Karena pembahasan ini terkait dengan misi, maka mari kita melihat bersama di mana istilah misi muncul di dalam Alkitab. Paling tidak, ada dua ayat yang kita lihat, yaitu Yohanes 17 ayat 18 terjemahan vulgata. Vulgata yang merupakan terjemahan Alkitab ke dalam bahasa latin menggunakan istilah misi di dalam Yohanes 17 ayat 18, "... sama seperti Bapa mengutus Aku, Aku akan mengutus mereka ke dalam dunia," kata Yesus. Bahasa Inggris banyak menggunakan istilah sent, yang dalam bahasa Indonesia berarti mengutus.
Masih dalam perbandingan bahasa latin di dalam Yohanes 17 ayat 18, ada kata yang lain muncul di dalam vulgata, yaitu mitto. Bahasa Inggrisnya masih tetap sama, sending atau mengutus. Dan, jika kita melihat pada teks Yunani, Latin, Inggris, dan Indonesia, di situ ada terjemahan-terjemahan yang muncul dalam vulgata, masih tetap muncul kata misisti dan juga misi. Bahasa Inggris masih menggunakan kata yang sama, kemudian bahasa Indonesia masih sama.
Ayat yang ke dua, Yohanes 20 ayat 21, "... sama seperti Bapa mengutus aku, demikian aku mengutus kamu." Kata yang digunakan kalau dalam bahasa Yunani itu apestalken, dan ada juga kata pempo. Dalam vulgata Latin, kata itu masih menggunakan misit atau atau mitto, bahasa Inggris masih pakai kata yang sama dan bahasa Indonesia juga masih tetap gunakan kata mengutus.
Dari semua penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa arti misi atau etimologi misi dalam Alkitab itu adalah bahwa Allah mengutus Yesus Kristus ke dalam dunia untuk menyelamatkan manusia berdosa. Melalui diri-Nya, Kristus mengutus gereja sehingga melalui gereja-Nya dunia dapat mendengarkan berita keselamatan itu. Itulah kira-kira kesimpulan dari mana kata misi itu berasal, yaitu dari bahasa Latin yang diterjemahkan dari Alkitab bahasa asli ke dalam bahasa Latin.
Lalu, mengapa kita membaca Alkitab? Kita perlu melihat betul-betul memahami bahwa ketika Tuhan Yesus berbicara di dalam Alkitab, Dia berbicara sebagai supremasi tertinggi, kekuasaan tertinggi. Jadi, sebelum Dia mengutus para murid, sebelum Dia mengutus gereja-Nya untuk masuk ke dalam dunia, Dia memaparkan terlebih dahulu supremasi Kristus. Di dalam Matius 28 ayat 18 dikatakan, "KepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu ... ", dan seterusnya pada ayat yang ke 19. Oleh sebab ada supremasi Kristus, maka kita diberi mandat. Jadi, atas otoritas inilah Kristus mengutus murid-Nya. Oleh karena inilah kita diperkenankan masuk ke dalam dunia untuk mewartakan Alkitab, mewartakan firman Tuhan. Itu adalah mandat-Nya bagi kita, untuk menjadikan semua bangsa sebagai murid-Nya. Segala bangsa -- panta ta ethne dalam bahasa Yunani -- atau all nations, semua bangsa. Kita perlu menyampaikan hal ini kepada dunia.
Di dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa. Kata yang kembali sama digunakan adalah panta ta ethne, artinya setelah kita mempelajari Alkitab, tahu Alkitab, tahu bahwa kita diselamatkan oleh Tuhan melalui firman-Nya dan menerima Yesus, maka tugas kita selanjutnya adalah diutus ke dalam dunia untuk menyampaikan, untuk mengembalikan Alkitab itu kepada yang belum mengenal-Nya. Itulah makna dari poin mengapa kita harus mempelajari Alkitab. Bagaimana Alkitab dinantikan oleh semua bangsa identik dengan diri kita sendiri. Sebagai orang percaya, kita tidak boleh hanya menikmati dan membaca firman Tuhan untuk diri sendiri atau untuk kalangan sendiri, baik gereja maupun aliran kita sendiri. Tidak. Firman Tuhan ini sangat jelas mengatakan, bahwa dalam nama Yesus berita tentang pertobatan yang kita ketahui dari Alkitab -- yang membawa kita kepada pengenalan akan Kristus -- harus disampaikan kepada segala bangsa, panta ta ethne.
Sekarang, di mana area-area itu? Waktu para murid menerima mandat itu, mereka itu masih sebatas memiliki pengetahuan. Kalau kita mengamati, 4 kitab Injil itu sifatnya masih mengisi pengetahuan mereka, walaupun sudah dipraktikkan juga. Mereka sudah diutus ke desa-desa lain di luar Galilea, ke daerah-daerah sekitar Yerusalem. Namun, sebetulnya itu masih memenuhi otak mereka, baru sekadar pengetahuan. Selanjutnya, dalam Kisah Rasul 1 ayat 8, hal ini baru masuk dalam implementasi, masuk dalam pelaksanaa. Bagaimana firman yang dipelajari, yang sudah dimiliki, dan sudah diketahui itu boleh diceritakan dan dibagikan. Oleh karena itu, dalam Yohanes dan Kisah Rasul 1 ayat 8, hal itu sangat jelas. "Kamu akan menjadi saksiku di Yerusalem, di Yudea, di Samaria, dan sampai ke ujung bumi."
Akan tetapi, sebelum mereka membantah, ada satu syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu. "Kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, maka kamu akan menjadi saksiku." Jadi, buktinya di sini ada dalam bingkai Allah Tritunggal. Para murid sebenranya bersedih sesudah Yesus naik ke surga. Mereka kehilangan Pemimpin, Sahabat, dan Guru Agung. Namun, Yesus sudah menjanjikan kepada mereka dalam Yohanes 14, tentang kehadiran pribadi ketiga dari Tritunggal. Dia mengatakan bahwa "Aku tidak akan meninggalkanmu seperti yatim piatu." Akan tetapi, juga bukan berarti Yesus meninggalkan diri-Nya dalam bingkai Allah Tritunggal. Dia tidak pernah terpisah, dan pasti menyatu dengan kedua Pribadi lainnya. Akan tetapi, di dalam rupa lidah-lidah api inilah Roh Kudus turun untuk menyaksikan Alkitab kepada dunia ini. Dan, sudah jelas bahwa Yerusalem, Yudea, Samaria, serta sampai ujung bumi harus diberitakan tentang Injil. Lalu, di mana posisi kita?
Lebih dalam lagi, Alkitab berkata tentang perkataan Yesus yang sangat luar biasa, yang menunjukan bahwa Alkitab itu bukan milik diri kita sendiri, bukan hanya untuk orang Kristen, bukan hanya untuk orang-orang yang percaya Yesus, melainkan untuk semua orang. Karena itu, di dalam Yohanes 10 ayat 16 Yesus sangat menegaskan, "Ada lagi pada-Ku domba-domba lain." Dalam konteks ini, Yesus berbicara secara luas kepada para murid tentang umat pilihan Allah, Israel. Bahwa umat Israel adalah umat pilihan. Para murid adalah orang yang dipilih oleh Tuhan untuk sungguh-sungguh menjadi alat dalam tangan Tuhan. Lalu ,Yesus mengatakan bahwa bukan hanya untuk orang-ornag ini saja, ada lagi para gembala ini di luar kandang ini. Dalam konteks itu, Yesus berbicara tentang suku-suku bangsa yang di luar Israel atau orang-orang yang berada di luar lingkaran para murid. Lalu, mengenai hal ini dilanjutkan dalam doa Yesus pada Yohanes pasal 17 ayat 20. Melalui doa-Nya, Yesus membuka pandangan para murid bahwa bukan untuk orang-orang ini saja Yesus berdoa. Ada 3 pokok doa penting Yesus dalam Yohanes 17. Pokok doa pertama adalah tentang hubungan-Nya dengan Bapa. Pokok doa kedua adalah mengenai hubungan-Nya dengan para murid, yaitu saat Dia mendoakan dan mengutus para murid. Dan, pokok doa yang ketiga adalah bagaimana Yesus merindukan orang-orang yang berada di luar kandang itu, atau orang-orang yang berada di luar suku Israel dan para murid, untuk masuk ke dalam barisan keselamatan Allah melalui pemberitaan para murid. Sangat jelas bahwa Yesus menjamin hal tersebut, dan hal itu tidak perlu lagi kita pertanyakan karena kerinduan-Nya sudah terbukti. Sebagai bangsa Indonesia sendiri, kita tahu bahwa ada banyak suku-suku di Indonesia yang sudah percaya kepada Kristus. Dan, hal ini digenapi melalui perkataan Yesus, di dalam doa-Nya, bahwa kita memang sekarang sudah datang kepada Kristus, menyembah-Nya, menyebut nama-Nya, diselamatkan dalam nama-Nya melalui pemberitaan firman Allah, karena Alkitab yang diberitakan kepada kita.
Dari penjelasan di atas, kita mendapat gambaran secara utuh bahwa dunia ini berada di dalam otoritas Kristus. Bahkan, sebelum dunia dijadikan Kristus sudah berada dalam hakekat keilahian Kristus. Maka, mulai dari penciptaan sampai kiamat nanti, Kristus punya kuasa dan otoritas. Dalam Matius 24 ayat 14, jelas dinyatakan bahwa sebelum Kristus datang pada kali yang kedua, Injil itu harus disampaikan ke seluruh dunia. Kemudian, dalam Wahyu 5 ayat 9 dinyatakan bahwa segala suku, bahasa, kaum, dan bangsa akan datang ke hadapan Tuhan. Wahyu 7 ayat 9 juga berisi hal yang sama. Ini menunjukkan bahwa segala bangsa, suku, kaum, dan bahasa akan berdiri di hadapan takhta Anak Domba. Jadi, Kerajaan Allah itu terdiri dari segala suku bangsa, dan itulah tema kita. Mengapa kita belajar Alkitab? Karena Alkitab ini sungguh-sungguh dinantikan oleh segala suku bangsa di dunia ini.
Pada 2017, menurut data IPN atau PJRN disebutkan bahwa masih terdapat kurang lebih 130 suku terabaikan di Indonesia. Tentu saja, maksudnya bukanlah suku-suku yang Tuhan abaikan. Terabaikan di sini artinya bahwa gereja tidak peduli atau tidak terlalu ambil pusing untuk menjangkau suku-suku ini, sehingga dikategorikan terabaikan. Tidak ada pengutusan Injil ke sana. Dari 130 suku itu, ada berapa suku yang memiliki Alkitab? Dari data-data IPN, suku yang memiliki Alkitab lengkap hanya 18 suku. Kemudian, yang hanya memiliki kitab Perjanjian Baru ada 17 suku (berdasarkan data IPN tahun 2017 yang lalu, dan ini finalis serta tidak bisa dibakukan). Akan tetapi, paling tidak data itu memberi gambaran bahwa ketersediaan Alkitab dalam bahasa-bahasa suku masih sangat terbatas sekali. Kemudian, yang memiliki Portion atau bagian dari Kitab tertentu dalam bahasa sukunya (seperti Mazmur, Amsal, Yohanes, atau bisa disebut Yahya), hanya ada 5 atau 6 bahasa saja. Jadi, dari sekian ratus suku di Indonesia, hanya ada ada 5 atau 6 suku/bahasa yang memiliki Portion. Sementara itu, masih banyak sekali yang belum memiliki bagian Alkitab dalam bahasa suku mereka.
Seharusnya ini menggoncangkan hati kita ketika membaca Alkitab, menyadari bahwa masih banyak suku yang belum dijangkau. Masih ada ratusan suku di Indonesia dan ribuan suku di dunia yang belum memiliki akses kepada Alkitab karena tidak ada utusan lintas budaya, tidak ada buku percetakan, tidak ada radio, belum ada siaran, dan hambatan-hambatan lainnya. Bersyukur, kita memiliki teknologi dan lembaga-lembaga pelayanan yang sudah memakai teknologi sebagai platform pelayanan mereka. Ini menjadi suatu cara untuk melakukan multiplikasi penyampaian informasi kepada dunia atau suku-suku bangsa. Selain itu, melalui gawai yang kita miliki, kita juga dapat mengirim atau mempersaksikan firman Tuhan melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, atau media sosial lainnya kepada mereka yang belum terjangkau.
Kita akan masuk lebih dalam lagi. Sebetulnya, bagaimana cara untuk kita dapat menjangkau dunia ini? Dunia ini luas sekali, belum lagi jika kita petakan ada berbagai keahlian dan profesi yang ada. Maka, cara yang pertama di mana kita dapat ambil bagian dalam menjangkau dunia melalui Alkitab, melalui firman Tuhan, adalah pergi atau bermisi ke daerah tujuan misi.
Apa artinya melayani secara lintas budaya? Itu berarti melayani masyarakat atau suku di luar budaya dan kesukuan kita. Ini artinya, kita tinggalkan budaya kita, kita tinggalkan kenyamanan kita, untuk masuk ke dalam budaya baru. Kita kemudian hidup di tengah-tengah mereka, mempelajari bahasa mereka, makan makanan mereka, dan berbagai kebiasaan serta budaya mereka, yang mungkin pada awalnya sangat tidak sesuai bagi kita. Ini dapat dikatakan sebagai proses identifikasi sebagaimana yang dilakukan Kristus. Dia tinggalkan surga, masuk ke dalam dunia yang kotor dan menjijikan karena dosa, najis, hina. Akan tetapi, seperti Yesus yang turun dari kemuliaan surga dan masuk ke dunia untuk menyelamatkan manusia yang berdosa itu, demikian pula kita harus pergi meninggalkan tempat asal untuk pergi kepada satu suku tertentu dan melakukan pemberitaan Injil bagi mereka. Jika ada di antara kita yang digerakkan seperti ini, maka kita perlu mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Dan, ada lembaga-lembaga misi yang memang menekuni pelayanan ini, baik dengan mengutus orang ke luar Indonesia maupun ke dalam wilayah Indonesia sendiri dengan melalui berbagai proses.
Yang kedua, bagaimana kita dapat ambil bagian? Ada bagian sisi partnership, karena gereja seharusnya memiliki kemitraan dengan lembaga-lembaga Misi. Gereja berperan sebagai pengutus. Apa yang dilakukan gereja pengutus? Mereka mengadakan ibadah pengutusan, berkomitmen untuk memberi dukungan dana, dan memberi dukungan moril yang lain. Kemudian, gereja juga bisa ambil bagian dengan menjadi konsultan atau pendukung bagi para misionaris yang bertugas di daerah misi dalam mengembangkan vokasi atau keterampilan dan kesejahteraan di lahan misi, seperti dalam bidang pertanian, kewirausahaan, pengembangan keterampilan masyarakat, sanitasi kesehatan dan kebersihan, sarana prasarana air bersih, dsb.
Gereja juga bisa mengambil bagian dengan cara menyambut orang-orang yang datang dari suku atau wilayah lain, baik yang datang sebagai anggota baru di gereja maupun mereka yang datang dalam lingkungan, komunitas, atau tempat kita bekerja. Mari kita sambut mereka dengan kebaikan dan keramahan hati sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab itu sehingga kita bisa menjadi berkat bagi mereka. Jadi, firman Tuhan itu tidak untuk kita nikmati sendiri, tetapi kita terjemahkan ke dalam visi misi Kristus, bahwa kita sedang berada di komunitas di mana ada pribadi dari suku lain yang juga berada di sana. Dengan demikian, kita memiliki peluang untuk menjalankan Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus, untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya.
Berikutnya, kita bisa menggerakan kelompok doa dan misi, atau mengajak teman atau saudara-saudara kita mengikuti pekan misi. Kita bisa mencari penggerak-penggerak, meski kita tidak bisa pergi atau tidak bisa mengirim utusan misi. Kita bisa mengajak orang lain untuk ikut dalam pergerakan misi jika api atau bara misi itu ada dalam diri kita. Sehingga secara praktis penerapan Alkitab bukan sebatas pengetahuan belaka, bukan hal yang hanya bersifat teoritis, tetapi itu juga bisa menjadi realitas. Alkitab adalah realitas yang benar. Bukan berarti semua harus kita alami baru kita lakukan, tetapi apa yang kita dapatkan dari Alkitab bisa kita praktikkan, bisa kita bagikan dalam hidup, dan bisa menghadirkan Tuhan melaluinya. Jadi, jangan tunggu orang lain, karena pada saat kita berada di suatu tempat, sesungguhnya kita sedang diutus Tuhan untuk menggerakkan orang lain.
Kita juga perlu belajar terus menerus, mencari tahu dan mempelajari beban misi atau beban panggilan pelayanan di dalam diri kita. Di mana Tuhan ingin menempatkan kita, di mana Tuhan mengetahui kemampuan kita, atau bagaimana isi hati Tuhan yang sesungguhnya? Hal-hal itu perlu kita gumuli dan tangkap. Satu cara yang bisa kita lakukan misalnya dengan membaca biografi para misionaris, seperti Hudson Taylor, Bunda Teresa, William Carey, David Livingstone, dsb. Dari membaca buku biografi utusan Injil lintas budaya, kita akan semakin diteguhkan atau semakin dikuatkan untuk masuk ke dalam dimensi beban hati Kristus bagi dunia.
Kita bisa juga bergabung dalam kelas-kelas misi yang diadakan, baik oleh gereja maupun organisasi/komunitas misi, yang sifatnya mendorong kita untuk tidak hanya berdiam diri di tempat, tetapi juga bergerak ke luar, bergerak menjangkau yang lain. Wawasan ini masih bisa ditambah dengan menyaksikan film-film bertema misi, penjangkauan, penyelamatan, atau isu-isu lain yang terkait dengan misi. Intinya, kita harus terus belajar melalui berbagai cara, termasuk mempelajari Alkitab, agar kita bisa semakin dipertajam dalam pelayanan misi.
Terakhir, kita bisa memiliki passion, kerinduan mendalam, atau gairah yang menggebu-gebu untuk berdoa. Kita dapat berkomitmen untuk mendoakan utusan lintas budaya di mana mereka memiliki peperangan yang kuat dan nyata dalam wilayah misinya. Efesus 6 ayat 10 sangat menjelaskan kepada kita bahwa doa adalah amunisi utama untuk bertahan atau memenangkan peperangan rohani itu. Maka, komitmen untuk mendoakan utusan lintas budaya, mendoakan orang yang diutus kepada suku tertentu adalah sangat penting. Bagaimana melaksanakannya? Bagaimana mendoakannya? Kita dapat mendoakan para misionaris atau pelayanan misi melalui pokok-pokok doa yang disediakan oleh berbagai lembaga misi atau komunitas pelayanan yang memiliki hati pada pelayanan misi. Pada saat kita berdoa, Tuhan bekerja. Contoh dari hal ini adalah pengalaman James Scressted saat melayani dalam salah satu suku di China. Saat ada pendoa yang berkomitmen mendukungnya dalam doa, dia dapat merasakan kekuatan ilahi masuk dalam dirinya sehingga saat menghadapi okultisme -- serangan kuasa jahat atau iblis, peperangan rohani -- dia diberi kekuatan yang berlipat ganda. Membaca surat doa dan mendoakan pokok-pokok doa yang terdapat di dalamnya menolong kita untuk bisa masuk dalam dimensi peperangan rohani dan memenangkan peperangan. Efesus 6 katakan, kita tidak hanya akan menang, tetapi lebih daripada pemenang, karena kita berada dalam hati Sang Empunya surga dan bumi.