Materi yang akan kita simak bersama-sama pada hari ini berjudul "Digital Quotient, Literasi Now". Nah, apabila Anda sudah mengikuti seri SABDA Live yang diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga SABDA, Anda pasti bisa melihat bagaimana teknologi itu bisa menambahkan nilai pada segala sesuatu yang kita kerjakan, termasuk di dalamnya untuk pelayanan. Bagaimana teknologi punya potensi yang membuat kita berinovasi dan juga memikirkan cara-cara kreatif untuk pelayanan. Namun, di sisi lain kita tidak bisa mengabaikan bahwa teknologi juga punya dampak negatif. Kita semua memiliki pengalaman pribadi terkait dampak negatif dari teknologi. Bahkan, kita sudah punya satu sesi khusus yang sudah disampaikan yaitu Bahaya dari Gereja Digital.
Saya akan melanjutkan dengan satu ilustrasi singkat, yaitu ilustrasi tentang mobil.
Seperti yang bisa Anda lihat, kadang kita tidak tahu kapan akan terjadi kecelakaan lalu lintas dengan mobil. Kita sudah mengikuti aturan yang berlaku, kita sudah menyetir dengan aman, tetapi kecelakaan bisa saja terjadi. Namun, itu tidak mencegah orang untuk tidak menggunakan kendaraan sama sekali. Sebab, kita bisa lihat bagaimana mobil atau kendaraaan apa pun bisa membawa kita ke mana pun atau membuat kita lebih cepat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ada begitu banyak manfaat yang bisa kita ambil dari kendaraan atau mobil. Itu artinya ada beberapa kasus kecelakaan, dan ada beberapa orang yang tidak bertanggung jawab. Dari sini sepertinya kita perlu memikirkan lebih jauh dari sekadar itu, lalu bagaimana solusinya. Bagaimana kita bisa melihat dampak positif dari mobil ini tanpa mengesempingkan dampak negatifnya.
Solusinya adalah orang perlu diajar atau dilatih untuk menyetir. Itu yang pertama. Karena itu, ada kursus-kursus yang menyediakan jasa untuk orang berlatih menyetir. Lalu, pengemudi sendiri juga harus mengembangkan keterampilan menyetirnya. Sebab, pepatah mengatakan orang bisa karena ia terbiasa. Memang, jam terbang punya pengaruh yang cukup tinggi juga ketika kita menyetir. Saya pikir, Anda bisa relate dengan hal ini. Saya dulu juga saat belajar masih agak ragu, semakin ke sini semakin bisa bertanggung jawab.
Kecelakaan mobil misalnya, orang juga perlu mencari penyebabnya, dan apakah si pengemudi layak atau tidak untuk menyetir. Maka polisi sering meminta surat-surat, kemudian melihat surat izin mengemudinya apakah orang yang bersangkutan punya, dan bagaimana orang itu mendapatkan suratnya. Karena kadang ada yang mendapatkan surat izin dengan cara yang tidak seharusnya sehingga keterampilan menyetirnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Karena itulah keterampilan menyetir harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan.
Sama halnya dengan dunia digital. Kemarin, kita melihat banyak potensi yang bisa dihasilkan, yang bisa kita dapatkan dari berbagai alat digital di sekitar kita, meskipun kita juga tidak bisa mengabaikan dampak-dampak negatifnya. Untuk menyebutkan beberapa di antaranya ada spamming, skinning, penipuan online. Lalu, bagi anak-anak ada cyber bullying, pencurian data, serta banyak lagi bahaya di dunia digital. Lalu, bagaimana solusinya? Solusinya sama seperti ilustrasi mobil tadi, yaitu orang perlu meningkatkan keterampilan mereka supaya orang tidak terjebak pada aspek-aspek tersebut, tetapi bisa sukses dalam dunia digital. Bukan sukses menjadi kaya, tetapi sukses menghidupi kehidupannya dalam dunia digital serelevan mungkin, semaksimal mungkin.
Berbicara tentang kecerdasan digital, mungkin orang langsung berpikir ke IQ (Intelectual Intelligence). Ini kecerdasan yang paling dasar yang setiap yag pasti dimiliki semua orang. IQ ini berbicara mengenai kecerdasan intelektual dalam berpikir abstrak, menimbang fakta, dan mengambil keputusan berdasarkan fakta-fakta atau bukti-bukti yang ada. Nah, ini sangat penting karena sebagai manusia yang hidup, kita punya akal untuk bertahan hidup. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa orang yang mempunyai IQ tinggi tidak menjamin bahwa dia akan sukses. Ternyata ada aspek kecerdasan lain yang pentingnya setara atau bahkan kadang lebih menggungguli IQ, yaiitu EQ (emotional Intelligence).
EQ atau kecerdasan emosional ini sangat berpengaruh, sebab sering kali jika kita sedang emosional, pemikiran kita atau cara berpikir kita menjadi tertutup. Kapasitas kita untuk berpikir secara objektif kadang menjadi terganggu karena situasi emosional. Oleh karena itu, kecerdasan emosional menjadi penting juga. Namun, ada yang lebih penting dari keduanya, yaitu ada SQ (spiritual inteligence) atau kecerdasan spiritual. Secara jiwa kita mengetahui bahwa hidupnya kecerdasan spiritual berbicara tentang bagaimana orang memiliki kemampuan untuk bertanya tentang makna hidup, apa tujuan hidupnya bagi dunia ini. Nah, sebagai orang Kristen, kita juga selalu ditekankan untuk melihat tujuan hidup, yaitu bukan hanya untuk kita pribadi, tetapi untuk menyenangkan Tuhan.
SQ ini mendasari IQ dan EQ kita ketika berpikir. Dan, ketiga aspek ini sangat penting dalam dunia digital, karena ketika kita hidup di era digital kita harus menggunakan alat-alat digital, sehingga ketiga aspek ini menjadi lebih penting dari sebelum-sebelumnya. Namun, kita juga tetap harus mengingat bahwa kita tinggal di dunia digital. Segala aspek dalam kehidupan kita sudah beralih ke dunia digital. Bahkan Indonesia sudah digital, dunia sudah digital. Dan, ketika kita memikirkan tentang digital, kita dipaksa untuk memikirkan lagi tentang aspek-aspek kecerdasan yang kita punya. Bagaimana IQ diterapkan dalam dunia digital. Bagaimana EQ diterapkan dalam dunia digital. IQ bicara tentang kemampuan, kapasitas kita untuk berpikir secara rasional. Dan, EQ bicara tentang mengelola emosi, dan keduanya ini ternyata sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosional kita. Kecerdasan untuk kita berpikir tentang makna hidup kita, tujuan hidup kita. Jadi, ketika kita melihat tujuan hidup kita adalah untuk melakukan sesuatu, maka itu akan memengaruhi bagaimana kita berpikir, cara kita menempatkan diri secara emosional atau mengontrol emosional kita.
Ketiga aspek ini sangat penting dalam dunia digital. Terlebih saat ini, jauh lebih penting dari pada sebelumnya, karena kita hidup di dunia digital, kita memiliki masalah-masalah baru yang ditimbul. Kita tinggal dalam dunia digital dan menggunakan alat-alat digital, serta semua aspek kehidupan kita sudah beralih ke digital maka mau tidak mau orang harus menjadi digital juga. Kondisi digital ini memaksa kita untuk meninjau kembali IQ, EQ, dan SQ yang kita punya supaya kita bisa relevan dengan dunia digital ini.
Dan, ketiga ini bisa dicapai dengan satu kecerdasan baru atau yang biasa kita sebut dengan DQ, yaitu Digital Intelligence Quotient. Kecerdasan digital ini adalah himpunan kemampuan sosial, emosional, dan kognitif yang memungkinkan individu menghadapi tantangan dan beradaptasi dengan tuntutan kehidupan digital. Jadi, DQ tidak hanya berbicara tentang alat-alat digital saja, tetapi mencakup aspek berpikir.
Ada 8 keterampilan kewarganegaraan digital yang seharusnya dimiliki oleh seorang warga negara digital termasuk kita semua saat ini.
Identitas Kewarganegaraan Digital :
1. Kemampuan membangun dan mengelola identitas online dan offline yang sehat dan berintegritas.
Jadi, yang pertama dan terutama adalah yang harus dimiliki oleh seseorang yang hidup dalam dunia digital sekarang ini adalah memahami bahwa dia adalah salah satu warga negara digital. Kita paham bahwa dunia digital sifatnya kolaboratif dan berpikir secara global, karena internet dan dunia digital pada dasarnya mencakup global. Jadi, ketika kita mengambil identitas sebagai warga negara digital, kita tidak hanya berpikir pada komunitas kita yang kecil, tetapi berpikir dalam komunitas yang lebih luas. Kita harus punya kemampuan untuk mengelola identitas itu, baik online maupun offline dengan sehat dan berintegritas.
2. Manajemen waktu di depan layar
Ini merupakan kecerdasan digital yang berkaitan dengan kemampuan mengelola pemakaian waktu di depan layar, multitasking, dan penggunaan game online dan media sosial. Seseorang yang cerdas digital tidak boleh membiarkan dirinya diatur oleh penggunaan layar media digitalnya sendiri. Seseorang yang memiliki kecerdasan digital akan bisa me-manage waktunya, sehingga tahu membatasi dirinya di depan layar. Karena kita saat ini sangat bergantung pada alat-alat digital, bukan berarti kita tidak bisa lepas sama sekali. Kadang kita juga perlu untuk lepas dari alat-alat itu untuk punya hari Sabat, yang bisa kita untuk berelasi secara offline atau melakukan hal-hal lain.
3. Manajemen perundungan siber
Artinya kemampuan mengenali situasi perundungan siber dan menanganinya dengan bijak. Berbeda ketika kita mengalami konflik secara langsung atau secara tatap muka. Konflik yang terjadi di dunia maya tidak sejelas itu. Terkadang orang menggunakan sarkasme, menggunakan kalimat-kalimat yang sepertinya tidak berbahaya, tetapi punya makna tersembunyi yang lebih mendalam. Salah satu aspek kecerdasan digital adalah mengenali kapan situasi perundungan ini sedang terjadi, entah terjadi pada kita atau kita menjadi tersangkanya. Dan, ketika kita cerdas secara digital, berarti kita akan bisa me-manage situasi perundungan, bagaimana harus menanggapi ketika kita mengalami cyber bullying. Lalu, khususnya untuk anak-anak, kita harus juga bisa mendidik anak-anak untuk bisa menangani dengan tenang, secepat mungkin mencari bantuan sebelum perundungan itu menjadi semakin tidak terkendali. Itu salah satu aspek yang penting juga dalam kecerdasan digital.
4. Manajemen keamanan siber
Kemampuan melindungi data pribadi dengan membuat password yang kuat serta mengelola berbagai serangan siber. Kita tahu bahwa dunia digital adalah dunia yang gelap. Ada banyak orang yang kurang bertanggung jawab yang juga menggunakan alat-alat digital untuk kepentingannya sendiri. Dengan mengetahui itu, sadar akan hal itu, kita seharusnya memiliki sistem untuk mengelola keamanan kita sendiri. Bukan hanya kita, tetapi untuk orang-orang di sekitar kita, supaya keamanan kita tidak terkompromi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
5. Empati digital
Kemampuan berempati kepada kebutuhan dan perasaan diri sendiri dan orang lain saat sedang online. Kemampuan berempati ini membahas bagaimana kita bisa sensitif menjawab kebutuhan dan perasaan diri sendiri dan orang lain ketika online. Intinya, kita bisa peka dalam komunikasi, supaya komunikasi itu bisa sukses. Namun, bukan berarti jatuh ke cyber bullying atau aspek lainnya.
6. Manajemen jejak digital
Kemampuan memahami sifat jejak digital dan akibatnya dalam kehidupan nyata serta bagaimana menanganinya dengan bertanggung jawab. Nah, seseorang yang cerdas digital akan tahu bahwa apa yang dilakukan atau diperbuat akan meninggalkan satu jejak, yang disebut jejak digital. Jejak digital ini sifatnya sangat lengket. Bisa jadi sampai berpuluh-puluh tahun ke depan akan tetap diingat. Saya ingat salah satu, ini pengalaman pribadi, sebenarnya bukan pribadi juga. Ada satu seri yang saya tonton, The Flash. Salah satu aktornya dipecat karena mereka melihat bahwa si aktor ini memposing perkataan-perkataan yang tidak pantas dalam akun twitternya. Padahal, postingan-postingan itu dibuat sudah lama, tetapi itu muncul karena ada jejak digital. Dan, ternyata apa yang diperbuatnya diketahui orang banyak. Itu punya konsekuensi. Orang yang cerdas digital tahu bahwa apa yang dikerjakannya di dunia digital akan meninggalkan jejak digital dan pasti bisa memanage supaya yang dilakukan tidak menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
7. Keterampilan berpikir kritis
Saya pikir semua orang akan relate. Kemampuan membedakan info yang benar dan salah, konten yang baik dan yang merusak, serta kontak online yang dapat dipercaya dan yang perlu dipertanyakan. Ini saya yakin Anda pernah mengalaminya, yaitu saat ada banyak pesan-pesan berantai yang tidak bisa diverifikasi kebenarannya atau dengan kata lain disebut hoax. Kalau dulu di Blackberry messenger, sekarang sudah berpindah di Whatsapp, kadang di Facebook. Itu disebabkan karena orang kurang kritis dalam menilai apakah konten ini benar atau tidak. Kemampuan berpikir kritis ini sangat penting dalam dunia digital untuk membedakan apakah konten ini bisa dipertanggungjawabkan atau tidak, apakah benar atau salah. Ataukah kita sedang berkontak dengan seseorang yang tidak kita kenal, dari belahan dunia lain misalnya, kita harus kritis apakah kontak ini bisa dipercaya atau kontak ini perlu dipertanyakan. Khususnya, yang paling gampang adalah ketika kita melakukan jual beli online, kita harus kritis dengan kontak yang kita hubungi.
8. Manajemen privasi
Kemampuan menangani informasi pribadi yang dibagikan secara online dengan bijak guna melindungi privasi pribadi dan sesama. Ada beberapa informasi yang sangat sensitif yang harusnya menjadi privasi pribadi, dan itu menjadi privasi orang lain juga. Sehingga kita juga harus saling menjaga dan melindungi, tidak hanya privasi kita, tetapi juga privasi sesama. Contohnya, jangan mengumbar password email atau sosial media di publik supaya tidak dibajak atau jangan mengungkapkan informasi-informasi yang sensitif seperti nomor rekening, atau data-data pribadi lainnya.
Setelah melihat dari delapan aspek nilai tadi, bisakah Anda menilai berapa skor DQ Anda? Ini bisa dijawab secara pribadi saja. Akan tetapi, masing-masing orang akan memiliki skor yang berbeda. Misalnya, ada orang yang manajemen waktunya rendah di depan layar rendah, karena sepertinya tidak bisa lepas dari HP atau gadget. Nah, apa yang bisa dilakukan? Yang bisa dilakukan adalah melatih diri supaya bisa meningkatkan kemampuan kecerdasan DQ di bidang itu. Caranya dengan menahan diri dan memberikan batasan dalam menggunakan HP, gadget, atau komputer dan punya hari Sabat untuk berpuasa dari teknologi dan semacamnya.
Lalu, untuk manajemen keamanan siber misalnya, mungkin kita lebih banyak mengikuti perkembangan berita terbaru supaya kita tahu apakah ada pesan-pesan yang berpotensi membajak akun kita atau ada informasi-informasi lain yang bisa kita serap supaya kita bisa makin baik dalam menangani keamanan kita sendiri. Berapa pun skor DQ yang Anda ambil untuk menilai pribadi, skor DQ ini hanyalah permulaan.
Memang tadi saya katakan bahwa DQ adalah solusi untuk masalah-masalah digital yang kita hadapi saat ini. Skor DQ hanya berbicara tentang kecerdasan kita ketika menggunakan alat-alat digital sedangkan kalau kita ingin hidup di dunia digital, ingin menavigasi hidup di dunia digital, kita harus menjadi dewasa secara digital. Dan, dewasa secara digital dimulai dengan memiliki kecerdasan digital.
Sebenarnya, ada dua aspek dari kecerdasan digital ini.
1. Digital Literacy
Artinya tahu tentang alat-alat digital. Contoh sederhana, tahu ada program itu dan tahu bagaimana cara menggunakannya. Paling tidak itu yang paling minim yang bisa dilakukan untuk orang bisa mendapat literasi digital.
Namun, kecerdasan digital tidak hanya terbatas pada kecerdasan alat. Maksudnya begini: kadang ada orang yang ketika menggunakan alat tertentu, misalya Microsoft Windows, orang biasa menggunakan laptop dengan sistem operasi Windows, katakanlah seperti itu. Ketika dia disodorkan macbook atau netbooks dengan sistem operasi Linux mungkin dia akan bingung. Jadi, kecerdasan alat perlu dibedakan dengan kecerdasan digital dalam menggunakan alat itu. Jadi, terlepas dari platformnya, terlepas dari skill yang diperlukan untuk menggunakan alat tertentu, kita masih punya kecerdasan digital yang cukup untuk menggunakan platform lain dan mengikuti perkembangan teknologi supaya kita tidak hanya literat secara digital, tetapi kita juga cerdas secara digital.
2. Digital Responsibility
Sama seperti IQ tadi, mempunyai DQ yang tinggi tidak menjamin bahwa orang itu juga bertanggung jawab dalam kehidupan. Karena itu, salah satu aspek penting lainnya adalah digital responsibility. Bagaimana orang bisa bertanggung jawab dengan kehidupannya di dunia digital. Bertanggung jawab dengan literasi yang dia miliki, bertanggung jawab dengan kecerdasan yang dia miliki. Bagaimana dia menggunakannya? Apakah untuk kepentingan pribadi atau untuk kebaikan bersama atau yang lebih tinggi lagi untuk kemuliaan nama Tuhan. Nah, kedewasaan digital inilah yang perlu kita perjuangkan. Dan, kita bisa berangkat dari kecerdasan digital.
Saya akan menutup presentasi ini dengan satu kalimat ini. DQ sangat penting pada masa kini karena segala sesuatu digerakkan oleh teknologi. Jika kita tidak mengembangkan kecerdasan digital, kita akan tertinggal oleh dunia yang akan terus semakin digital. Digital akan terus ada. Digital akan selalu menjadi bagian hidup kita. Dan, masalah-masalah yang mengiringnya akan selalu ada, entah kita mau atau tidak, masalah itu akan ada. Pertanyaannya adalah apakah kita akan mengelola atau menangani masalah-masalah tersebut? Dan, itulah mengapa DQ menjadi penting, sangat-sangat penting pada masa kini.
Ketika kita melihat aspek-aspek DQ ini, kita tidak bisa tidak memikirkan bagaimana kita melihat DQ dari aspek kristiani, bagaimana kita melihat DQ dari aspek pelayanan gereja misalnya.
Terima kasih.