indonesia menjadi negara terbesar kedua yang mempunyai bahasa di seluruh dunia. Yang berada pada urutan pertama adalah negara tetangga kita, Papua Nugini.
Mari kita lihat jumlah bahasa di setiap pulau di Indonesia. Di Sumatera ada 34 bahasa. Kemudian, di Jawa ada 11 bahasa, Kalimantan memiliki 74 bahasa, Sulawesi 113 bahasa, semakin banyak hingga ke arah timur, seperti NTT, NTB, dan kemudian Maluku, hingga ke Papua sehingga terdapat 723 bahasa. Namun, ada juga beberapa bahasa yang penuturnya lebih luas atau bahasa yang bukan asli Indonesia, seperti bahasa Mandarin, tetapi ini pun termasuk di dalam daftar bahasa di Indonesia. Ada sekitar empat bahasa yang bukan asli bahasa Indonesia atau bukan bahasa pribumi.
Di samping itu, terdapat juga bahasa isyarat di Indonesia yang dikenal dengan Bisindo dan beberapa bahasa isyarat lain yang masih dalam bentuk dialek, atau perlu penelitian lebih lanjut, karena beberapa perbedaan di antara bahasa-bahasa isyarat tersebut. Namun, syukurlah saat ini bahasa isyarat sudah semakin banyak menolong rekan-rekan Tuna Rungu, salah satunya dengan adanya juru bahasa isyarat atau JBI yang menolong mereka mengakses berita, informasi, dan dan banyak hal lainnya.
Ketahanan bahasa juga dapat dihitung dalam skala. Bahasa ibu kita terkadang lebih dari satu. Ketahanan bahasa dari level 1 sampai 10 disebut EGIDS (Expanded Graded Intergenerational Disruption Scale). Jadi, EGIDS merupakan skala ketahanan bahasa. Angka nol sampai 10 mendeskripsikan posisi ketahanan bahasa. Semakin ke atas, semakin besar gangguannya. Mulai dari angka nol hingga bahasa tersebut semakin menghilang pada angka ke-10. Posisi aman dilambangkan dengan warna hijau, kemudian posisi tidak aman ditandai dengan warna kuning, dan warna hitam berarti bahasa tersebut telah punah. Performa di Indonesia sendiri di mana terdapat 700-an bahasa berada paling banyak di posisi tidak aman. Dalam kurva EGIDS, generasi pertama masih menuturkannya, tetapi perlahan-lahan generasi kedua, yaitu anak-anak dan remaja, sudah mulai tidak menuturkannya. Karena itu, jika tidak dipelihara atau dikembangkan lagi, bahasa-bahasa ini akan punah. Ada 12 bahasa yang berpotensi punah. Kemungkinan, dari tahun ke tahun akan terjadi pergeseran dan ancaman kepunahan jika tidak ada yang menggunakan dan melestarikan bahasa tersebut.
Bahasa sebagai alat komunikasi memungkinkan kita untuk berpikir, mengekspresikan, melukiskan, dan mengungkapkan ide. Bahasa juga menjadi alat kita untuk belajar serta menjadi identitas kita. Bahasa kita tuturkan, tuliskan, atau isyaratkan. Kemudian, penggunaan bahasa dapat dikembangkan di berbagai bidang secara holistik, termasuk bidang pendidikan, bisa dalam bidang sosial, ekonomi, politik, pariwisata, rohani, dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk membawa perubahan hidup, termasuk memenuhi tujuan utama dalam misi Allah.
Menurut penelitian dari UNESCO tentang penggunaan bahasa di dunia pendidikan, ternyata 40% anak-anak tidak dapat mengakses pendidikan karena mereka tidak memahami bahasa yang digunakan di dunia pendidikan. Mengapa? Karena mereka berinteraksi dengan bahasa ibu di rumah, di pasar, dan di mana pun mereka berada. Setelah memasuki usia sekolah, mereka harus beradaptasi dengan bahasa Indonesia yang mungkin bukan bahasa pertama mereka, terutama di daerah-daerah yang anak-anaknya masih monolingual dan menuturkan satu bahasa ibu/lokal yang kuat. Mungkin, di atas 70% dari mereka berinteraksi menggunakan bahasa itu. Ketika masuk kelas, mereka cukup bingung karena harus mempelajari dua hal, mengenal bahasa pengantarnya dan juga memahami maksudnya. Hal ini sesuai dengan data yang ditunjukkan oleh penelitian UNESCO secara global yang menyebutkan bahwa ada
sekitar 575 anak terpinggirkan dan tidak bersekolah atau drop out. Angka putus sekolah ini cukup tinggi karena mereka kesulitan mengerti konteks pelajaran. Jadi, penelitian ini menunjukkan perlunya mengupayakan bahasa yang optimal digunakan untuk literasi dan pembelajaran selama di Sekolah Dasar sebagai bahasa pertama anak-anak.
Lantas, bagaimana cara mengatasinya?
Salah satu hal yang dapat kita lakukan dalam dunia pendidikan adalah dengan melaksanakan pendidikan multibahasa berbasis bahasa ibu. Di sini, penekanannya adalah multibahasa, tetapi dimulai dengan pembelajaran dalam bahasa ibu. Anak-anak perlu menguasai bahasa ibu sebagai bahasa pertama mereka dan bahasa yang mereka mengerti. Kemudian, secara perlahan akan pindah secara 100% ke Bahasa Indonesia. Proses ini dimulai dari usia PAUD hingga pada kelas 4, di mana saat itu mereka sudah menguasai bahasa Indonesia. Langkah ini menjadi salah satu pelayanan Yayasan Suluh dan yayasan-yayasan lain yang melakukan PMBBI atau Pendidikan Multibahasa Berbasis Bahasa Ibu, yaitu pendidikan berbasis bahasa ibu dan sebagai jembatan pendidikan dalam bahasa Indonesia atau bahasa lainnya.
Selama ini, dalam bahasa Indonesia kita mengenal abjad ABC, dst. Namun, di tempat-tempat tertentu terdapat jenis huruf yang melambangkan bahasa yang ada di situ. Karena itu, perlu dibuat suatu sistem abjad untuk memperkuat penggunaan bahasa tersebut. Selain digunakan untuk tujuan pendidikan, bahasa juga dapat dipakai untuk memperkuat ranah rohani. Salah satunya melalui adanya penerjemahan Alkitab. Untuk tujuan inilah dibuat ortografi atau sistem abjad. Sistem abjad ini akan membantu melambangkan lafal-lafal atau suara-suara yang tidak dapat direfleksikan dalam abjad bahasa Indonesia. Dengan demikian, penduduk lokal dapat belajar dengan bahasa, budaya, dan alfabet yang mereka kenal, termasuk dengan buku-buku dan gambar-gambar yang sesuai dengan adat budaya
mereka. Inilah yang disebut pendekatan kreatif dengan bahasa ibu.
Pendekatan bahasa ibu ini bukan berarti pendekatan yang kuno, tetapi juga sudah memanfaatkan teknologi. Dengan demikian, belajar bahasa ibu menjadi lebih menyenangkan. Pertama, pembelajaran bahasa ibu telah menggunakan perangkat lunak atau aplikasi khusus untuk melafalkan bunyi huruf dan setiap suku katanya dengan baik dan benar. Kedua, buku-buku digital yang sudah diciptakan, baik itu kurikulum maupun cerita-cerita, telah dimasukkan dalam satu aplikasi atau perangkat lunak, salah satunya menggunakan Bloom software. Ketiga, adalah pembelajaran menggunakan video tutorial. Di sini, anak-anak dapat mengakses video yang dapat dipakai untuk pembelajaran bahasa ibu. Berikutnya, adalah pembelajaran menggunakan media digital Bloom yang dimasukkan ke dalam perangkat tablet. Aplikasi ini dapat menerjemahkan pembelajaran ke dalam beberapa bahasa, termasuk bahasa daerah, bahasa lokal, dan bahasa Indonesia, hingga ke bahasa Inggris. Di samping itu, juga terdapat software Alfatiles untuk mempelajari keaksaraan menggunakan bahasa ibu melalui permainan yang sangat menyenangkan,. Melalui aplikasi-aplikasi ini, anak-anak akan belajar cara menulisnya, bunyinya, dan cara melafalkannya. Aplikasi ini dibuat sesederhana mungkin dan dapat digunakan secara offline, serta dapat dimainkan hingga 10 orang. Selain belajar menjadi lebih menyenangkan tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga orang dewasa, aplikasi ini juga semakin menumbuhkan minat membaca karena tersedianya buku-buku digital yang mudah diakses.
Penelitian UNESCO menunjukkan bahwa terdapat keuntungan dari pendidikan bahasa ibu sejak dini. Anak-anak menjadi lebih mungkin berhasil di sekolah, orang tua lebih mungkin berkomunikasi dengan guru, berpartisipasi dalam pembelajaran anak-anak mereka, dan anak-anak ingin tinggal lebih lama di sekolah atau lingkungan pendidikan. Selain itu, anak-anak dalam pendidikan multibahasa cenderung mengembangkan keterampilan berpikir yang lebih baik dibandingkan dengan teman-teman mereka yang hanya mampu menguasai satu bahasa.
Di beberapa tempat yang dilayani oleh Yayasan Suluh dapat dibuktikan bahwa kemampuan baca-tulis anak akan meningkat seiring dengan kemampuan multibahasanya, khususnya kemampuan untuk memahami konteks bacaan. Kadang, ada juga pelatihan untuk ibu membaca bersama anak dalam bahasa ibu sehingga memperkuat bonding/ikatan mereka. Adanya teknologi EGRA (Early Great Reading Assessment) juga sangat menolong. EGRA merupakan sebuah assessment untuk melihat kemampuan membaca anak melalui perangkat lunak atau aplikasi. Aplikasi ini biasanya dilakukan di awal sebelum program dilaksanakan untuk dapat melihat peningkatannya pada akhir program. Namun, ternyata teknologi ini juga dapat diaplikasikan di awal, di tengah, atau di akhir program. Kemampuan baca-tulis ini ditingkatkan melalui pembelajaran bahasa ibu dengan cara yang menyenangkan dan kreatif, melalui lagu-lagu dan cerita-cerita yang ada di sekitar mereka sehingga dapat mereka lihat dan rasakan karena itu bukan cerita budaya yang jauh dari mereka, tetapi yang mereka alami setiap hari. Terlebih lagi, dukungan teknologi digital membuka akses untuk mereka bisa membaca dan mengerti firman Tuhan yang membawa perubahan ke kehidupan yang lebih baik. Jadi, tidak hanya mampu membaca, tetapi juga dapat memahami apa yang dibaca.
Alat tersebut sebenarnya digunakan untuk menguji kemampuan membaca dan pemahamannya. Kadang-kadang kita bisa membaca, tetapi kita tidak mengerti maknanya. Kita bisa dengan cepat membaca bahasa Inggris, tetapi kita mungkin tidak langsung mengerti maknanya sehingga harus membaca ulang. Keunikan yang pernah ditemukan oleh pelayanan ini adalah ketika anak-anak diuji, sekalipun bahasa Indonesia mereka lancar, tetapi ketika materinya ditanyakan kembali, mereka ternyata kurang memahaminya. Namun, ketika diuji dengan bahasa ibu, sekali pun mereka kurang lancar untuk membaca karena belum terbiasa, tetapi sewaktu dilihat tingkat pemahamannya mereka justru jauh lebih memahami membaca dalam bahasa ibu mereka. Hal-hal tersebut membuktikan bahwa perlunya disusun materi-materi kurikulum pendidikan maupun cerita Alkitab dan sebagainya dalam bahasa ibu.
Macam-macam bidang penggunaan bahasa ibu ini salah satunya adalah pada masa pandemi COVID-19. Pelayanan ini bersama-sama dengan banyak sukarelawan di seluruh Indonesia menerjemahkan sekitar 60-an lebih materi tentang COVID-19 pada April 2020. Sebagian besar dari mereka baru pertama kali mempunyai produk dalam bahasa mereka dan membuat mereka menjadi sangat bersemangat. Mereka tidak hanya menerjemahkannya, tetapi juga membuat video yang kemudian diterjemahkan. Ada juga audio
yang bisa diperdengarkan di mana-mana, termasuk direkam dan disiarkan di radio-radio. Salah satunya dalam bahasa Betawi, yaitu "Nyak Babe", yang berupa audio drama sehingga membuat mereka lebih memahami tentang COVID-19.
Kemudian, ada juga video dalam bahasa isyarat. Bukan sekadar cuplikan kecil, tetapi betul-betul diperagakan dari dan untuk teman-teman Tuna Rungu yang jarang sekali mempunyai produk semacam itu. Mereka merasa senang dan dihargai melalui produk tersebut karena mereka juga memiliki hak untuk mengakses informasi yang sama. Dalam hal rohani, ada banyak hal yang bisa kita lakukan dengan menggunakan bahasa ibu karena bahasa ibu merupakan bahasa yang dekat di hati. Banyak istilah dalam bahasa ibu yang tidak tergantikan ke bahasa yang lain. Istilah tersebut bukan hanya terekam di kepala, tetapi masuknya ke dalam hati. Ada pelayanan sekolah minggu, cerita-cerita Alkitab, pujian, baik itu pujian anak maupun lagu rohani. Kemudian penerjemahan Alkitab, film Yesus dalam berbagai bahasa, dan penggunaan-penggunaan yang lain, misalnya pemulihan dari trauma yang orang lebih bisa dan senang mengekspresikan dalam bahasa mereka. Semua itu akan lebih mudah dihafal, diresapi, dan dipahami.
Penggunaan teknologi di bidang rohani dengan menggunakan bahasa ibu ini juga dipalikasikan dalam dunia penerjemahan Alkitab. Ada beberapa software atau aplikasi yang dapat digunakan dalam penerjemahan Alkitab, misalnya, Paratext, Scripture at Builder, dan Dictionary Apps untuk membuat kamus tools box, dan berbagai software yang dikembangkan oleh SIL International untuk mendukung penyediaan firman Tuhan dan materi-materi dalam bahasa ibu. Selain itu, ada juga metode penerjemahan Alkitab secara lisan atau tidak ditulis. Dengan demikian, kita dapat menemukan ribuan situs bahasa suku untuk mengakses materi-materi dalam bahasa ibu, yaitu bahasa daerah dan bahasa lokal, mulai dari Alkitab sampai berbagai materi media, seperti film Yesus, Alkitab audio, dan video-video Injil. Kemudian, juga ada Superbook untuk anak-anak yang sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Selain itu, ada pula Messenger X. Messenger X adalah buku-buku rohani digital yang mulai diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia dan beberapa dalam bahasa Jawa, sehingga kini sudah siap diluncurkan buku-buku pemuridan dalam bahasa Jawa. Teknologi ini memungkinkan kita untuk mengakses semua materi, secara khusus firman Tuhan, dalam bahasa ibu dalam berbagai bahasa yang ada untuk kita bisa mengenal Allah melalui bahasa yang kita mengerti melalui bahasa yang ada di hati kita.
PBB telah memproklamirkan periode tahun 2022-2032 (10 tahun) sebagai International Gates of Indigenous Languages, yaitu Dekade Internasional Bahasa Asli atau Bahasa Pribumi untuk menarik perhatian global pada situasi kritis banyak bahasa pribumi dan untuk memobilisasi pemangku kepentingan dan sumber daya untuk pelestarian revitalisasi dan promosi mereka. Jadi, berdasarkan penelitian dari 7000an bahasa, sekitar 40%-nya sudah dalam kondisi mulai terancam. Jika kita tidak menggunakan, melestarikan, merevitetalisasi dan mempromosikannya, UNESCO secara khusus akan memberikan perhatian untuk itu dan mengajak semua komunitas global untuk mendukung bahasa pribumi. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.
Kiranya kita semua masih bangga dengan satu atau lebih bahasa ibu kita. Bahasa adalah identitas kita. Kita juga dapat memanfaatkan teknologi untuk membuat dan mengakses semua materi dalam bahasa ibu. Dengan demikian, kita sebagai pribadi atau pun sebagai organisasi gereja, dapat menjadi bagian dari komunitas dunia yang menggunakan anugerah Tuhan, yaitu bahasa untuk kemuliaan Tuhan dan kehidupan kita yang lebih baik lagi.lipun bahasa Indonesia mereka lancar, tetapi ketika materinya ditanyakan kembali, mereka ternyata kurang memahaminya. Namun, ketika diuji dengan bahasa ibu, sekali pun mereka kurang lancar untuk membaca karena belum terbiasa, tetapi sewaktu dilihat tingkat pemahamannya mereka justru jauh lebih memahami membaca dalam bahasa ibu mereka. Hal-hal tersebut membuktikan bahwa perlunya disusun materi-materi kurikulum pendidikan maupun cerita Alkitab dan sebagainya dalam bahasa ibu.
Macam-macam bidang penggunaan bahasa ibu ini salah satunya adalah pada masa pandemi COVID-19. Pelayanan ini bersama-sama dengan banyak sukarelawan di seluruh Indonesia menerjemahkan sekitar 60-an lebih materi tentang COVID-19 pada April 2020. Sebagian besar dari mereka baru pertama kali mempunyai produk dalam bahasa mereka dan membuat mereka menjadi sangat bersemangat. Mereka tidak hanya menerjemahkannya, tetapi juga membuat video yang kemudian diterjemahkan. Ada juga audio
yang bisa diperdengarkan di mana-mana, termasuk direkam dan disiarkan di radio-radio. Salah satunya dalam bahasa Betawi, yaitu "Nyak Babe", yang berupa audio drama sehingga membuat mereka lebih memahami tentang COVID-19.
Kemudian, ada juga video dalam bahasa isyarat. Bukan sekadar cuplikan kecil, tetapi betul-betul diperagakan dari dan untuk teman-teman Tuna Rungu yang jarang sekali mempunyai produk semacam itu. Mereka merasa senang dan dihargai melalui produk tersebut karena mereka juga memiliki hak untuk mengakses informasi yang sama. Dalam hal rohani, ada banyak hal yang bisa kita lakukan dengan menggunakan bahasa ibu karena bahasa ibu merupakan bahasa yang dekat di hati. Banyak istilah dalam bahasa ibu yang tidak tergantikan ke bahasa yang lain. Istilah tersebut bukan hanya terekam di kepala, tetapi masuknya ke dalam hati. Ada pelayanan sekolah minggu, cerita-cerita Alkitab, pujian, baik itu pujian anak maupun lagu rohani. Kemudian penerjemahan Alkitab, film Yesus dalam berbagai bahasa, dan penggunaan-penggunaan yang lain, misalnya pemulihan dari trauma yang orang lebih bisa dan senang mengekspresikan dalam bahasa mereka. Semua itu akan lebih mudah dihafal, diresapi, dan dipahami.
Penggunaan teknologi di bidang rohani dengan menggunakan bahasa ibu ini juga dipalikasikan dalam dunia penerjemahan Alkitab. Ada beberapa software atau aplikasi yang dapat digunakan dalam penerjemahan Alkitab, misalnya, Paratext, Scripture at Builder, dan Dictionary Apps untuk membuat kamus tools box, dan berbagai software yang dikembangkan oleh SIL International untuk mendukung penyediaan firman Tuhan dan materi-materi dalam bahasa ibu. Selain itu, ada juga metode penerjemahan Alkitab secara lisan atau tidak ditulis. Dengan demikian, kita dapat menemukan ribuan situs bahasa suku untuk mengakses materi-materi dalam bahasa ibu, yaitu bahasa daerah dan bahasa lokal, mulai dari Alkitab sampai berbagai materi media, seperti film Yesus, Alkitab audio, dan video-video Injil. Kemudian, juga ada Superbook untuk anak-anak yang sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Selain itu, ada pula Messenger X. Messenger X adalah buku-buku rohani digital yang mulai diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia dan beberapa dalam bahasa Jawa, sehingga kini sudah siap diluncurkan buku-buku pemuridan dalam bahasa Jawa. Teknologi ini memungkinkan kita untuk mengakses semua materi, secara khusus firman Tuhan, dalam bahasa ibu dalam berbagai bahasa yang ada untuk kita bisa mengenal Allah melalui bahasa yang kita mengerti melalui bahasa yang ada di hati kita.
PBB telah memproklamirkan periode tahun 2022-2032 (10 tahun) sebagai International Gates of Indigenous Languages, yaitu Dekade Internasional Bahasa Asli atau Bahasa Pribumi untuk menarik perhatian global pada situasi kritis banyak bahasa pribumi dan untuk memobilisasi pemangku kepentingan dan sumber daya untuk pelestarian revitalisasi dan promosi mereka. Jadi, berdasarkan penelitian dari 7000an bahasa, sekitar 40%-nya sudah dalam kondisi mulai terancam. Jika kita tidak menggunakan, melestarikan, merevitetalisasi dan mempromosikannya, UNESCO secara khusus akan memberikan perhatian untuk itu dan mengajak semua komunitas global untuk mendukung bahasa pribumi. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.
Kiranya kita semua masih bangga dengan satu atau lebih bahasa ibu kita. Bahasa adalah identitas kita. Kita juga dapat memanfaatkan teknologi untuk membuat dan mengakses semua materi dalam bahasa ibu. Dengan demikian, kita sebagai pribadi atau pun sebagai organisasi gereja, dapat menjadi bagian dari komunitas dunia yang menggunakan anugerah Tuhan, yaitu bahasa untuk kemuliaan Tuhan dan kehidupan kita yang lebih baik lagi.