Mengasihi Allah dengan Menghidupi Perintah Allah yang Pertama/Terutama

Buku "Loving God" ditulis oleh Charles Colson, seorang pengacara dan juga menjadi penasihat presiden Amerika Serikat Richard Nixon. Charles lahir di Boston pada tahun 1931, dan meninggal pada tahun 2012. Nama Charles Colson menjadi terkenal di seluruh dunia karena peristiwa skandal Watergate bersama presiden Richard Nixon pada tahun 1972-1974. Skandal politik di Amerika Serikat ini mengakibatkan pengunduran diri Presiden Richard Nixon dan krisis konstitusi yang menghebohkan bukan saja di Amerika, tetapi juga di seluruh dunia pada tahun 1970-an.

Karena insiden tersebut, Colson dipenjara. Di dalam penjara, Tuhan membentuk dan membina Colson untuk lebih mengenal siapa Tuhan Yesus. Ketika keluar dari penjara, ia mendirikan satu organisasi bernama "Prison Fellowship" tahun 1976. Kejadian yang dialami oleh Colson ini menjadi latar belakang buku ini. Dalam buku ini, ia menyampaikan pergumulannya dalam menghayati arti, harga, dan makna pemuridan.

Bagaimana Mengasihi Allah?


Allah sudah terlebih dahulu mengasihi anak-anak-Nya. Hal ini dapat dilihat melalui firman Tuhan yang tertulis di Yohanes 3:16, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Ini merupakan kasih yang nyata dari Allah, Dia tidak hanya berkata-kata, tetapi bertindak dengan memberikan Anak-Nya yang Tunggal bagi umat manusia yang berdosa. Manusia yang awalnya tidak memiliki hubungan dengan Allah, beroleh keselamatan, dapat berhubungan, berkomunikasi, dan bersekutu dengan Allah melalui kematian-Nya di kayu salib.

Lalu, bagaimana seharusnya manusia mengasihi Allah? Seperti yang tertulis dalam Matius 22:27-38, kita harus mengasihi-Nya dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dan dengan segenap akal budi. Ini merupakan hukum yang terutama dan pertama, yang diberikan Allah kepada manusia. Tuhan menuntut kita untuk mengasihi-Nya secara utuh. Dan, hal inilah yang dibahas oleh Colson melalui pengetahuan dan pengalamannya sebagai seorang pengacara, sebagai seorang penasihat presiden, dan sebagai pendiri dari pelayanan "Prison Fellowship". Tuhan mengizinkan Charles Colson belajar mengasihi Allah melalui hal-hal yang dialaminya.

Kasih Allah kepada manusia sudah nyata. Lalu, bagaimana kita seharusnya menunjukkan kasih itu kepada-Nya? Kita harus mengasihi-Nya setiap waktu, bukan hanya dalam waktu-waktu tertentu. Setiap manusia memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam menyatakan kasihnya kepada Allah. Ada yang berpendapat bahwa mengasihi Allah berarti harus mau terus melakukan perintah-Nya. Dan, ada juga yang menunjukkan kasih-Nya kepada Allah dengan mempersembahkan dirinya untuk melayani Tuhan. Pandangan ini tidaklah salah. Ketika cara mengasihi Allah itu masih seturut dengan kebenaran firman-Nya, itu sah saja.

Buku yang ditulis oleh Colson ini mengajak kita untuk mengasihi Allah dengan melihat beberapa poin penting, yaitu mengasihi Allah melalui ketaatan, otoritas Kitab Suci, pertobatan, kekudusan, keadilan, bangsa yang kudus, serta kehidupan dan kematian.

1. Ketaatan
"Lihatlah, Ia hendak membunuh aku, tak ada harapan bagiku, namun aku hendak membela perilakuku di hadapan-Nya." (Ayub 13:15)

Tidak peduli apa yang terjadi, bagaimana situasinya, dan seperti apa hasilnya, sebagai anak-anak Tuhan, kita dituntut untuk taat. Ketaatan yang dituntut di sini adalah ketaatan dalam iman. Ketaatan yang tidak hanya melakukan, tetapi harus mau menerima dan menuruti perintah-perintah Allah dengan penuh kerelaan (1 Yohanes 5:3). Contoh anak-anak Tuhan yang taat dapat kita lihat dari Ayub. Ketika Ayub mengalami masalah besar dalam hidupnya, kehilangan anak-anaknya, kehilangan harta bendanya, dan sakit-sakitan, ia tetap berpegang teguh kepada Allah yang berdaulat. Ia juga mengatakan bahwa sekalipun Allah membunuhnya, ia tetap hanya akan berharap kepada-Nya. Ayub tetap percaya kepada Allah, apa pun yang terjadi imannya tidaklah goyah. Dan, inilah salah satu bukti dari iman yang percaya dan bertindak berdasarkan ketaatan. Demikian juga dengan Paulus, walaupun ia mengalami penderitaan, ia tetap hanya bersandar kepada Allah.

2. Otoritas Kitab Suci
"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." (Lukas 4:18-19)

Jika kita mengklaim beriman kepada Yesus, kita harus memercayai otoritas Kitab Suci. Colson adalah seorang pengacara yang selalu menuntut adanya bukti, baik itu bukti nyata maupun bukti palsu. Dan, ia juga melakukan itu terhadap Alkitab, ia mencari dan memeriksa dengan teliti otoritas apa yang ada dalam Kitab Suci. Ia menemukannya sehingga ia menggunakannya dalam pelayanannya. Kitab Suci memiliki otoritas atas hidup setiap orang percaya. Colson melihat ini ketika ia membaca bahwa Yesus memulai pelayanan-Nya dengan menggunakan Kitab Suci. Ketika Dia masuk ke dalam rumah ibadat, Dia membuka gulungan Kitab Yesaya dan membacanya. Bahkan, dalam Perjanjian Lama sering ditunjukkan bahwa Yesus selalu menggunakan firman Allah atau Kitab Suci. Yesus selalu mengerjakan pelayanan-Nya dan tugas dari Allah berdasarkan otoritas Kitab Suci. Yesus dan Colson selalu menetapkan kehidupan berdasarkan Kitab Suci. Itu artinya kita sebagai anak-anak Tuhan juga harus selalu percaya pada otoritas firman Tuhan/Kitab Suci.

3. Pertobatan
Kata-Nya: "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Markus 1:15)

Firman Tuhan dibaca bukan hanya untuk sekadar memperoleh hidup, tetapi di dalamnya harus ada pertobatan. Pertobatan di sini bukan hanya tentang mau dibaptis, tetapi harus bersedia berubah dalam segala aspek, baik itu pikiran, perkataan, maupun perbuatan. Pertobatan juga perlu dilakukan secara berkesinambungan, dari hari ke hari, dengan taat untuk menjaga kekudusan.

Ketika Colson berbaring di dalam penjara, ia merenungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya dan hal-hal yang telah ia lakukan. Ia akhirnya sadar bahwa ia adalah orang berdosa, dan dosa-dosa itu ia lakukan dalam tindakan, dan jauh dari kekudusan. Saat itu, ia seperti melihat film dalam kehidupannya, yang pada akhirnya menjadi awal dari pertobatannya. Tuhan melihat hati setiap kita. Dia mengatakan bahwa dosa sejak awal sudah ada dalam hati kita. Sebagai anak-anak Tuhan, kita harus mau berbalik dan berkomitmen untuk bertobat, dan keluar dari lingkaran dosa-dosa tersebut. Pertobatan adalah karunia Allah yang menuntun kepada kehidupan. Dengan pertobatan, kita menyadari bahwa kita mengasihi Allah.

4. Kekudusan
"Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang." (Matius 15:18-20)

Dalam perenungannya, Colson juga menyadari bahwa hidupnya jauh dari kekudusan. Dalam hatinya sering timbul segala pikiran jahat yang menimbulkan perzinaan, percabulan, pencurian, sumpah palsu, dan hujat. Itulah yang menajiskan semua orang. Ketika kita menyadari dosa-dosa tersebut dan ketidakberdayaan untuk melepaskannya, ingatlah bahwa Allah telah menyediakan jalan bagi kita sehingga kita dipenuhi dengan rasa syukur kepada Allah yang telah mengutus anak-Nya, mati di kayu salib, supaya kita beroleh hidup yang kekal dan kekudusan hidup. Karakter Allah tidak berubah, begitu juga akan harapan-Nya dengan kekudusan umat-Nya. Kalau kita merasa bahwa kita adalah umat Allah, berarti kita juga harus memiliki karakter seperti Allah, menjaga kekudusan karena Dia adalah kudus. Allah menghendaki kita hidup kudus, tetapi kita sering kali melupakan hal ini dan bersandar pada kelemahan-kelemahan kita. Sadar atau tidak, dosa ada di dalam kita. Dengan hidup kudus, kita menyatakan bahwa kita mengasihi Allah. Dan, kasih karunialah yang membuat kita ingin menjadi kudus, seperti Dia yang juga adalah kudus.

5. Keadilan
"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?" (Mikha 6:8)

Colson mengatakan bahwa, "⅝Jika kita mau mengasihi Allah, kita harus mengasihi keadilan-Nya dan bertindak sesuai dengan-Nya". Jika sebelumnya yang dibahas adalah menjaga kekudusan yang berarti menghidupi perintah-Nya tidak peduli dengan harga yang akan dibayar. Sama halnya dengan keadilan, Allah juga menghendaki setiap umat-Nya untuk menjaga keadilan dan bertindak sesuai dengan kehendak-Nya. Setiap kita perlu mengambil sikap yang radikal, bermoral, mutlak, dan tidak bergantung pada situasi. Sekarang ini, manusia cenderung jauh dari keadilan, dan Colson menyadari hal itu. Ia bergumul tentang keadilan ketika masih menjadi pengacara dan menjadi penasihat presiden. Dia sadar bahwa kuasa tidak sama dengan keadilan, dan ada banyak hal lainnya lagi yang ia sadari tidak berkenan bagi Allah. Dia tidak mengasihi Allah melalui perbuatannya yang tidak adil, padahal keadilan merupakan salah satu bentuk kita mengasihi Allah. Jika kita mau mengasihi Allah, kita harus mencintai keadilan-Nya dan bertindak sesuai dengan firman-Nya.

6. Bangsa yang Kudus
Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: (1 Petrus 2:9)

Gereja adalah suatu komunitas yang seluruhnya baru oleh karena adanya pertobatan. Tanpa adanya pertobatan, maka komunitas atau persekutuan itu hanya akan menjadi suatu perkumpulan sosial. Gereja tidak menarik orang masuk, melainkan mengutus orang keluar untuk memengaruhi dunia. Dengan demikian, Kerajaan Allah akan terlihat melalui orang percaya. Beginilah seharusnya cara gereja mengasihi.

7. Kehidupan dan Kematian
Colson belajar mengenai kehidupan dan kematian sebagai pengertian mengasihi Allah. Apa yang dimaksud dengan hal ini? Colson bertemu dengan seorang nenek di panti jompo. Nenek tersebut hanya bisa merasakan, berpikir, dan menulis surat. Colson menanyakan apa dilakukan si nenek setiap hari, dan si nenek menjawab, "Saya tidak bisa lagi berbuat banyak, saya hanya bisa membaca Alkitab, berdoa, menonton beberapa acara rohani di tv, dan menulis surat kepada orang-orang yang ada di penjara karena nenek tersebut pernah dipenjara. Nenek tersebut sangat menyesal karena tidak melakukan hal-hal yang baik ketika ia masih muda. Sebelumnya, karena merasa kesepian, kesakitan, tidak dikasihi, dan kehilangan keluarga nenek ini merasa bahwa dunia ini seperti neraka. Namun, melalui semuanya itu, dia jadi tahu bahwa betapa hampanya hidup ini jika menjalani hidup dengan mengandalkan diri sendiri. Hal ini mendorong dia untuk berseru kepada Allah, dan Allah memimpinnya keluar dari belenggu itu untuk percaya, bertobat, taat, hidup kudus, dan membalut hatinya yang patah. Melalui pengalaman ini, si nenek terus rindu melayani orang-orang yang berada di penjara melalui surat-surat yang ditulisnya.

Dunia bisa menjadi neraka ketika kita hidup untuk diri sendiri, tetapi bisa menjadi tempat kita untuk mengasihi Allah. Ini bisa terjadi karena kita sudah mengalami kasih Allah tersebut. Kita harus selalu percaya dan melakukan segala sesuatu berdasarkan kebenaran firman Tuhan, bukan berdasarkan pikiran dan perasaan kita. Hal ini memang memerlukan komitmen dan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Teruslah berjuang dan kerjakanlah disiplin rohani yang saat ini kita lakukan supaya kita mampu melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya dalam hidup kita. Namun, tetaplah waspada karena sering kali anak-anak Tuhan terjebak di antara mengasihi Allah atau mengasihi pekerjaan-Nya.