Hari ini, kita akan berbicara tentang sesuatu yang sangat penting untuk kita ketahui. Kita sebagai orang kristen dan hidup di era digital, kita sudah terbiasa dengan alat-alat teknologi, dengan alat-alat digital, sehingga kita memerlukan kewaspadaan, terutama terhadap Alkitab digital. Karena itu, kita menyingkatnya sebagai "BAD", sesuatu yang buruk, yang perlu kita waspadai dan antisipasi. Dengan begitu, kita dapat benar-benar hidup sebagai orang Kristen yang digital dan yang bijaksana dalam menggunakan peralatan-peralatan digital.

Kemarin, kita membuat poling di Instagram YLSA. Kita menanyakan "Kamu ada di tim mana? Tim Alkitab digital atau tim Alkitab cetak/buku?" Hasilnya adalah 60 sekian persen memilih Alkitab digital dan sisanya Alkitab buku. Itu berarti bisa dibilang dari survei kecil-kecilan ini, kebanyakan orang menggunakan Alkitab digital; Alkitab di HP, dekstop, internet. Kebanyakan orang menggunakan Alkitab digital untuk ibadah, persekutuan, PA pribadi, dan sebagainya. Kebanyakan orang memilih Alkitab digital, itu ada bahayanya.

Jika melihat dari hasil poling tadi, poling yang dilakukan di Instagram, kita juga pasti mengetahui bahwa anak-anak muda banyak berada di Instagram. Jadi, kita bisa melihat adanya referensi anak-anak muda. Saya yakin, yang memilih Alkitab cetak juga pasti anak-anak muda. Iya, 'kan? Namun, itu menunjukkan bahwa ada preferensi bahwa mereka lebih suka hal yang digital, Alkitab yang digital, sehingga hasil poling ini menunjukkan bahwa itulah kenyataan yang terjadi sekarang. Di gereja Anda, misal diadakan poling serupa, tetapi bukan untuk jemaat keseluruhan, hanya untuk anak-anak muda, saya yakin mereka pasti akan banyak memilih Alkitab digital. Jadi, itu adalah preferensi untuk anak-anak zaman ini, karena lebih praktis, lebih mudah, dan lebih cepat. Pokoknya banyak lebih gampang, banyak fiturnya.

Ya, kita akan masuk ke pendahuluan dahulu sebelum kita bicara tentang bahayanya. Kita mesti mengetahui terlebih dahulu, kita ada di mana sekarang. Kita ada di era digital dengan alat-alat digital di sekitar kita, dengan cara berpikir digital, dalam tanda kutip kalau orang bilang tuh "roh zaman" (roh zaman digital), yang berarti cepat, akurat, banyak fiturnya, dan praktis. Itu yang terjadi sekarang dan juga preferensinya anak-anak muda ke arah sana. Nah, kita akan bicara juga dari digital, kita bicara tentang Alkitab digital.

Kita harus mengakui bahwa Alkitab digital adalah produk dari zaman digital. Jadi, kalau kita bicara tentang Alkitab digital, Alkitab digital mempunyai fitur-fitur, sifat yang digital, yang teknologi. Selain itu, praktis, gampang, cepat, dan itulah nilai-nilai yang ada dalam era digital. Jadi, Alkitab digital mencerminkan hal itu juga. Sekarang, kita akan masuk ke bahayanya. Sebelumnya kita berbicara tentang Alkitab digital, kita juga membandingkan dengan Alkitab cetak. Alkitab cetak sering dipakai sebelum kita, pada zaman sebelum anak-anak digital ini ada, sekarang pun ada, tetapi memiliki perbedaan yang mendasar di antara keduanya. Nanti kita akan bahas di pemaparan berikut-berikutny

Kita akan membahas bahayanya. Orang sering lupa bahwa segala sesuatu ada sisi baik buruknya. Kita bilang teknologi itu netral. Ya, netral, tetapi juga tidak netral. Desain itu ada yang membuat, ada sesuatu di belakangnya. Dan, apa yang kita punya sekarang ini, teknologi, desainnya, makanya ketika menggunakan sesuatu untuk hal yang baik, desain di belakang itu apakah menjadi lebih baik ataukah bisa disalahgunakan menjadi sesuatu yang buruk. Seperti Alkitab digital. Maksudnya supaya gampang, supaya lebih luas, ada banyak hal yang kita pelajari. Alkitab memiliki fitur lebih banyak. Dalam satu aplikasi, bisa memiliki ekosistem yang besar untuk memudahkan orang mempelajari Alkitab. Tujuannya adalah seperti itu, tetapi itu ada dampak buruknya. Inilah yang akan kita bahas pada hari ini.

Ya, itu adalah BAD (Bahaya Alkitab Digital). BAD? Kita akan menilai, apakah dampak-dampak ini buruk? Seburuk itukah? Atau, tidak terlalu bahaya? Bisa ditangani? Kita akan membahas ini supaya kita sama-sama melihat, sama-sama menilai, dan sama-sama bagaimana menyikapinya nanti. Kita akan membahas satu per satu, dan saya yakin nomor 1 ini akan membuat Anda terkejut.

Bahaya pertama yang akan kita bahas adalah yang disebut sebagai preferensi; keinginan mengapa dia memilih Alkitab digital atau kebanyakan anak muda sekarang memilih Alkitab digital, yaitu instantness. Kepraktisan. Bahasa Indonesianya aneh ya, tetapi setidaknya kita menangkap artinya. Maksudnya, kita bicara tentang kecepatan, akurasi.

Ini berbicara juga mengenai kebanyakan kita ketika baca Alkitab digital atau pakai Alkitab digital yang paling sering dilakukan adalah mencari fitur "search". Fitur search atau alamat ayat. Jadi, pendeta bilang misalnya Matius 2:10, misalnya, langsung deh buka. Kadang, tidak ada di "search"-nya, langsung buka fitur nama kitab, terus pasal, ayat, terus diklik klik klik. Cepat sekali. Kalau dahulu kita menggunakan buku, syukur-syukur kalau ada pembatas kitabnya. Akan tetapi, dahulu ada juga yang tidak ada batasannya. Jadi, kita mesti cari terlebih dahulu apa nama kitabnya, bukanya agak random, baru mencari di Matius, pasal berapa, ayat berapa. Jadi, satu cara yang berbeda, satu teknologi yang memungkinkan perbedaan itu, tetapi ini ada bahayanya. Instantness bisa juga jadi "boomerang" bagi kita, bagi anak-anak muda, karena bisa membuat mereka menjadi malas.

Dengan fitur yang banyak, misalnya dalam satu aplikasi punya banyak fitur, ekosistem, banyak sekali yang bisa kita pelajari dalam satu aplikasi itu. Itulah yang justru memudahkan pengguna, memudahkan kita. Terlepas dari entah itu anak muda, orang tua, atau orang yang lebih tua lagi, ketika kita mencari sesuatu, misalnya ayat, pasal, akan cepat. Kalau mencari sesuatu yang bersifat menjelaskan, misalnya, ada di kamus. Lalu, pakai Alkitab SABDA, tafsiran, Alkitab PEDIA, nah itu bisa memudahkan. Sangat menolong. Namun, kita lihat dalam kenyataannya, apa yang dilakukan? Apa yang dilakukan ketika ibadah, ketika pendetanya bilang kita akan baca dari kitab ini, pasal ini, ayat ini? Baca, tetapi habis itu ditutup. Tidak lagi memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang perlu untuk kita perhatikan; bagian dari bacaan itu atau bagian bawahnya. Apa yang kita dapatkan secara instan akan pergi secara instan juga. Cepat dapat, cepat hilangnya. Coba tanya ayat hafalan. Saya juga merasa sepertinya ada sesuatu yang hilang dalam disiplin membaca Alkitab adalah untuk menghafal ayat. Kita tidak perlu mencari jauh-jauh apa namanya, dapatnya mudah, mudah sekali untuk dilupakan. Jadi, instantness ini menjadi "trigger" untuk bahaya yang kedua.

Bahaya yang kedua adalah isolasi atau pemisahan. Sering, kita mencari ayat, satu ayat atau satu bagian ayat, terus ujung-ujungnya kita isolasi, mengisolasi ayat itu. Maksudnya adalah kita memisahkan ayat dari konteksnya. Nah, ini sebenarnya terjadi ketika kita membaca buku, tetapi lebih parah lagi terjadi pada saat kita membaca Alkitab secara digital. Konteksnya Alkitab digital. Kita membaca, kita mencari ayatnya, pasalnya. Eh, cari Alkitab, pasal, ayat, that's it. Kita tidak lagi melihat atasnya, kita tidak lagi melihat bawahnya, kita tidak berusaha mencari tahu; kitab ini berbicara apa, dan kita menarik kesimpulan dari satu yang kita baca. Jadi, isolasi berbicara tentang kita tidak lagi membaca secara bersama-sama. Isolasi secara umum biasanya seperti ini: kita membaca Alkitab di HP kita, HP itu 'kan milik pribadi.

Milik Pribadi. Berarti kita tidak meminjamkan kepada orang lain atau kita tidak membagikannya kepada orang lain karena privacy. Dahulu ketika orang ke gereja, sebelahnya tidak membawa Alkitab, kita tidak apa-apa berbagi. Sekarang? Bisa sih, tetapi ... jarang sekali. Nah, ini yang terjadi pada isolasi. Kita dipisahkan. Cara kita membaca terpisah, cara kita apa namanya berinteraksi dengan orang lain terpisah. Karena, tadi saya bilang, desain digital itu sendiri. Nah, dalam isolasi juga terjadi, membawa kita kepada interuption. Gangguan atau selaan lebih seringnya. Notifikasi, salah satunya. Salah satu hal yang membuat pendeta atau gereja melarang anak muda membawa HP dalam ibadah adalah karena mereka membuka hal lain ketika ibadah. Interupsi. Ini juga sebenarnya tidak cukup hanya itu. Terus mereka bilang, "Ah, HPku 'kan aku silent" 1, "data matiin," 2. Berarti sudah ada 2 barrier. Juga, dari diri kita sendiri juga kadang membuat interupsi itu. Kita kepo, lagi dengerin khotbah, kita membaca Alkitab, kita buka Alkitab. Buka Alkitab digital, kita baca, tetapi kemudian ketika khotbahnya kita merasa mulai mengantuk. Boring, boring. Boring, mulailah. Berkelana ke tempat yang lain. Kita melihat foto, chat tadi malam, atau coba buka data. Misalnya gini, mungkin awalnya baik, kita mencari kata yang dibilang oleh pendeta di kamus.  Namun, dari situ, kita mulai mencari yang lain. Nah, inilah yang namanya interupsi dan ini juga terjadi di dunia di luar Kristen. Interupsi dari notifikasi ada, bahkan itu menjadi salah satu penyumbang stres. Namun, ada juga dari diri kita sendiri. Kita tidak bisa mengendalikan diri untuk kepo. Pernah tidak sih merasa betapa nikmatnya me-refresh Facebook atau me-refresh Instagram, scroll-scroll. Atau, lagi-lagi tidak ngapa-ngapain ya. Yang punya Pinterest pasti tahu nih. Ini adalah gambar-gambar yang Anda sukai. Rekomendasi. Rekomendasi juga itu. Rekomendasi cuma 5. Itu termasuk interupsi ya! Dari 5, kita cari yang lain, cari yang lain. Nah, interupsi ini yang membuat orang  bilang, "Aku cuma buka 5 menit kok HPku." Setelah ditaruh, nanti 5 atau 10 menit buka lagi. Nanti lakukan hal yang sama. Jadi, seperti yang dikatakan bahwa ada yang 7-8 jam per hari untuk pegang HP karena akumulasi dari interupsi-interupsi itu. Jadi, inilah yang membuat baca Alkitab digital itu juga mesti waspada, bahaya!

Bahaya keempat 4 adalah indistinguishable. Wah, apa itu? Dari namanya, kata ini tidak bisa dibedakan. Indistinguish. Kalau tidak salah, ketidakberbedaan atau maksudnya Alkitab digital ini serupa dengan yang lain. Tidak punya keunikan. Bahaya nomor 4 ini juga sebenarnya berbicara tentang desain juga. Jadi, kita membuka HP, kita lihat icon. Semua Icon. Kita bisa membedakan icon Alkitab dari warna dan gambarnya. Gambar salib. Kalau pakai Alkitab yang di SABDA sih ada gambar buku, ada salibnya dan warnanya. Namun, secara ukuran, secara sekilas, dia tidak ada bedanya dengan yang lain. Jadi, kita buka tab. Nah, baru kita, "Oh, Alkitab." Beda dengan Alkitab cetak yang kita taruh di rak, sudah jelas. Kalau kita termasuk orang yang suka membaca Alkitab, kita tahu persis di mana Alkitab itu ditaruh, dia akan punya bentuk seperti apa, pasti orang bisa langsung menebak. Dia tidak akan "nyempil". Kalau beneran sering dibaca, dia akan taruh di tempat yang paling gampang dibaca. Jadi, walaupun hanya draft, tetapi dia punya satu bentuk yang beda. Nah, itulah yang membedakan kalau kita di Alkitab cetak, itu bisa kita lihat fisiknya. Jadi, kalau gitu, Alkitab digital itu berbicara tentang keserupaan terkait icon. Icon shape-nya sama dengan misalnya aplikasi game, apa punlah, tetapi secara shape memang, secara bentuk, warna, atau keunikan di gambar-gambarnya itu berbeda. Akan tetapi, secara shape sekilas seperti aplikasi yang lain. Itu yang bahaya. Indistinguishable secara bentuk dan itu juga tidak hanya bentuk. Sekarang kita akan masuk ke inoculation. Ini bicara tentang mati rasa.

Inoculation sebenarnya tentang suntikan, tentang vaksin yang membuat kebal dengan penyakit, sampai mati rasa. Namun, itulah yang terjadi dengan Alkitab digital. Di nomor 4, kita bilang tidak berbeda dengan yang lain. Nomor 5, misalnya gini, kita punya HP nih. Saya mau instal game baru atau aplikasi baru, dan HP saya tidak muat memorinya. Apa yang akan aku lakukan? Hapus aplikasi dong. Nah, mungkin tidak saya akan menghapus Alkitab? Mungkin tidak ya? Mungkin saja.  Karena kenapa? Karena saya menganggap Alkitab itu aplikasi yang lain. Hanya salah satu aplikasi yang lain. Karena, "Oh toh, nanti aku bisa download lagi." Waduh. Sekarang, bayangin di sini memori HPku tidak muat, aku buang Alkitabku. Nanti toh aku beli lagi. Waduh. Tidak juga. Sebab, Alkitab yang cetak itu juga mesti beli segala macam, itu barang fisik ada bentuknya, ada beratnya, ada volume, punya ruang. Bisa kita pegang. Kalau buku bisa kita "smell", bisa kita cium. Ketika hilang, kita akan merasakan. Namun, kalau Alkitab yang digital? Nah, ini gimana? Kalau mengikuti analisis tadi, bisa diinstal atau di-download atau diinstal ulang, diinstal lagi. Nah, itu 'kan berarti? Kita akan ngomongin esensi isinya. Mau itu digital, mau dicetak, tetapi yang penting adalah bagaimana Alkitab itu menjadi bagian dalam hidup kita sendiri. Ya, dalam hidup kita.  Dan, kalau bisa di-uninstall, berarti? Kita kalau berbicara jadi menganggap Alkitab sebagai aplikasi yang lain atau icon yang lain, kita bisa masuk dalam sini. Terjebak di dalam mati rasa.

Poin nomor 6. Kita berbicara tentang iliteracy. Anak digital, anak generasi digital buta huruf. Tidak 'kan ya? Bisa baca. Berarti bisa baca tiap hari. Baca SMS. SMS jarang sekarang ya. Baca WA, baca status, baca apa lagi? Baca postingan di wall. Namun, saya akan berbicara tentang literasi secara sastrawi. Kita punya Alkitab, itu buku sastra. Kalau kita begini, itu sastra yang mengubah dunia lho.  Sastra yang punya "power" yang mengubah pikiran orang, mengubah hati orang, menyelamatkan, dan punya sifat masing-masing, punya cara baca masing-masing. Ada yang narasi, ada yang puisi, ada catatan sejarah, dan bermacam-macam. Namun, sering kali kita, ketika kita membaca pakai Alkitab digital, saya membaca apa yang saya cari. Jadi, hanya sepotong-sepotong, dan saya memperlakukan semuanya sama. Karena apa? Salah satu bahayanya juga ketika di Alkitab digital, tidak adanya bentuk-bentuk yang unik. Seperti misalnya di syair. Ah, bentuknya tetap saja lempeng. Oh, berarti harus ada yang bisa kita distingush. Ada pembeda. Nah, ketika kita bicara tentang literasi, literasi bukan kita tidak bisa baca atau buta huruf, tetapi kemampuan untuk membaca secara penuh, untuk membaca dengan cara yang benar. Tadi, saat video BTS, bicara tentang menjaga anak muda agar bisa membaca Alkitab dengan tepat. Nah, itulah yang saya pikir, semua orang kristen mesti belajar. Apalagi anak-anak generasi sekarang, anak-anak digital, orang-orang digital. Mungkin kalian lupa bahwa Alkitab itu punya genre. Cara pengertian yang berbeda. Itu kumpulan dari buku sastra. Maksudnya buku-buku yang dikumpulkan menjadi satu buku Alkitab.

Bahaya nomor 7 adalah iresponsibilty dan irreligious. Tidak bertanggung jawab dan tidak beragama. Tidak religius. Maksudnya, apa yang di dalam muncul keluar. Nah, ini seperti tadi. Ini masih berkaitan dengan bahaya sebelumnya. Ketika kita membuang Alkitab, cara kita memandang Alkitab sebagai aplikasi yang lain (another applicaton atau another icon),  tanggung jawab kita kepada hal itu pasti berkurang. Benar tidak? Dahulu, waktu saya kecil, saya pegang HP. Menggunakan internet itu saat SMA. Norak bangetlah pokoknya. Jadi, saya sebelum itu, saya menggunakan buku, Jadi, saya merindukan hal itu. Seperti waktu kecil mama kasih kita Alkitab satu-satu.Alkitab dijaga, Alkitab dibaca setiap hari. Ketika papa pagi-pagi mengajak kita untuk merenungkannya, kita ke ruang tamu dengan bawa Alkitab masing-masing. Papa tidak akan mengambilkan, mama tidak akan mengambilkan. Itu tanggung jawab. Kita malah memperlakukan Alkitab itu, kita diajar memperlakukan Alkitab itu dengan baik, dengan benar. Jadi, dirawat, dipelihara secara bertanggung jawab sehingga itu membawa kita memiliki rasa tanggung jawab. Itu juga yang membuat kita secara dari dalam ya. Kalau keluar, kita memperlakukan Alkitab kita, Alkitab yang cetak itu dengan hati-hati. Kita bawa ke gereja, kalau dulu ya. Paling sering itu kalau pagi-pagi, hari Minggu pagi itu. Walaupun kita masih agak-agak berat hati meninggalkan Doraemon dan teman-temannya, tetapi kita tetap berangkat pagi-pagi dan yang dibawa Alkitab. Semua anak kecil, ada yang Alkitabnya gede sekali, ada Alkitab yang kecil. Ada yang bergambar juga. Masing-masing bawa. Sekarang, kita aku sudah besar, sudah punya Alkitab digital, ketika gereja yang aku bawa apa? HP. Jadi, kepraktisan dan juga lebih ringan. Akan tetapi, apakah itu juga berdampak pada bagaimana tanggung jawabku? Bagaimana aku beribadah kepada Tuhan? Apakah aku "berkorban" untuk membawa benda yang tidak sampai satu kilo itu ke gereja? Nah, itu menjadi tanggung jawab kita dan juga cara kita memperlakukan Alkitab.

Bahaya kedelapan. Tadi sudah membahas tentang tanggung jawab dan religiusitas. Sekarang, kita ke semu atau sementara, impermanence. Apa maksudnya? Impermanence itu berbicara tentang perbandingan sebenarnya. Perbandingan antara kertas dan tinta dengan bytes dan apa? Data. Berarti buku dan digital. HP atau dekstop. Jadi, kalau impermanence seperti ini: kita memperlakukan satu barang fisik, pasti ada bekasnya, ada tandanya. Seperti tadi aku bilang, Alkitab yang diberi mama waktu kecil, walaupun sekarang saya sudah tidak tahu Alkitab itu di mana. Akan tetapi, waktu saya pulang, lihat Alkitab papa, papa punya Alkitab besar sekali, dan ketika papa khotbah, mempersiapkan khotbah atau dia punya satu pergumulan, saya bisa lihat di Alkitabnya. Kenapa? Karena, papa mencatatnya di situ. Ada catatannya. Entah itu, pakai sticky notes, atau pakai stabilo. Warna-warni di Alkitab. Terus juga, ada pokok doa. Saya tidak tahu pergumulan papa, tetapi ketika tahu, saya baca di situ. Ada pergumulan, papa tulis. Ada jawaban doa juga kadang ditulis di situ juga. Jadi, sesuatu yang permanen, sesuatu yang bercerita kepada kita, sesuatu yang membekas. Dan, bentuk Alkitab yang sering dibaca tuh beda sama bentuk Alkitab yang jarang dibaca. Jadi, kalau yang sering dibaca, biasanya lecek, buluk. Kelihatan kalau yang sering dibaca, agak "rengket-rengket". Apa ya bahasa Jawanya? Bentuknya tidak lagi "clean". Jika dulunya kotak, sekarang di ujungnya agak melengkung-melengkung.  Jadi, ada secara fisik keliatan seperti itu. Tadi, saya juga sampaikan bahwa itu bisa diteruskan ceritanya, pergumulannya ke generasi berikutnya. Saya pernah dengar, salah satu yang paling membahagiakan bagi seorang ibu adalah ketika Alkitabnya diberikan kepada anaknya. Jadi, anaknya juga baca Alkitab yang dibaca sama mamanya. "Pass it to you daughter to your brother." Ya, generasi berikutnya!

Nah, sementara yang dalam Alkitab ini, dalam HP ini, seperti aplikasi yang lain atau icons yang lain. Itu tidak ada "praise"-nya. Jadi, semu. Ada Alkitab di situ. Namun, ketika aku unisntal, tidak ada. Ada tidak ada, ada tidak ada. Berarti, kita bisa di-uninstall? Aduh. Nah, itu dia. Jadi, gimana ya? Hal-hal seperti itu yang membedakan bahayanya. Bahayanya tidak ketidakpermanenan itu bahaya juga bagi kita. Untuk menganggap itu tidak sebagai sesuatu yang penting.

Bahaya nomor 9: Immoral atau tidak bermoral atau tidak hormat. Immoral ini bicara tentang kalau misalnya tadi kita berbicara tentang baca Alkitab tanpa terdistrupsi, baca Alkitab buku maksudnya cetak itu, di gereja atau secara pribadi, kita hanya baca itu. Itu baik untuk fokus. Itu baik untuk mempunyai barrier atau penghalang seperti itu. Namun, kalau kita baca di HP, di perangkat digital, kita bisa terdistraksi dengan yang lain. Nah, salah satunya adalah ini. HP kita, perangkat digital kita, apalagi kalau yang terhubung sama internet, adalah gerbang menuju imoralitas. Percaya tidak? Ini sepertinya keras banget, tetapi, it's true. Bahkan, ketika kita tidak tahu. Karena itu, orang jarang sekali mau meminjamkannya kepada orang lain. Mengapa? Ada banyak rahasia di sini. Ada banyak hal yang tidak mau diberikan kepada orang lain, iya tidak?

Nah, ketika orang di jabatan yang tinggi misalnya, mungkin dia bukan pendeta atau apa. Mungkin orang yang dihormati. Berani tidak dibuka HPnya? Nah, baca Alkitab digital, itu juga bisa jatuh ke sini. Kita tidak mencampurkan apa kita punya, apa rahasia di situ yang imoral dengan Alkitab yang ada di situ. Nah, ini juga ada cerita bagaimana orang dari negeri seberang. Dari negeri seberang yang mereka  tidak tahu ada Alkitab di HP, mereka "seriously ada di HP?" Apa itu tidak menurunkan derajatnya? Itu juga kadang kita harus pikir juga. Memperlakukan Alkitab seperti apa? Apakah kita mencampurkan dengan hal-hal yang tidak baik atau tidak benar?  Kita bisa bohong sama orang. Kita bisa bohong kita hidup baik-baik saja. Akan tetapi, HP kita bisa saja menciptakan hal yang sebaliknya karena HP adalah representasi dari identitas kita, bahkan yang sesungguhnya bisa ada di HP. Karena itu, tidak pernah share HP. Jarang. Jarang banget. Suami istri pun juga. Really?

Nah, ini masuk kepada identitas. Seperti yang saya bilang, identitas HP adalah perpanjangan identitas Anda. Segala macam hal yang penting bagi Anda ada di sini. Bahkan, ketika Anda tidak mementingkan Alkitab, itu juga bisa kelihatan dari HP Anda. Jadi, identitas kita ditentukan oleh apa yang diinstal, apa yang kita masukan ke dalam HP kita. Juga, bagaimana kita membaca Alkitab secara digital. Bagaimana kita memperlakukan Alkitab digital itu? Apakah hanya cuma sekadar, guilty, guilty trick. Jadi, kita instal cuma karena tidak ada. Karena orang Kristen harus instal HP dong.  Dan, ketika unsinstal, "Tuhan, ampuni. Nanti aku instal lagi." Jadi, identitas kita tercermin sekali. Tercermin sekali dari apa yang kita punya dalam HP kita. Nah, sebaliknya kalau dengan yang di buku cetak, kita tidak bisa seperti itu. Kita tidak bisa pura-pura. Keliatan kok. Nah, itu adalah yang kesepuluh.

Bahaya nomor 11. Nih kalau dihitung semua ada tiga puluhan hampir empat puluh. Empat puluh lebih mungkin. Jadi, semua hal ini bisa menjadi bahaya. Ini ada beberapa tadi kita sudah bahas ya. Jadi, nomor 11 adalah bahaya apa pun yang bisa dimasukkan, dimasukkan di situ. Nanti kalau mau ditambahkan, silakan. Namun, kita mau memperhatikan bahwa semuanya ini bergantung pada yang ini "The I Problem". Jadi, semua yang kita bahas sebelumnya, nomor 1-10, diawali oleh huruf I. Jadi, I di sini adalah tentang ego, tentang saya. Diriku. Tentang diri. Jika kita bicara nomor 11 ini, kita mau lihat dulu nih. Apa hal yang kita bisa lihat dalam industri teknologi sekarang, yang bisa disebut sebagai mahkotanya orang kalau dalam dunia digital. Dia punya IPOD, Iphone, IPad, IMac. Iphone, IPad, IMac. Ini adalah perusahaan yang benar-benar memanjakan diri seseorang. Diri orang yang generasi digital, generasi teknologi. Nah, tidak cuma itu. Kita melihat ke belakangnya, di balik itu ada I World, I economy, I Gods, bahkan perusahaan yang menciptakan ini semua salah satu disebut sebagai gods zaman ini karena teknologi ada di tangan mereka. Jadi, ini semua adalah masalah dari I.
 
Iya, I itu sendiri. Jadi, itu adalah masalahnya. Nah, itu semua berujung pada Idolatry. Idolatry itu adalah berhala. Ya, kita mungkin, "Ah, berhala itu mesti bentuknya patung." Tidak, tidak. Itu zaman dulu. Sekarang , orang-orang sudah bisa relate. Ketika berbicara tentang idol-idol atau berhala-berhala zaman ini, orang pasti akan jarang sekali untuk menghubungkan dengan patung dan segala macam walaupun masih ada. Ada akan berbicara tentang status, teknologi, HP. Kalau pakai tidak benar, berhala ini. Tentang hal-hal yang bisa menjadi tuhan kecil dalam kehidupan mereka. Idolatry ini juga jadi salah satu, agak ngeri ini ya, salah satu faktor keberhasilan perusahaan teknologi zaman sekarang atau perusahan-perusahaan yang besar, unicorn lah. Mengapa? Aku pernah baca, salah satu hal yang membuat mereka berhasil adalah mereka memberi makan salah satu dari tujuh dosa, salah satu dari dosa besar itu. Apa itu? Apa itu alasan? Terus juga, greed. Pokoknya, segala macamlah. Kita bisa benar, bisa salah. Akan tetapi, coba nanti Anda melakukan riset kecil-kecilanlah ya. Perusahan-perusahaan besar yang ada saat ini, perusahaan yang berbasis teknologi, mereka mempunyai salah satu hal yang dapat memanjakan manusia, yaitu tujuh dosa besar itu. Nah, idolatry inilah yang menjadi pusat dari segala masalah tadi.  I, idolatry.

I juga berbicara tentang I, me. Kalau berbicara tentang apa namanya IT4GOD, itu IT buat Tuhan. Namun, kalau IT buat aku, semuanya ini ya IT For me. IT for me. Buat melayaniku, membuat feel good, membuatku, membuatku, membuatku, jadi seperti itu. Jadi, menyenangkanku, membahagiakanku. Jadi, semuanya itu berbalik, kembali kepada diri sendiri. I sama dengan ego. Keegoisan diri sendiri. Memberi makan egoisme kita? Iya. Memberi makan apa yang kita mau? Aku dulu pokoknya, bukan orang lain. Bukan Tuhan bahkan. Bahkan, Tuhan kalau boleh menghamba kepadaku. Apa yang aku mau?

Nah, itu dia. Apa hubungannya dengan Alkitab digital? Apa ini? Nah, Alkitab digital sering kali juga jadi apa namanya tools untuk aku. Buat aku feels good. Seperti tadi, dia merasa gulity ya, "Aduh, aku tidak ada Alkitab. Karena aku orang Kristen, aku instal Alkitab ... karena aku ingin merasa good. Nyaman. Tidak merasa bersalah. Uninstal bisa instal lagi, terus juga merasa segala macam yang aku lakukan akhirnya juga berbalik kepadaku semua. Aku menyembah Tuhan supaya apa? Supaya aku diberkati. Aku membaca firman Tuhan supaya apa? Nah, itu I center berarti ya? Iya. Jadi, masalah yang utama adalah I nya ini. Kalau itu tidak dikembalikan kepada Tuhan, itu pasti akan kembali pada diri sendiri. Nah, itu di situlah O itu berubah. Nah, ketika O udah berubah pasti ada masalah. Jadi, kita ketika teknologi jadi tuhan kita atau kita menjadi tuhan, pasti ada masalah.

Nah, itulah mengapa, aku merasa IT4GOD bisa kita dalami lagi, kita pelajari lagi, supaya hidup kita dalam dunia digital, dalam memakai alat-alat digital ini, kita bisa selaras dengan maunya Tuhan, dengan cara yang Tuhan inginkan. Nah, kita sudah memaparkan semua masalah, semua bahaya, semua hal yang harus diwaspadai dari Alkitab digital. Itu bukan berarti, "Oh oke. Aku akan kembali pada buku cetak." No, karena kita berbicara tentang dua teknologi yang berbeda. Ketika kita membicarakan dua teknologi yang berbeda, kita berbicara tentang dua pengalaman yang berbeda. Pengalaman yang berbeda ini seperti mengendarai motor dengan jalan kaki. Ke titik A, ke titik B. Naik motor, kalau akan cepat. Kalau aku butuh cepat, aku akan naik motor. Kalau aku mau menikmati pemandangan, mau lihat kanan kiri jalan, lewat gang-gang sempit yang tidak bisa dilewati motor, jalan kaki ... Yes ... dan lebih sehat.

Jadi, ada dua hal yang berbeda sama sekali. Dua hal yang merupakan produk dari zaman yang berbeda. Ada dua hal yang punya bahaya masing-masing, dan kita harus secara arif, secara kritis mengakui hal-hal ini. Bahaya ada kebaikannya. Kita bisa membahasnya dalam diskusi. Kita akan berdiskusi sebentar lagi tentang semua ini. Tentang bahaya, dan kalau teman-teman pro atau tim Alkitab digital bisa juga sharing kepada kita. Mengapa memilih Alkitab digital? Mengapa tidak baca buku saja? Atau, sebaliknya? Mengapa Anda lebih suka Alkitab buku? Lebih memilih Alkitab buku daripada Alkitab digital.

Ini ada gambar yang menarik dari Of The Hearth.com. Digital bible or printed bible? Does it matter which you use? Nah, ini dikotomi. Kita akan jadikan hal ini sebagai topik bahasan sekarang. Kita sudah memberi tahu bahayanya. Kita sudah memberi tahu apa yang mendasari semua  bahaya itu. Kita juga mau undang audiens atau semua Bapak, Ibu, teman-teman, kakak-kakak atau adik-adik yang bisa, yang mengikuti Zoom ini untuk angkat suara. Untuk cerita, untuk sharing preferensi atau mengapa memilih salah satu, atau mengapa tidak ada alternatif yang ketiga. Nah, kita akan buka diskusi hari ini.