Ketika kita bicara soal pendidikan dan pendidikan Kristen, maka kita melihat bahwa pendidikan Kristen terkait dengan konteks pendidikan pada bangsa Israel dalam Perjanjian Lama. Kemudian, Allah mengutus Tuhan Yesus Kristus dan setelah Yesus naik ke surga menyelesaikan pekerjaan-Nya, muncullah gereja. Tugas gereja selanjutnya adalah menjadikan segala bangsa murid Tuhan dan membangun orang-orang percaya menjadi jemaat, sehingga gereja menjadi tempat orang belajar menggantikan sinagoge pada zaman Yahudi. Peranan sinagoge pada saat itu, selain menjadi tempat belajar dan beribadah, juga merupakan tempat untuk menikmati firman Tuhan yang diajar oleh para rasul dan para tua-tua jemaat. Pada waktu itu, sudah ada orang yang memiliki karunia mengajar. Dalam 2 Timotius 2 terdapat nasihat Paulus kepada Timotius supaya mencari orang yang cakap mengajar. Itu menunjukkan bahwa gereja mula-mula sudah begitu mapan, sudah memiliki pengajar-pengajar yang berkualitas. Dalam Yakobus pasal 3, terdapat peringatan agar jangan semua orang ingin jadi guru, karena sebagai guru kita akan dihakimi. Maksud dari ayat ini sebenarnya adalah agar orang berhati-hati ketika menjadi guru. Dia harus bisa dipercaya. Lidahnya harus bisa dipercaya, karena pasal 3 itu bicara soal lidah.
Pendidikan Kristen juga berlangsung di keluarga. Itu jelas disebutkan dalam Ulangan, Efesus, dan Kolose. Dan, pendidikan Kristen juga terdapat di sekolah Kristen, sebab sekolah Kristen pada dasarnya adalah wakil gereja dan wakil keluarga. Tidak ada ayat di dalam Alkitab yang mengharuskan mendirikan sekolah, melainkan mendirikan jemaat Tuhan atau membangun keluarga, loco ecclesia, locco parentis. Maka, sekolah Kristen tidak dapat lepas dari gereja yang mendukungnya atau gereja yang membangunnya. Oleh sebab itu, jika kita ingin membangun konsep PAK atau konsep pendidikan agama Kristen, maka itu berarti mengajar agama Kristen atau melakukan pendidikan bagi warga jemaat.
Pakar pendidikan Kristen, Campbell Wycjoff dan Robert Pazmino (terutama melalui tulisannya yang terkenal "Fondasi-fondasi Pendidikan Kristen") mengatakan jika kita ingin membangun fondasi yang kuat untuk pendidikan Kristen, maka orang harus belajar Alkitab. Orang harus belajar Alkitab, kemudian belajar teologi, belajar filsafat, belajar sejarah pendidikan. Itu sebabnya, orang perlu belajar pendidikan dari zaman ke zaman atau sejarah pendidikan, pemikiran pendidikan Kristen, ilmu psikologi yang terkait dengan pendidikan, ilmu sosiologi antropologi untuk mengetahui konteks kita berada, ilmu sosiologi masyarakat dan sosiologi budaya, antropologi, dan ilmu komunikasi karena seorang pendidik harus pandai berkomunikasi. Hal ini juga disebutkan oleh Undang-undang guru dan dosen tahun 2005 no.14, yang menyebutkan kompetensi sosial guru, yaitu kepribadian, pedagogi, sosial, dan profesional.
Seorang guru perlu mempelajari teori belajar. Teori belajar sebenarnya memiliki hubungan dengan membangun teori belajar dari Alkitab karena di Alkitab terdapat terminologi-terminologi keragaman dalam hal belajar. Contohnya, dalam Perjanjian Lama terdapat kata yadah yang berarti mengenal. Mengajar orang berarti mengajar orang untuk mengenal sesuatu. Yadah terhadap Tuhan, termasuk juga mengenal Tuhan, artinya memiliki hubungan yang sangat intim. Terdapat pula kata hokma atau hikmat dalam Perjanjian Lama. Jadi, kalau kita mengajar orang, berarti membuat orang tersebut menjadi berhikmat. Oleh sebab itu, sebagai pengajar kita tidak boleh melupakan dasar pengajaran Alkitab, meski kita harus pula mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Alkitab mengajari kita konsep pendidikan, sehingga para pengajar juga perlu mempelajari Alkitab.
Pendidik Kristen harus mengerti pula konteks nasional pendidikan di Indonesia dan harus mengkontekstualisasi teori pendidikan dan konteks pendidikan. Dengan demikian, saat mereka membuat bahan pendidikan Kristen, materinya bisa menjadi relevan untuk menjawab kebutuhan keluarga, sekolah, gereja, masyarakat. Dan, orang Indonesia harus berani berteori mengenai pendidikan, jangan hanya mengadopsi yang dari seberang, atau dari Amerika khususnya, hanya karena kita berkiblat ke sana.
Lalu, apa manfaat belajar Alkitab dalam wilayah pendidikan Kristen?
Pertama, Alkitab secara kanonikal, artinya kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang berjumlah 66 kitab itu sudah kanon, atau menjadi tolok ukur, standar bagi kita. Ada juga kitab-kitab di luar itu yang disebut ekstra kanonikal atau deuterokanonikal, yang diakui dan dibaca oleh umat Katolik. Namun, pada umumnya orang Protestan menerima Alkitab kanon yang terdiri dari 66 kitab. Jadi, membaca Alkitab secara menyeluruh adalah untuk mengerti tujuan pendidikan, yaitu menuntut peserta didik mengenal, mengasihi, menghormati, taat kepada Allah, Allah Tritunggal.
Selain itu, firman Allah juga berkuasa mengubah kehidupan. Tujuan pendidikan adalah transformasi kognisi, afeksi, relasi, moral, karakter, perilaku, membawa orang berdamai dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan sesama, juga dengan lingkungan. Dan, semua itu dapat kita pelajari dari Alkitab, karena Alkitab mentransformasi hidup kita. Ada seorang profesor di Murdoch University -- seorang profesor pendidikan dalam konteks sekuler -- yang mengatakan kalau mau mengalami transformasi dalam pendidikan, maka murid harus belajar mengenal siapa Allah. Seperti disebutkan sebelumnya, kata Yadah dalam Perjanjian Lama, lalu ada kata ginosko dalam Perjanjian Baru, yang berarti mengenal secara kognitif, atau oidah, yaitu mengenal secara batiniah.
Belajar mengenal Alkitab bertujuan agar kita membangun, mengembangkan, dan memperkaya isi bahan ajar kita, baik itu pelayanan pemuda, pelayanan remaja, pelayanan sekolah minggu, maupun pelayanan mengajar di perguruan tinggi. Belajar Alkitab itu juga akan menolong kita mengajar anak, menjawab kebutuhan remaja, kebutuhan orang dewasa dan lansia, kebutuhan katekisasi, kebutuhan PA, dan sebagai bahan khotbah. Alkitab adalah hal yang sangat sentral untuk menjawab berbagai kebutuhan ini.
Dalam membangun kurikulum, terkadang kita menemukan bahwa kurikulum di gereja itu terlalu dogmatis, entah menekankan soal baptisan selam, baptisan percik, baptisan roh kudus, atau bahasa roh. Terkadang, orang terlalu menekankan dogma yang diajarkan di gereja maupun di sekolah. Ada pula guru-guru agama yang sangat sarat dogma, tetapi kurang menekankan pentingnya Alkitab. Di sisi lain, ada guru yang menekankan Alkitab saja, tetapi tidak mau mempelajari ragam-ragam teologi. Padahal, seorang guru agama perlu memahami ajaran-ajara gereja yang beragam. Itu sebabnya seorang guru agama perlu belajar untuk mengenali ragam-ragam pengajaran dengan nalar yang sehat. Namun, dia harus bersandar kembali kepada Alkitab.
Masyarakat Indonesia sejak tahun 2011 menekankan pendidikan karakter. Itu sebabnya, pendidikan agama di sekolah sejak tahun 2012, khususnya melalui kurikulum 2013, mengintegrasikan pendidikan agama dengan budi pekerti, karena itu adalah nilai-nilai yang dijunjung tinggi di tengah masyarakat kita. Dan, kita masih punya tugas besar sebenarnya, bagaimana mewujudkan visi dan misi dari pendidikan nasional, yaitu mengembangkan integrasi agama dengan budi pekerti atau karakter melalui pendidikan. Ada juga kurikulum yang dibangun berdasarkan kebutuhan siswa, kebutuhan remaja, misalnya love, sex, and dating. Itu merupakan kebutuhan remaja, dan jangan lupa membahas itu di dalam pengajaran-pengajaran kepada remaja. Pergumulan mereka tentang diri mereka sendiri, tentang relasi dengan teman, tentang hubungan dengan orangtua. Ada pula masalah stres, depresi, kesepian, inferioritas, dsb. Ini semua merupakan kebutuhan-kebutuhan yang perlu difasilitasi pemenuhannya. Sehingga, jika kita ingin membangun fondasi pendidikan berdasarkan Alkitab, artinya kita tidak boleh mengabaikan kurikulum berdasar ajaran gereja atau juga kehidupan Kristen yang menyentuh kehidupan orang-orang serta yang terjadi di masyarakat. Termasuk dalam masalah ini misalnya masalah kemajemukan, intoleransi, kemiskinan, dsb. Alkitab harus kita pelajari untuk memperkaya kita dalam membangun dimensi-dimensi lain, untuk kita dapat membuat kurikulum.
Dalam Alkitab, terdapat bermacam-macam pengajar yang diberikan oleh Tuhan. Yang pertama, orang yang mengajar sebagai imam, sebelum muncul para nabi. Imam bertugas menuntun umat untuk beribadah kepada Allah. Itu sebabnya dalam kitab Bilangan ada doa para imam. Para guru agama juga berperan atau berfungsi sebagai imam, karena itu merupakan hal yang sangat fundamental dalam Alkitab. Ada imam seperti Harun, atau Musa yang juga bertindak sebagai imam di samping sebagai nabi dan pemimpin Israel, dan seterusnya. Yang kedua, orang yang mengajar sebagai nabi. Nabi mengajar melalui teguran atau melalui penguatan. Kadang orang menganggap nabi itu memiliki tugas untuk bernubuat, terutama nubuat masa depan. Itu hanya salah satu tugas nabi, disebut foretelling atau melihat masa depan. Namun, tugas nabi yang lain adalah for telling (untuk menyampaikan) pesan Tuhan pada masa kini yang menguatkan, yang meneguhkan. Dalam Alkitab, tugas itu dilakukan oleh Elia, Yehezkiel, Yesaya, Amos, dan banyak lagi nabi-nabi. Ada nabi besar (disebut demikian karena tulisan mereka memiliki pengaruh yang besar), seperti Yesaya, Yehezkiel, Yeremia, dan juga Daniel yang memiliki pengaruh yang sangat besar. Lalu, ada nabi-nabi kecil, seperti Amos, Zakharia, dan belasan nabi kecil lainnya.
Jadi, mengapa mempelajari Alkitab? Agar kita dapat menjadi guru yang berhikmat. Belajarlah dari Amsal, belajarlah dari pengkhotbah, sehingga kita dapat diberkati melalui apa yang dinyatakan dalam kedua kitab itu. Guru PAK memiliki fungsi kenabian, keimaman, dan pengajar hikmat. Pengajar hikmat itu mengajar secara sederhana -- seperti kiasan-kiasan -- dan membawa orang yang belajar itu berhikmat, bukan hanya berpengetahuan. Berhikmat berarti orang mampu mengaplikasikan pengetahuan dengan tepat sasaran. Sebab, banyak orang berpengetahuan, tetapi tidak berhikmat, tidak bijaksana. Dan, hikmat sesungguhnya datang dari anugerah Roh Kudus kepada kita. Roh kudus memakai pengetahuan kita untuk membuat kita berhikmat.
Lalu, apa pentingnya mempelajari Alkitab sebagai guru agama? Ada banyak pelajaran dari kitab puisi dan syair. Penulis puisi itu mengajar umat. Mereka mengajar melalui apa? Puisi, terutama dalam kitab Mazmur. Dalam sebuah webinar dikatakan bahwa kitab Mazmur berisi ratapan, atau lament dalam bahasa Inggris. Jadi, sekitar 40% dari kitab Mazmur itu berisi ratapan. Apa artinya ini bagi ibadah kita? Apa artinya ini bagi kehidupan kita? Artinya adalah kitab-kitab Mazmur itu mengajak kita untuk berseru kepada Tuhan, menjerit kepada Tuhan, menyatakan semua persoalan kita, khususnya pada masa pandemi COVID yang sedang terjadi sekarang, dan kita bisa mengajak anak-anak mencintai Mazmur. Dan, ada pemahaman-pemahaman yang luar biasa dari Mazmur, termasuk juga mulai Mazmur 120 sampai 130 yang merupakan Mazmur peziarahan, tentang bagaimana orang berziarah. Dalam kitab syair itu terdapat pula kitab Mazmur hikmat, seperti Mazmur 111 dan Mazmur 1. Dengan mempelajari Alkitab, kita juga akan diberi motivasi menjadi pengajar seperti pemazmur. Guru agama perlu menulis puisi atau memberi ruang bagi anak-anak sekolah minggu atau para remaja di sekolah untuk membaca puisi. Apalagi, sekarang ini puisi amat diperlukan.
Jika kita membaca Alkitab, kita bisa meniru teladan Ezra, sang ahli kitab atau ahli Taurat. Jika kita mempelajari Alkitab, kita bisa meniru teladan Yesus, kita bisa meneladani kasih Allah untuk kita. Yesus disebut mengajar dengan penuh kuasa. Mengapa Dia disebut seperti itu? Lihatlah dalam Matius pasal 7 ayat 28 dan 29. Jika kita melihat khotbah Yesus yang direkam Matius dalam pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 13, pasal 18, kita bisa melihat berbagai pengajaran Yesus di sana. Ada juga pengajaran-Nya mengenai akhir zaman dalam pasal 24 dan 25. Dalam kitab Injil, bisa melihat teladan Yesus sebagai Guru Agung, dan itu mempesona. Saat menjalani profesi keguruan, maka yang menjadi fondasi dari para pendidik adalah teladan dari Yesus, Sang Guru Agung. Memang Tuhan Yesus adalah Juru Selamat, memang Tuhan Yesus adalah anak Allah, memang Tuhan Yesus itu adalah Tuhan. Namun, perhatikan Yohanes 13 ayat 13, saat Dia menyatakan bahwa Dia adalah guru dan Tuhan. Dia adalah yang kita pertuan agung, Dia juru selamat kita, Dia raja kita, tetapi Dia juga memberi teladan bagaimana menjadi pengajar yang baik.
Kemudian, juga Roh Kudus pengajar kita, jangan lupa ini. Roh Kudus adalah pengajar kita. Dia adalah pengajar yang tidak terlihat. Dia mengajar melalui hidup, hati, dan kata-kata kita. Dia bekerja melalui kata-kata kita, melalui materi-materi yang disajikan. Itulah karya dari Roh Kudus yang luar biasa. Jika kita tidak memberi diri dipimpin oleh Roh Allah, maka ketika mengajar dampaknya akan menjadi minim. Namun, jika kita memberi diri dipimpin oleh Roh Allah seperti dinyatakan dalam Galatia, Paulus berkata, "Berilah dirimu dipimpin oleh roh," maka kita akan menjadi pengajar yang sangat sangat efektif dipakai oleh Tuhan. Dan, jika kita mempelajari Alkitab, kita juga bisa melihat pengajaran dari Paulus, Petrus, surat-surat mereka, dan sebagainya.
Jika Alkitab itu penting, maka bagaimana cara agar kita memahami isi Alkitab?
Untuk itu, kita membutuhkan alat/tools untuk bisa mengeksplorasi Alkitab, yang sudah tersedia melalui pelayanan SABDA. Ada tafsiran, peta Alkitab, interlinear, Alkipedia, kamus, atau software SABDA, yang akan membantu kita untuk lebih memahami isi Alkitab. Selain itu, kita juga perlu membaca bahan-bahan renungan, khotbah ekspositori, doa, dan bahan-bahan yang akan memperkaya kerohanian dan iman kita. Sebab, ketika Tuhan Yesus menyatakan Amanat Agung, ada satu kalimat yang menyatakan, "Ajarlah mereka untuk melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu," dan poin ini penting sekali untuk para pendidik Kristen. Tugas kita adalah mengajarkan kehidupan Tuhan Yesus, pengajaran Tuhan Yesus. Di mana itu berada? Semua itu ada di dalam Injil Markus, Matius, Lukas, Yohanes, serta surat-surat Paulus yang juga berbicara tentang Yesus terkait dengan masalah-masalah kehidupan. Dengan membaca Injil, yang merupakan biografi Tuhan Yesus, kita bisa mengupas kehidupan-Nya, menerapkannya, dan kemudian menolong banyak orang mengenal siapa Tuhan. Pada saat ini, yang menjadi kekurangan adalah anak-anak kita kurang mengenal siapa Tuhan Yesus. Guru sekolah minggu dan guru agama juga kurang mengenal siapa Tuhan Yesus, bahkan para pengkhobah yang hebat pun kurang berkhotbah mengenai kehidupan Tuhan Yesus, yang sesungguhnya amat sangat vital dan penting dalam pengajaran.
Ada banyak lagi manfaat belajar Alkitab dalam rangka meningkatkan kompetensi guru mengajar PAK di sekolah, dalam menjadi orangtua, menjadi mentor, termasuk juga untuk pendidikan watak dan karakter. Dalam buku "Membangun Pribadi Unggul" karya Samuel Binsen Sidjabat, dibahas tentang pentingnya pendidikan karakter. Inspirasi Alkitab membantu guru atau pendidik untuk secara kritis dan konstruktif meresponi beragam teori dan konsep pendidikan kontemporer. Ada banyak teori dan konsep pendidikan dunia yang terkenal, mulai dari zaman Plato, Aristoteles, sampai teori dari para tokoh pendidikan modern. Namun, sebagai orang Kristen, kita tetap memiliki dasar pendidikan yang benar dan sejati berdasarkan firman Tuhan. Kita boleh mengenal teori-teori tersebut, tetapi kalau kita kembali kepada Alkitab, kita akan merasakan keheranan yang amat besar, apalagi terhadap apa yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus, yang menjadi teladan kita tentang menjadi seorang guru.
Teruslah menjadi pembelajar Alkitab, agar kita dipakai Tuhan Yesus, Sang Guru Agung, untuk menjadi guru yang berwibawa. Seperti tertulis dalam Matius 4 ayat 19, kita harus mengikut Dia agar dapat dibuat-Nya menjadi penjala manusia, guru agama. Lalu, dalam Matius 11 ayat 28-30, ada satu kalimat yang penting, "Belajarlah kepada-Ku." Tuhan Yesus mengizinkan kita, mendorong kita untuk selalu belajar, apalagi jika kita adalah seorang guru di sekolah, di gereja, di mana pun. Kita adalah representasi dari Tuhan Yesus yang mengatakan, "Memang, Akulah guru dan Tuhan."